Minggu, 17 Maret 2019

Ngaji Kitab Tadzkirotus Sami' wal Mutakallim (Adab ilmu)


Kajian MAISY (Markaz Ilmu Syar'i) secara rutin mengkaji kitab Tadzkirotus Sami wal Mutakallim fi adabil 'alim wal muta'allim yang berisi adab seorang 'alim dan penuntut ilmu karya Al-Imam Al-Qadhi Badruddin Ibnu Jama'ah rahimahullah.
Kenapa kitab ini yang digunakan?
Sebenarnya banyak kitab-kitab lain berkenaan dengan adab ilmu seperti kitab An-Nawawi rahimahullah, Adabul 'alim wal muta'allim, dalam Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali juga pembahasan pertamanya tentang adab ilmu, dll. Kitab-kitab tersebut perlu kita baca. Hanya untuk panduan pembelajaran, kitab ini dirasa lebih lengkap mencakup berbagai babnya.

Kitab ini mencakup 4 pembahasan :
1.     Keutamaan ilmu dan ahlinya
2.     Adab seorang alim terhadap dirinya, bersama murid-muridnya dan dalam memberikan pelajaran
3.     Adab berteman dengan kitab
4.     Adab tinggal di madrasah
Keistimewaan lain dari kitab ini karena penulisnya menyusun buku ini berdasarkan,
1.    Yang disepakati yang beliau dengar dari riwayat-riwayat para ulama
2.    Beliau dengar langsung dari para guru beliau
3.    Beliau dapatkan ketika muthola'ah (membaca) kitab-kitab
4.    Beliau dapatkan faidah ketika mengulang pelajaran (mudzakaroh)
Beliau paparkan dengan tidak menyebutkan sanad dan dalil, agar penelaahnya tidak merasa kepanjangan, atau membuatnya bosan.
Sedangkan penulisnya, tentu tidak diragukan lagi keshalehan dan keulamaan beliau. Beliau adalah Abu Abdullah Badruddin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’dullah bin Jama’ah bin Ali bin Jama’ah bin Hazim bin Shakhr Al-Kinani Al-Hamawi Asy-Syafi’i, yang dikenal dengan Badruddin Ibnu Jama’ah. Beliau dilahirkan pada Jum’at malam 4 Rabi’ul Akhir tahun 637 H.
Beliau tumbuh di rumah yang penuh dengan keilmuan dan lingkungan yang agamis, serta keluarganya yang memegang amanah kehakimah (qadha), sehingga tidak aneh dalam perjalanan hidup beliau selanjutnya menjadi hakim berkali-kali. Ayahnya seorang hakim (qadhi), Burhanuddi Ibnu Jama’ah (w.675 H), ia sebagai seorang yang ahli ilmu, begitu juga kakeknya. Di tangan ayahnya, Badruddin Ibnu Jama’ah menghapal Al-Qur’an dan menghapal banyak matan ilmu.
Ketika beranjak muda beliau belajar di para syekh, diantaranya Syarafuddin Abdil Aziz Al-Anshari (w.662 H), Ibnul Burhan (w.664 H), Ar-Rasyid Al-‘Athar (w.662 H), Tajuddin Ibnul Qasthalani (w. 665 H), Taqiyuddin ibnu Abil Yusr (w. 672 H). Dan ilmu beliau paling banyak diambil dari Qadhi Taqiyuddin Ibnu Ruzain (w. 680 H), dan membaca Nahwu kepada imam Ibnu Malik (w. 672 H).  
Beliau sangat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu melebihi teman-temannya. Fatwa-fatwa beliau pernah disodorkan kepada imam Nawawi, lalu imam Nawawi menilai jawaban-jawabannya tersebut bagus. Tidak sedikit karya yang telah beliau torehkan di berbagai bidang ilmu syar’i, dan hal itu menunjukkan penguasaannya terhadap berbagai bidang ilmu syar’i.
Karya-karya beliau diantarany; Al-Munhil Ar-Rawi, Al-Fawaid Al-Laihah min Surotil Fatihah, At-Tibyan limuhimmatil Qur’an, Al-Masalik fi ‘Ulumil Manasik, An-Najmul Lami’ fi Syarhil Jam’il Jawami’, serta kitab yang kita bahas ini Tadzkirotus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim, dan banyak lagi yang lainnya.
Dalam bidang pengajaran, beliau telah mengerahkan segenap kesungguhan. Beliau mengajar di Damaskus : di Qaimariyyah, Al-‘Adiliyyah Al-Kubra, Asy-Syamiyyah Al-Barroniyyah, dll. Di Kairo : di Ash-Shalihiyyah, An-Nashiriyyah, Al-Kamiliyyah, Jami’ Al-Hakim, Jami’ Ibnu Thulun, dll. Di tangan beliau lahirlah murid-murid yang menjadi ulama, yang paling menonjol adalah anaknya sendiri yaitu Izzuddin (w.767 H), Ash-Shalah Ash-Shafdi (w. 764 H), Syamsuddin Adz-Dzahabi (w. 748 H), Tajuddin As-Subki (w. 771 H).
Beliau wafat pada malam Senin 21 Jumada Ula 733 H.
Kenapa tentang adab ilmu yang mesti pertama kali kita bahas?
Ini sesuai dengan ajaran Islam. Dimana proses tarbiyah yang disebutkan dalam Al-Qur'an adalah
1.    Membacakan ayat-ayat-Nya
2.    Mensucikan hati
3.    Mengajarkan ilmu Al-Qur'an dan Sunnah
Membacakan ayat itu agar tumbuh keimanan. Ini mesti dilalui oleh setiap muslim, dalam hariiharinya berinteraksi dengan Al-Qur'an. Dalam majelis kita pun ada kajian tafsir dan tadabur juz 'amma dalam rangka menerapkan ini, disertai menghapal dengan Metode Tadabur Tematik (MTT).
Mensucikan hati/jiwa, dan indikasinya tampak dalam adab-adab.
Barulah setelah itu diajarkan ilmu-ilmu syar'i secara komprehensif yang tertuang dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Para ulama pun menyarankan agar belajar adab terlebih dahulu sebelum belajar ilmu. Seperti yang disebutkan oleh Imam Malik rahimahullah,
تَعَلَّمَ الْأَدَبَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلَّمَ الْعِلْمَ
Belajarlah adab sebelum belajar ilmu
Maka ini sangat penting sekali, dimana saat ini banyak orang yang belajar ilmu, tetapi tetap tidak membuatnya beradab.
Di muqaddimahnya, penulis mengemukakan keutamaan ilmu dan ulama, serta ulama seperti apakah yang akan mendapatkan keutamaan tersebut.
Beliau mengatakan, “Orang yang cerdas pasti akan menyibukkan dirinya di awal masa mudanya dengan pembekalan adab.”
Lalu bagaimana dengan pendidikan kita hari ini, ketika pengajaran ilmu dilepaskan dari penanaman adab? Yang lahir adalah anak-anak brutal tak bermoral?!
Ada perkataan para ulama yang mengandung hikmah yang beliau kemukakan,
Ibnu Sirin rahimahullah berkata, "Mereka mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka mempelajari ilmu"
Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, "Jika seseorang keluar mempelajari adab, niscaya ia akan berusaha mendapatkannya bertahun-tahun"
Sufyan bin 'Uyainah rahimahullah berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw adalah timbangan paling besar, dengannya ditampakkan segala sesuatu: akhlaqnya, perjalanan hidupnya, petunjuknya, apa saja yang sesuai dengannya maka itulah kebenaran, dan apa yang menyalahinya maka itulah kebatilan"
Habib bin Syahid rahimahullah berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, bersahabatlah dengan para ahli fiqih dan para ulama, belajarlah dari mereka, ambillah adab mereka, karena sesungguhnya hal itu lebih aku sukai daripada banyaknya hadits"
Sebagian mereka berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, Engkau mempelajari satu bab dari adab lebih aku sukai daripada engkau mempelajari 70 bab ilmu"
Makhlad bin Husain rahimahullah berkata kepada Ibnu Mubarok, "Kami lebih butuh kepada banyaknya adab daripada banyaknya ilmu"
Dikatakan kepada imam Syafi'i rahimahullah, "Bagaimanakah syahwat (ambisi)mu kepada adab?” Beliau menjawab, "Aku mendengarkan satu huruf dari belajar adab sesuatu yang belum pernah aku dengar, seluruh anggota badanku sangat ingin memiliki pendengaran agar dapat menikmatinya (tidak hanya telinga)." “Lalu bagaimana pencarianmu terhadapnya?” Ia menjawab : "Seperti seorang perempuan mencari anaknya yang hilang dan dia tidak memiliki anak yang lain"
Mengapa di majelis ilmu memiliki adab yang berbeda dibanding di tempat-tempat yang lainnya?
Pertama, Karena Allah mengangkat derajat orang beriman yang berilmu. Baik di dunia maupun di akhirat. Bayangkan, Allah yang meninggikan derajat, memuliakannya, menempatkannya di tempat terhormat. Oleh Allah sudah dimuliakan, masa oleh kita mau dihinakan? Memuliakan ahli ilmu, artinya memuliakan juga segala sesuatu yang berkaitan dengannya
"Allah mengangkat derajat-derajat orang-orang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu" (QS. Al-Mujadilah : 11)
Kedua, yang bersaksi atas keesaan Allah adalah Allah sendiri, lalu para malaikat, lalu para ahli ilmu. Dengan ilmul yaqin yang dimiliki oleh ahli ilmu ia mampu bersaksi atas keesaan Allah. Tentu saja sebagai saksi, memiliki posisi yang khusus di sisi Allah.
"Allah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Dia, dan para malaikat, dan para ahli ilmu..." (QS. Ali Imron : 18)
Ketiga, orang yang berilmu tentu saja berbeda dari orang yang tidak berilmu dalam segala halnya.
"Katakanlah, apakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?" (QS. Az-Zumar : 9)
Keempat, yang layak ditanya tentang berbagai hal
"Maka bertanyalah kepada ahli dzikir (ahli ilmu) jika kamu tidak tahu" (QS. Al-Anbiya : 7, An-Nahl : 43)
Kelima, yang mampu memahami dan mengambil pelajaran dari perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah SWT adalah orang yang berilmu
"Tidak ada yang mampu memahami/mengambil pelajaran darinya (perumpamaan-perumpamaan) kecuali orang-orang yang berilmu" (QS. Al-'Ankabut : 43)
Keenam, di dalam dada para ahli ilmu ada ayat-ayat Al-Qur'an (sebagai Al-Qur'an berjalan).
"Sebenarnya, dia adalah ayat-ayat yang jelas di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu" (QS. Al-'Ankabut : 49)
Ketujuh, yang paling takut kepada Allah adalah orang yang berilmu. Karena dengan ilmunya akan sampai kepada perasaan takut kepada Allah melebihi orang-orang yang tidak berilmu

"Hanyalah orang yang sangat takut kepada Allah adalah para ulama" (QS. Fathir : 28)
Kedelapan, orang yang berilmu adalah sebaik-baik makhluk.
Dalam surat Al-Bayyinah disebutkan bahwa makhluk yang terbaik adalah yang sangat takut (khosyyah) kepada Allah. Sedangkan dalam surat Fathir disebutkan bahwa yang sangat takut kepada Allah adalah para ulama. Maka kesimpulannya, sebaik-baik makhluk adalah para ulama.
Itulah ayat-ayat tentang keutamaan ilmu dan para ahlinya, yang secara otomatis menuntut sikap dan adab di majelisnya harus berbeda dari yang lainnya
Tiga Peran Ulama
Di dalam muqaddimah kitabnya juga, imam Ibnu Jama'ah menyebutkan satu hadits yang berisi tiga peran inti dari ulama atau para pemegang amanah ilmu Islam.
Hadits tersebut dikeluarkan oleh Imam Baihaqi dalam Sunannya, Abu Umar Ibnu Abdil Bar dalam muqaddimah kitab Tamhidnya, Al-Hafizh Al-Baghdadi dalam kitab Syarof Ashabil Hadits dengan 11 jalur, dan diriwayatkan dari imam Ahmad bahwa ia menshahihkannya, dari Ibnu Mas’ud ra, 
يَحْمِلَ هذَا الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلْفٍ عُدُوْلُهُ يَنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ 
“Membawa ilmu ini dari setiap generasi, orang-orang yang dipercaya darinya, mereka melenyapkan dari ilmu itu penyelewengan orang-orang yang ghuluw (melampau batas), klaim para pendusta dan ta’wil orang-orang yang jahil.”
Dengan ilmu Islam yang kokoh yang dibawa oleh pemegangnya yang amanah, ia berusaha menyingkirkan tiga penyimpangan yang merusak agama
1.  Penyelewengan orang-orang yang melampaui batas. Mereka adalah para ahli bid'ah baik dalam akidah maupun ibadah. Yang merubah-rubah ajaran, menambah dan mengurangi yang sudah ditetapkan.

2.  Klaim para pendusta yang memalsukan hadits, membawa riwayat dan ajaran yang palsu

3.  Penafsiran orang-orang bodoh terhadap nash-nash syariat, memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits tanpa dasar ilmu.
Ulama seperti apakah yang berhak menyandang berbagai keutamaan tersebut?
Penulis menyebutkan bahwa semua kemuliaan ilmu dan ahli ilmu yang disebutkan dalam berbagai ayat dan hadits hanyalah diperuntukkan bagi orang yang ikhlas berharap keridhoan dan wajah Allah baik dalam belajar atau mengajarkan ilmu, yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, dan mengamalkan ilmunya.
Bukan bagi mereka yang menjadikan ilmunya untuk keuntungan dunia. Maka berhati-hatilah dalam belajar, periksa lagi niatnya, apakah dengan belajar hanya ingin dapat ijazah, sanad, pekerjaan, harta, kedudukan, jabatan, naik pangkat, popularitas, dsb.. Dalam hadits shahih diperingatkan secara keras, jika untuk semua itu ilmu dipelajari maka ia tidak akan dapat mencium aroma surga. Bayangkan, jangan masuk ke dalam surga, mencium aromanya saja tidak dapat! Na'udzu billah..
Ini juga yang membedakan antara ulama akhirat dan ulama dunia. Ulama akhirat tidak pernah memiliki rasa dengki terhadap yang lain, tidak pernah merasa kiprah, peran dan amalnya diambil orang, karena Allah telah membaginya. Dan tidak pernah berkelahi dan berebut, karena surga itu terlalu luas untuk diperebutkan. Tidak perlu berebut, karena setiap orang mendapat bagian yang sangat banyak.
Berbeda dengan ulama dunia yang selalu berkelahi dan berebut, karena mereka memperebutkan dunia yang sempit. Sebagaimana dijelaskan oleh iman Ibnul Jauzi dalam kitab beliau, Shaidul Khotir.
Bagi yang ingin mengikuti audio kajiannya silahkan di sini

1 komentar:

  1. saya ucapkan jazakallah khairan (semoga Allah membalas atas kebaikanmu)...saya bisa ikut belajar dalam kitab "Tadzkiratus Sami wal Mutakallimi adab Alim wa Muta'alim ini...

    BalasHapus