Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ baik Al-Qur’an yang makna dan lafazhnya dari Allah,
maupun Hadits yang maknanya dari Allah dan lafazhnya dari Nabi ﷺ, keduanya adalah ilmu yang agung, bahkan sumber segala
ilmu.
Para ulama sepakat bahwa Al-Qur’an dan Hadits
kedua-duanya adalah wahyu dari Allah, tanpa dibeda-bedakan dalam kedudukannya
sebagai wahyu. Hal ini tidak diragukan lagi sebagaimana firman Allah ﷻ
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوْحَى
“Dan tidaklah ia (Muhammad) berbicara
berdasarkan hawa nafsu. Tidak lain dia itu selain wahyu yang diberikan.” (QS.
Thaha : 3-4).
Rasulullah ﷺ
menyanggah orang yang hanya menerima Al-Qur’an saja tanpa mau menerima
hadits, padahal hadits juga merupakan wahyu yang sama dengan Al-Qur’an, beliau
bersabda,
أَلَا إِنِّي أُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
“Ketahuilah! Sesungguhnya aku diberi Al-Qur’an dan yang
semisal dengannya bersamanya (Sunnah)” (HR. Thabrani).[1]
Hanya saja, dari segi kadar kemukjizatan, Al-Qur’an lebih
tinggi kadar kemukjizatannya. Karena makna dan lafazhnya langsung dari Allah,
setiap gaya bahasa, susunan kalimat, kata dan hurufnya mengandung kemukjizatan
dari berbagai seginya. Adapun hadits, disamping kebenaran maknanya yang tidak
diragukan lagi, susunan redaksinya tidak seperti Al-Qur’an, meskipun Rasulullah
ﷺ diberikan Jawami’ul Kalim (kata-kata
ringkas tetapi mengandung makna luas).
Imam As-Suyuthi rahimahullah
dalam kitab beliau Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, yang merupakan kitab
induk dalam ilmu Ulumul Qur’an, menulis satu pembahasan yang sangat menarik
yang saya tidak dapatkan di kitab lain, yaitu tentang “Ilmu-ilmu yang
diistinbat dari Al-Qur’an”.
Dalam pembahasan tersebut, beliau mengemukakan dua ayat
yang menegaskan bahwa Al-Qur’an itu menjelaskan segala sesuatu, tidak ada satu
halpun yang luput dari pembahasan di dalam Al-Qur’an.
Allah ﷻ berfirman,
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu kitab sebagai
penjelasan bagi segala sesuatu” (QS. An-Nahl : 89).
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
“Tidaklah Kami luput di dalam kitab (Al-Qur’an) sesuatu
pun” (QS. Al-An’am : 38)
Ibnu Mas’ud berkata, “Siapa yang menginginkan ilmu
hendaklah ia cari di dalam Al-Qur’an. Karena di dalamnya terdapat berita
orang-orang terdahulu dan orang-orang yang datang kemudian”. Imam
Al-Baihaqi menjelaskan, “maksudnya adalah dasar-dasar ilmu”.
Seluruh sunnah dan hadits dari Nabi ﷺ tidak akan keluar dari makna yang ditunjuki di dalam
Al-Qur’an. Imam Syafi’i rahimahullah berkata : “Seluruh yang dikatakan
oleh umat (ulama) adalah syarah (penjelasan) bagi sunnah, seluruh sunnah adalah
syarah bagi Al-Qur’an.” Beliau juga berkata : “Seluruh hukum yang diputuskan
oleh Nabi ﷺ merupakan apa yang dipahaminya dari
Al-Qur’an.” Ini juga dikuatkan oleh sabda Nabi ﷺ : “Sesungguhnya
aku tidak menghalalkan kecuali yang dihalalkan oleh Allah dan aku tidak
mengharamkan kecuali apa yang diharamkan oleh Allah di dalam kitab-Nya.” (HR.
Syafi’i)[2]
Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata : “Tidak ada
suatu hadits pun yang sampai kepadaku dalam bentuknya, kecuali aku dapatkan mishdaq
(dasar pembenaran)nya di dalam kitab Allah.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata : "Apabila
aku beritahukan kepada kalian suatu hadits, aku beritahukan kepada kalian dasar
pembenarannya dari kitab Allah ﷻ”
Seluruh masalah yang dihadapi oleh manusia pasti ada
petunjuk jawabannya di dalam Al-Qur’an. Imam Syafi’i rahimahullah berkata
:
فَلَيْسَتْ تَنْزِلُ بِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ دِيْنِ اللهِ نَازِلَةٌ إِلَّا
وَفِي كِتَابِ اللهِ الدَّلِيْلُ عَلَى سَبِيْلِ الْهُدَى فِيْهَا
“Tidak ada suatu peristiwa/kasus yang
menimpa seseorang dari pemeluk agama Allah kecuali di dalam kitab Allah
terdapat dalil yang memberi jalan petunjuk padanya.” [3]
Ibnu Abil Fadhl Al-Murossi di dalam tafsirnya berkata :
“Al-Qur’an mengumpulkan ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang yang datang
kemudian, dimana tidak ada suatu hakikat ilmu pun kecuali Al-Qur’an
membicarakannya. Kemudian Rasulullah ﷺ meraih apa yang
Allah simpan di dalamnya. Kemudian sebagian besarnya diwarisi oleh pembesar
sahabat dan tokoh-tokohnya seperti khalifah yang empat, Ibnu Mas’ud dan Ibnu
Abbas. Sampai Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata : “Kalaulah tali
kekang untaku hilang, niscaya aku dapatkan di dalam kitab Allah.”
Oleh karena itu, ilmu apapun yang didapatkan oleh manusia
di alam semesta ini, pasti ada dasarnya di dalam Al-Qur’an. Maka tepatlah jika
dikatakan, Al-Qur’an adalah sumber segala ilmu. Atau, wahyu adalah sumber
segala ilmu. Karena hadits-hadits Rasulullah ﷺ pun demikian,
dapat digali berbagai ilmu darinya.
Ibnu Suraqah meriwayatkan di dalam kitab “Al-I’jaz” dari
Abu Bakar bin Mujahid bahwa ia berkata : “Tidak ada suatu apapun di alam
semesta, kecuali ia terdapat di dalam kitab Allah”.
Ulama lainnya juga berkata : “Tidak ada suatu apapun,
kecuali dimungkinkan untuk disimpulkan dari Al-Qur’an bagi orang yang diberi
pemahaman oleh Allah, hingga sebagian mereka menyimpulkan umur Nabi ﷺ 63 tahun dari firman Allah di dalam surat Al-Munafiqun,
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا
“Dan Allah tidak akan pernah menunda satu
jiwa apabila telah datang ajalnya.” (QS. Al-Munafiqun : 11).
Karena surat Al-Munafiqun tersebut adalah surat ke-63,
dan disebutkan setelahnya surat At-Tagabun (ditampakkan kesalahan-kesalahan),
agar ditampakkan kesalahan-kesalahan setelah beliau tidak ada.[4]
Setelah itu imam As-Suyuthi menyebutkan ilmu-ilmu yang
diistinbat dari Al-Qur’an, misalnya ilmu arsitektur yang diistinbat dari ayat, “Pergilah
kalian kepada naungan yang mempunyai tiga cabang”. (QS. Al-Mursalat : 30),
ilmu pertanian dari ayat, “Apakah kalian tidak memperhatikan apa yang kalian
tanam..” (QS. Al-Waqi’ah : 63), ilmu batu dari ayat, “Dan kalian memahat
gunung-gunung menjadi rumah-rumah.” (QS. Asy-Syu’aro : 149), dan lain
sebagainya.
Di akhirnya beliau menyimpulkan, “Aku katakan, kitab
Allah yang mulia itu mencakup segala sesuatu. Adapun macam-macam ilmu, tidak
ada suatu bab dan juga suatu masalah yang merupakan dasarnya kecuali ada di
dalam Al-Qur’an yang menunjukkan kepadanya.” Setelah itu beliau kembali
merinci apa saja yang terkandung di dalam Al-Qur’an.
Dengan demikian, alangkah ruginya orang yang hanya sibuk
dengan ilmu-ilmu yang dicapai oleh manusia, tetapi tidak mengkaji dan mendalami
apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, padahal keduanya merupakan sumber
segala ilmu. Kita akan meraih banyak ilmu yang kita pahami dari keduanya.
Bahkan, ilmu-ilmu yang telah dicapai oleh manusia pada zaman ini, satu persatu
akan tersingkap bahwa ilmu tersebut menjadi bukti kebenaran Al-Qur’an. Ilmu
yang baru ditemukan oleh manusia itu, ternyata telah ada petunjuk dan
isyaratnya di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Maka, teruslah mendalami Al-Qur’an
dan Sunnah, kita tidak akan ketinggalan zaman. Dari keduanya akan selalu ada ilmu baru yang
ditemukan. Bukan sekedar ilmu, tapi ilmu yang lebih unggul di dalam memberikan
kemaslahatan dalam kehidupan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar