Sabtu, 26 November 2016

Bayang-bayang yang menyadarkan





Muhammad Atim

Tak mudah bagi jiwa yang telah terhanyut dalam keternodaan untuk kembali kepada kejernihannya. Sejak awal kita dihadirkan, di sebuah pentas kehidupan yang sarat tantangan, sebagai seonggok bayi suci yang dicintai dan disenangi oleh siapa pun. Dengan bekal fitrah untuk meniti jalan keselamatan. Hidup perlahan berubah dan mengubah diri kita. Waktu berjalan dengan pasti. Kertas putih diri kita dengan guratan-guratan fitrah dahulu, kini sudah tidak karuan lagi, penuh dengan noda yang berceceran. Kita tidak tahu kapan terakhir kali membersihkannya. Dan sesekali muncul tanya, bisakah ia kembali jernih seperti dulu? Wahai diri, kau begitu berbeda saat ini. Tangismu yang membuat riang gembira, senyum tawamu yang menawan menghiasi seisi rumah, tingkahmu yang menggemaskan, keberadaanmu yang selalu dirindukan. Kini semuanya telah lenyap. Kau telah banyak diubah oleh zaman yang kau pilih sendiri.

Ini adalah keniscayaan hidup yang dialami setiap orang. Dalam setiap fasenya, ada nuansa yang berbeda-beda. Bukanlah kehidupan manusia jika tidak ada tantangan. Tantanganlah yang mengklasifikasi manusia menjadi berhasil, kurang berhasil dan tidak berhasil. Yang jelas semuanya mengalami jatuh-bangun dalam meniti jalannya. Tidak ada manusia yang terbebas dari kesalahan, hanya saja tingkat kesalahannya yang berbeda-beda. Untuk itulah Alloh sejak sapaan pertama memaklumkan bahwa Dialah Sang Maha Pengasih, yang kasih-Nya senantiasa memberi maaf tanpa batas.

Luas kasih-Nya itu, masih saja menyisakan ragu pada sang hamba untuk kembali. Ataupun selalu tertipu oleh nafsu diri. Bisikan nurani sering tak didengar. Cahaya pun tertutup. Jika diri telah terperangkap oleh jeratan dosa (ahathot bihi khothiatuhu), maka sulit untuk keluar. Namun bukan berarti tidak mungkin. Hanya saja butuh perjuangan berat. Daya tariknya lebih kuat daripada orang yang mampu menjaga diri. Ini karena dalam dosa ada zat adiktif yang selalu membuat ketagihan. Satu dosa akan mendorong anda kepada dosa berikutnya. Maka sebenarnya, menjaga diri dari dosa sejak awal dapat memperingan langkah anda untuk selamat.

Hidayah yang datang dari Alloh memang mesti diawali oleh usaha manusia. Seringkali suatu ketergelinciran begitu terasa ringan bagi orang yang telah membiasakannya. Padahal jika imannya bicara, kecilnya dosa adalah gunung yang siap menimpanya. Apalagi besar dan bertumpuk-tumpuk. Tragedi-tragedi mengoyak hati yang menimpa dirinya atau sekitarnya memang seringkali menyadarkan dirinya. Tapi saat pahitnya hilang, lenyap pula kesadaran itu. Pahit bencana pun tak lagi hinggap saat mengecap manisnya dosa. "Dan apabila Kami memberikan suatu rahmat kepada manusia, setelah mereka ditimpa bencana, mereka segera melakukan segala tipu daya menentang ayat-ayat Kami..." (QS. Yunus: 21).

Jika kekuatan pengindra (quwwatul his) kita yang selalu mengalami perbedaan kondisi tak mampu membuat kita konsisten dalam kesadaran. Sesungguhnya ada kekuatan lain yang bisa kita optimalkan, yaitu kekuatan membayangkan atau berimajinasi. Kekuatan ini dibagi kepada tiga macam. Kekuatan membayangkan sesuatu yang pernah kita alami disebut quwwatut takhoyyul. Kekuatan membayangkan beberapa hal yang pernah kita alami dengan menginovasi rangkaiannya disebut quwwatut tafkir. Misalnya kita pernah merasakan sakit gigi di satu waktu dan sakit kepala di waktu lain. Lalu kita membayangkan bagaimana kalau keduanya terjadi dalam satu waktu. Dan ketiga kekuatan membayangkan sesuatu yang belum pernah kita alami, ini disebut quwwatul 'aql.

Dengan membayangkan peristiwa pahit yang pernah dialami saja, kita akan terbawa sadar untuk tidak mengulangi kesalahan. Apalagi jika kita berhasil menghadirkan kekuatan membayangkan yang belum pernah kita alami. Di sinilah peran besar Al-Qur'an mendidik jiwa kita. Ketika Alloh SWT menjelaskan di dalamnya suatu kejadian, atau keni'matan surga dan siksaan neraka, begitu gamblang seakan-akan hadir di hadapan kita. Di sinilah kekuatan akal kita seberapa jauh mampu mengimajinasikannya, dan selalu menghadirkannya dalam benak kita di setiap jenak kehidupan. Inilah yang disebut dengan Tadabur.

Jika Rasulullah saw sampai kepada derajat 'ainul yaqin karena telah menyaksikan langsung surga dan neraka, adapun kita bisa sampai kepada derajat ilmul yaqin, menyaksikan dengan ilmu. Ayat-ayat Qouliyah sebagai tanda pendorong bagi akal kita untuk bertadabur, dan ayat-ayat Kauniyah yang terhampar di alam semesta adalah tanda pengingat agar kita mampu mengaitkannya.

Inilah jalan yang membuat kita mampu kembali. Seberat apapun dosa kita. Untuk memulai lembaran baru. Agar dosa itu terasa sebagai beban berat. Agar kekuatan mengingat Alloh, membayangkan ni'mat dan siksa-Nya dapat selalu kita hadirkan untuk selalu menyadarkan kita. Namun tetap membutuhkan perjuangan berat, karena syetan akan selalu membuat akal kita melupakannya. Dan perjuangan itu akan berbuah keistiqomahan dalam meniti tangga demi tangga kesuksesan sejati.
Inilah jalan yang mesti selalu dijaga. Dan ia telah dijaga oleh orang-orang sholeh pendahulu kita. Kehidupan mereka selalu tak luput dari kesadaran akan sementaranya hidup di dunia dan abadinya hidup akhirat. Jika mereka lupa, mereka senang jika saudaranya mengingatkannya meskipun dengan acungan pedang.

Rasulullah saw bisa saja mendapat kesenangan dunia, tetapi beliau memilih akhirat. Itulah yang membuat sahabat menangis melihat tempat tinggalnya yang sangat sederhana. Tak ada waktu terlewat tanpa mengingat Alloh, surga dan neraka selalu hadir dalam benak beliau. Pernah suatu ketika beliau bersabda kepada para sahabatnya, "Sungguh, telah diperlihatkan kepadaku surga dan neraka, kalaulah kalian mengetahui apa yang aku tahu, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis". Para sahabat pun menangis sesenggukan membayangkan dahsyatnya kehidupan akhirat.

Bayang-bayang yang dapat menyadarkan mesti selalu kita dengungkan. Seperti Aisyah ra yang menyadari betapa beratnya tanggung jawab hidup, ia berkata: "Alangkah inginnya aku menjadi sesuatu yang dilupakan (bukan manusia)." Begitu pula Umar ra berkata, "Andaikan aku menjadi jerami ini. Andaikan aku tidak tercipta. Andaikan ibuku tidak melahirkanku. Andaikan aku tidak menjadi apa-apa. Andaikan aku sesuatu yang dilupakan!". (Ibnu Jauzi, Shifatush-Shofwah, 108).

Begitu pula bayang-bayang yang begitu kuat mengingat akhirat. Utsman ra berkata, "Kalau aku berada di persimpangan antara surga dan neraka, sedangkan aku tidak tahu kemana aku akan diperintah, pastilah aku memilih menjadi asap sebelum aku tahu akan kembali kemana." Sejak tiga puluh tahun lebih Abdullah bin Mas'ud rajin melewati tukang besi yang sedang meniup ubunan api, ia berhenti sambil memandanginya lalu menangis, dan ia pun pernah terjatuh ketika memandanginya. (Dari kitab Ibnu Rajab, At-Takhwif minannaar). Ibnu Umar pernah meminum air dingin, tiba-tiba setelah itu ia menangis. Ia menangis semakin keras. Ketika ditanya, "Apa yang membuatmu menangis?" Ia menjawab, "Aku teringat sebuah ayat di dalam kitab Alloh, "Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka inginkan." (QS. Saba: 54). Maka aku tahu bahwa penghuni neraka tidak menginginkan sesuatu selain air, sesungguhnya Alloh berfirman, "(penghuni neraka berkata) : tuangkanlah kepada kami sedikit air atau apa saja dari rezeki yang telah Alloh berikan kepada kalian". (QS. Al-A'rof: 50). (Ibnu Jauzi, Sifatush-Shofwah, hal.209).

Maka kita perlu menghadirkan bayang-bayang itu. Bagaimana kalau Alloh tidak mengampuni kita? Sudah cukupkah usaha kita memohon ampun dan bertaubat? Ataukah kita hanya bermain-main saja? Belum cukupkah kasih sayang Alloh yang tiada henti agar kita segera kembali? Alloh betapa Maha Penyabar menyaksikan kedurhakaan kita. Sudah siapkah kita merasakan siksaan yang satu harinya sama dengan seribu tahun dunia? Kulit yang ditebalkan setebal-tebalnya agar merasa sebenar-benarnya, hingga semuanya telah hangus, dibentuk seperti semula untuk diulanginya terus menerus tiada henti. Asapnya mengepung dari tiga penjuru, tidak menjadi penaung apalagi penghilang panasnya. Justeru menyemburkan bunga api yang sangat panas sebesar dan setinggi istana. Bagaikan iring-iringan unta kuning. Panas api neraka yang berlipat tujuh puluh kali dari api dunia. Yang bahan bakarnya manusia dan batu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar