Sabtu, 16 Maret 2019

Wahyu adalah Sumber Segala Ilmu

Oleh : Muhammad Atim

Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad baik Al-Qur’an yang makna dan lafazhnya dari Allah, maupun Hadits yang maknanya dari Allah dan lafazhnya dari Nabi , keduanya adalah ilmu yang agung, bahkan sumber segala ilmu.
Para ulama sepakat bahwa Al-Qur’an dan Hadits kedua-duanya adalah wahyu dari Allah, tanpa dibeda-bedakan dalam kedudukannya sebagai wahyu. Hal ini tidak diragukan lagi sebagaimana firman Allah  
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوْحَى
“Dan tidaklah ia (Muhammad) berbicara berdasarkan hawa nafsu. Tidak lain dia itu selain wahyu yang diberikan.” (QS. Thaha : 3-4).
Rasulullah menyanggah orang yang hanya menerima Al-Qur’an saja tanpa mau menerima hadits, padahal hadits juga merupakan wahyu yang sama dengan Al-Qur’an, beliau bersabda,
أَلَا إِنِّي أُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
“Ketahuilah! Sesungguhnya aku diberi Al-Qur’an dan yang semisal dengannya bersamanya (Sunnah)” (HR. Thabrani).[1]
Hanya saja, dari segi kadar kemukjizatan, Al-Qur’an lebih tinggi kadar kemukjizatannya. Karena makna dan lafazhnya langsung dari Allah, setiap gaya bahasa, susunan kalimat, kata dan hurufnya mengandung kemukjizatan dari berbagai seginya. Adapun hadits, disamping kebenaran maknanya yang tidak diragukan lagi, susunan redaksinya tidak seperti Al-Qur’an, meskipun Rasulullah diberikan Jawami’ul Kalim (kata-kata ringkas tetapi mengandung makna luas).
 Imam As-Suyuthi rahimahullah dalam kitab beliau Al-Itqan fi ‘Ulumil Qur’an, yang merupakan kitab induk dalam ilmu Ulumul Qur’an, menulis satu pembahasan yang sangat menarik yang saya tidak dapatkan di kitab lain, yaitu tentang “Ilmu-ilmu yang diistinbat dari Al-Qur’an”.
Dalam pembahasan tersebut, beliau mengemukakan dua ayat yang menegaskan bahwa Al-Qur’an itu menjelaskan segala sesuatu, tidak ada satu halpun yang luput dari pembahasan di dalam Al-Qur’an.
Allah berfirman,
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu kitab sebagai penjelasan bagi segala sesuatu” (QS. An-Nahl : 89).
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
“Tidaklah Kami luput di dalam kitab (Al-Qur’an) sesuatu pun” (QS. Al-An’am : 38)
Ibnu Mas’ud berkata, “Siapa yang menginginkan ilmu hendaklah ia cari di dalam Al-Qur’an. Karena di dalamnya terdapat berita orang-orang terdahulu dan orang-orang yang datang kemudian”. Imam Al-Baihaqi menjelaskan, “maksudnya adalah dasar-dasar ilmu”.
Seluruh sunnah dan hadits dari Nabi tidak akan keluar dari makna yang ditunjuki di dalam Al-Qur’an. Imam Syafi’i rahimahullah berkata : “Seluruh yang dikatakan oleh umat (ulama) adalah syarah (penjelasan) bagi sunnah, seluruh sunnah adalah syarah bagi Al-Qur’an.” Beliau juga berkata : “Seluruh hukum yang diputuskan oleh Nabi merupakan apa yang dipahaminya dari Al-Qur’an.” Ini juga dikuatkan oleh sabda Nabi : “Sesungguhnya aku tidak menghalalkan kecuali yang dihalalkan oleh Allah dan aku tidak mengharamkan kecuali apa yang diharamkan oleh Allah di dalam kitab-Nya.” (HR. Syafi’i)[2]
Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata : “Tidak ada suatu hadits pun yang sampai kepadaku dalam bentuknya, kecuali aku dapatkan mishdaq (dasar pembenaran)nya di dalam kitab Allah.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata : "Apabila aku beritahukan kepada kalian suatu hadits, aku beritahukan kepada kalian dasar pembenarannya dari kitab Allah
Seluruh masalah yang dihadapi oleh manusia pasti ada petunjuk jawabannya di dalam Al-Qur’an. Imam Syafi’i rahimahullah berkata :
فَلَيْسَتْ تَنْزِلُ بِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ دِيْنِ اللهِ نَازِلَةٌ إِلَّا وَفِي كِتَابِ اللهِ الدَّلِيْلُ عَلَى سَبِيْلِ الْهُدَى فِيْهَا
“Tidak ada suatu peristiwa/kasus yang menimpa seseorang dari pemeluk agama Allah kecuali di dalam kitab Allah terdapat dalil yang memberi jalan petunjuk padanya.” [3]
Ibnu Abil Fadhl Al-Murossi di dalam tafsirnya berkata : “Al-Qur’an mengumpulkan ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang yang datang kemudian, dimana tidak ada suatu hakikat ilmu pun kecuali Al-Qur’an membicarakannya. Kemudian Rasulullah meraih apa yang Allah simpan di dalamnya. Kemudian sebagian besarnya diwarisi oleh pembesar sahabat dan tokoh-tokohnya seperti khalifah yang empat, Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas. Sampai Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata : “Kalaulah tali kekang untaku hilang, niscaya aku dapatkan di dalam kitab Allah.”
Oleh karena itu, ilmu apapun yang didapatkan oleh manusia di alam semesta ini, pasti ada dasarnya di dalam Al-Qur’an. Maka tepatlah jika dikatakan, Al-Qur’an adalah sumber segala ilmu. Atau, wahyu adalah sumber segala ilmu. Karena hadits-hadits Rasulullah pun demikian, dapat digali berbagai ilmu darinya.
Ibnu Suraqah meriwayatkan di dalam kitab “Al-I’jaz” dari Abu Bakar bin Mujahid bahwa ia berkata : “Tidak ada suatu apapun di alam semesta, kecuali ia terdapat di dalam kitab Allah”.
Ulama lainnya juga berkata : “Tidak ada suatu apapun, kecuali dimungkinkan untuk disimpulkan dari Al-Qur’an bagi orang yang diberi pemahaman oleh Allah, hingga sebagian mereka menyimpulkan umur Nabi 63 tahun dari firman Allah di dalam surat Al-Munafiqun,
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا
“Dan Allah tidak akan pernah menunda satu jiwa apabila telah datang ajalnya.” (QS. Al-Munafiqun : 11).
Karena surat Al-Munafiqun tersebut adalah surat ke-63, dan disebutkan setelahnya surat At-Tagabun (ditampakkan kesalahan-kesalahan), agar ditampakkan kesalahan-kesalahan setelah beliau tidak ada.[4]
Setelah itu imam As-Suyuthi menyebutkan ilmu-ilmu yang diistinbat dari Al-Qur’an, misalnya ilmu arsitektur yang diistinbat dari ayat, “Pergilah kalian kepada naungan yang mempunyai tiga cabang”. (QS. Al-Mursalat : 30), ilmu pertanian dari ayat, “Apakah kalian tidak memperhatikan apa yang kalian tanam..” (QS. Al-Waqi’ah : 63), ilmu batu dari ayat, “Dan kalian memahat gunung-gunung menjadi rumah-rumah.” (QS. Asy-Syu’aro : 149), dan lain sebagainya.
Di akhirnya beliau menyimpulkan, “Aku katakan, kitab Allah yang mulia itu mencakup segala sesuatu. Adapun macam-macam ilmu, tidak ada suatu bab dan juga suatu masalah yang merupakan dasarnya kecuali ada di dalam Al-Qur’an yang menunjukkan kepadanya.” Setelah itu beliau kembali merinci apa saja yang terkandung di dalam Al-Qur’an.
Dengan demikian, alangkah ruginya orang yang hanya sibuk dengan ilmu-ilmu yang dicapai oleh manusia, tetapi tidak mengkaji dan mendalami apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, padahal keduanya merupakan sumber segala ilmu. Kita akan meraih banyak ilmu yang kita pahami dari keduanya. Bahkan, ilmu-ilmu yang telah dicapai oleh manusia pada zaman ini, satu persatu akan tersingkap bahwa ilmu tersebut menjadi bukti kebenaran Al-Qur’an. Ilmu yang baru ditemukan oleh manusia itu, ternyata telah ada petunjuk dan isyaratnya di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Maka, teruslah mendalami Al-Qur’an dan Sunnah, kita tidak akan ketinggalan zaman. Dari  keduanya akan selalu ada ilmu baru yang ditemukan. Bukan sekedar ilmu, tapi ilmu yang lebih unggul di dalam memberikan kemaslahatan dalam kehidupan ini.  


[1] Sulaiman bin Ahmad Ath-Thabrani, Musnad Asy-Syamiyyin, no. 1039
[2] Musnad Asy-Syafi’i no.111
[3] Imam Asy-Syafi’i, Ar-Risalah, Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, hal.20
[4] Lihat As-Suyuthi, Al-Itqon fi ‘Ulumil Qur’an, Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, hal.494-495

Tidak ada komentar:

Posting Komentar