Senin, 24 Oktober 2016

Kepada siapa kita ber-wala (memberikan loyalitas) ?


@Muh_Atim

Hari ini Al-Maidah 51 masih menjadi tren, semoga saja ini menjadi awal kesadaran yang menyeluruh agar umat kembali kepada petunjuk Al-Qur'an dalam masalah kepemimpinan, politik dan negara, karena ia adalah sistem Islam yang kokoh.

Surat Al-Maidah merupakan surat terakhir turun dalam periode Madinah yang berisi banyak sistem dan hukum sosial dan negara, sebagai panduan bagi Rosul untuk menjalankan negara, dan seharusnya juga oleh kita hari ini.

Ayat 51 jika kita lanjutkan bacanya hingga ayat 66, itu sebenarnya kesatuan tema yang diberi judul oleh Sayyid Quthb dengan "Haramnya ber-wala kepada orang kafir dan sifat orang-orang yang ber-wala kepada mereka" (Fi Zhilalil Qur'an).

Jika kita telah akrab dengan ilmu tafsir, aqidah atau bahasa Arab, kita akan paham makna al-wala yang berarti loyalitas atau kecintaan dan pembelaan. Orangnya disebut "Wali" dan bentuk majemuknya "Auliya", berarti orang yang terjadi timbal balik loyalitas antara kita dengan dia, saling cinta, saling bela. Bentuknya bisa berupa teman setia, pemegang suatu urusan, pemimpin, atau pelindung.

Seperti Ubadah bin Shomit yang melepaskan al-walanya (dalam arti teman setia) kepada orang Yahudi setelah turun ayat ini. Kecuali Ibnu Ubay sang tokoh munafik yang tetap ber-wala kepada Yahudi. Seperti juga Umar bin Khattab memarahi Abu Musa Al-Asy'ari agar memecat seorang Kristen yang menjadi juru tulis, karena ia masuk al-wala dalam arti pemegang urusan.

Bahkan Alloh menyebut diri-Nya sebagai wali bagi orang-orang beriman yang berarti terjadi timbal balik loyalitas, Dia mencintai kita dan menjadi pelindung, dan kita mencintai-Nya dan menaati-Nya. Sebagaimana juga dijelaskan makna ini di Al-Maidah 54.

Tak ada loyalitas kepada orang kafir, apalagi yang telah jelas-jelas memerangi Islam, begitu juga kepada para pengikutnya. Kepada orang kafir yang tidak memerangi kita saja kita hanya diperintahkan untuk bertoleransi, berbuat baik, bersikap adil dan membuat perjanjian untuk saling menjaga keamanan. Tidak untuk loyalitas. Karena loyalitas dengan toleransi dua hal yang sangat berbeda, hanya orang-orang paham agama saja yang dapat membedakannya. Loyalitas kita hanya kepada Alloh, Rasul-Nya dan orang beriman, seperti dalam Al-Maidah 55.

Ketika Ahok melecehkan dan mempermainkan agama dan Al-Qur'an kita, itu telah dijelaskan di ayat 57. Dan ayat 52-53 menyingkap para pengikutnya semisal Nusron. Di hati mereka ada penyakit, mereka bersegera membela dan mendukungnya dengan berbagai macam cara meski dengan tipu dan fitnah. Mereka takut kena bencana atau kerugian kalau tidak membelanya, karena memang mereka mencari keuntungan. Tapi Alloh tegaskan, semoga mereka menyesal nanti karena telah dekatnya kemenangan. Dan apa yang telah mereka lakukan membuat amalnya gugur, rugi dunia akhirat, bahkan telah murtad dari Islam.

Jika kita menyadari hal ini, semoga memang benar-benar telah dekat kemenangan itu. Karena memang orang yang ber-wala kepada Alloh, Rasul-Nya dan orang beriman mereka itulah golongan Alloh (Hizbullah) dan merekalah para pemenang (al-gholibun).

Semoga kita menang menjatuhkan hukuman pada Ahok, kafir harbi yang telah menista Al-Qur'an, serta mengalahkan para pembelanya. Dan semoga kemenangan hakiki bagi kita dapat kita raih, yaitu tegaknya Islam di Indonesia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar