Muhammad Atim
Kita sebagai orang Indonesia
mengapa mesti mempelajari bahasa Arab? Mengapa tidak cukup mempelajari bahasa
tanah air kita saja, apakah tidak bangga dengan bahasa tanah air sendiri? Emangya
mau jadi orang Arab? Ko mau-maunya repot-repot mempelajari bahasa bangsa lain? Bukanah
ini sebuah hegemoni atau penjajahan dari bangsa lain?
Saudaraku, tidak salah kita
mencintai tanah air dan bahasa tanah air kita sendiri. Karena ia adalah bahasa
bangsa yang kita ditakdirkan menjadi bagian darinya. Tetapi, hal itu bukan
berarti harus menjadi penghalang untuk mempelajari bahasa Arab. Membelajari bahasa
bangsa lain tidak bertentangan dengan kecintaan kita terhadap bahasa bangsa
sendri, justru dengan banyaknya bahasa yang kita kuasai menjadikan pergaulan
kita lebih luas, dan dapat saling mengenal antara satu bangsa dengan lainnya,
dan menjadi faktor penting untuk menciptakan pedamaian dunia.
Sebagai umat Islam, kita tentu
mengetahui bahwa sumber ajaran kita adalah Al-Qur’an dan Sunnah yang
menggunakan bahasa Arab. Jika kita beriman bahwa Islam adalah jalan keselamatan
dan siap untuk berpegang teguh kepadanya, maka menjadi keharusan bagi kita
untuk mempelajari bahasa Arab. Karena mustahil seorang muslim dapat memahami
ajaran Islam secara mendalam tanpa bahasa Arab. Allah telah memilih bahasa Arab
ini dari berbagai bahasa di muka bumi sebagai bahasa untuk wahyu-Nya yang
terakhir dan mengutus nabi-Nya dari kalangan orang Arab. Allah Maha Tahu, Maha
Bijaksana, tidak ada yang sia-sia segala apa yang Ia tentukan dan Ia pilih,
semua berdasarkan ilmu dan kebesaran-Nya. Jika kita yakin atas pilihan-Nya,
maka tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali menerimanya tanpa ragu seraya
berserah diri kepada-Nya, sebagai bentuk keislaman kita. Hal inilah yang
menjadikan bahasa Arab menjadi istimewa di dalam diri umat Islam, karena Allah
telah memilihkannya sebagai bahasa agama mereka. Maka, posisi bahasa Arab
menjadi terangkat derajatnya, yang tadinya hanya sebagai bahasa kebangsaan bagi
orang-orang Arab, menjadi bahasa kaum muslimin di seluruh permukaan bumi. Hal inilah
yang membuat banyak negeri yang sebelum masuk Islam mereka memiliki bahasa
kebangsaan sendiri, tetapi setelah mereka masuk Islam mereka merubah bahasa
kebangsaannya menjadi bahasa Arab, seperti Mauritania (Syinqith), Sudan,
Somalia, Mesir di kawasan Afrika dan Syam yang meliputi Palestina, Suriah,
Yordania dan Libanon, dan negeri-negeri lainnya. Oleh karena itu, kita belajar
bahasa Arab bukan didorong oleh kebangsaan orang Arab, tetapi karena tuntutan
agama kita, karena Islam tidak bisa dipisahkan dengan bahasa Arab. Al-Qur’an
dan Sunnah, dan bahasa yang kita gunakan dalam ibadah seperti adzan, iqomah,
shalat, doa-doa yang ma’tsur dari nabi, tidak bisa digantikan dengan bahasa
lain.
Allah memilih bahasa Arab ini tentu
menunjukkan bahasa Arab memiliki banyak keistimewaan dibanding bahasa lainnya. Ia
menegaskan bahwa wahyu yang Ia turunkan adalah dengan bahasa Arab, agar kita
mau memahaminya, memiliki akal yang cerdas.
إِنَّا
أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan
Al-Qur’an dengan bahasa Arab agar kalian memahaminya/berakal cerdas.” (QS. Yusuf : 2).
Imam Ibnu katsir rahimahullah
ketika menafsirkan ayat ini beliau mengemukakan keistimewaan bahasa Arab,
وَذلِكَ لِأَنَّ
لُغَةَ الْعَرَبِ أَفْصَحُ اللُّغَاتِ وَأَبْيَنُهَا وَأَوْسَعُهَا ، وَأَكْثَرُهَا
تَأْدِيَةً لِلْمَعَانِي الَّتِي تَقُوْمُ بِالنُّفُوْسِ; فَلِهَذَا أَنْزَلَ أَشْرَفَ
الْكُتُبِ بِأَشْرَفِ اللُّغَاتِ ، عَلَى أَشْرَفِ الرُّسُلِ ، بِسَفَارَةِ أَشْرَفِ
الْمَلَائِكَةِ ، وَكَانَ ذلِكَ فِي أَشْرَفِ بِقَاعِ الْأَرْضِ ، وَابْتَدَئَ إِنْزَالَهُ
فِي أَشْرَفِ شُهُوْرِ السَّنَةِ وَهُوَ رَمَضَانُ ، فَكَمَّلَ مِنْ كُلِّ الْوُجُوْهِ
“Hal itu karena bahasa Arab adalah
bahasa yang paling fasih dari semua bahasa, paling jelas, paling luas, dan
paling kaya dalam mengungkapkan makna-makna yang membekas pada jiwa. Oleh
karena itu, Dia telah menurunkan kitab paling mulia dengan bahasa paling mulia,
kepada rasul paling mulia, melalui utusan malaikat paling mulia, diturunkan di
wilayah bumi paling mulia, turunnya diawali di bulan paling mulia sepanjang
tahun yaitu bulan Ramadhan, Allah SWT telah memberikan kesempurnaan padanya
dalam semua seginya”. (Ibnu Katsir, Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Azhim, (KSA : Dar Thayyibah, 1999), Jilid 4, hal. 365-366).
Ibnu Jinni menyebutkan keistimewaan
bahasa Arab itu terletak pada tiga segi,
تَتَمَيَّزُ الْعَرَبِيَّةُ
عَنْ غَيْرِهَا مِنَ اللُّغَاتِ بِبَلَاغَتِهَا وَكَثْرَةِ مُفْرَدَاتِهَا وَتَنَوُّعِ
أَسَالِيْبِهَا
“Bahasa Arab itu memiliki
keistimewaan dari bahasa lainnya dengan ke-balaghah-annya, banyaknya kosa kata
dan beragamnya gaya pengungkapannya.”
Balaghah itu artinya adalah pesan
yang disampaikan kepada lawan bicara diterima secara efektif dan mengena, tercapainya
maksud dan tujuan dari disampaikannya pesan tersebut, ada kesan keindahan, dan
ada kerapihan dan ketelitian dalam susunan kalimatnya. Sehingga ini menjadi satu
bidang ilmu tersendiri dalam bahasa Arab yang disebut ilmu Balaghah. Dengan ilmu
inilah Al-Qur’an dapat disingkap kemu’jizatannya. Banyaknya kosa kata dalam
bahasa Arab menunjukkan bahasa Arab adalah bahasa yang paling kaya. Sehingga ada
suatu bidang, yaitu ilmu Tashrif yang mempelajari pecahan kata, dari satu kata
bisa berpecah dan membentuk kata-kata lain yang sangat banyak. Gaya pengungkapan
(uslub) di dalam bahasa Arab juga sangat banyak, dan ini juga merupakan
pembahasan yang luas di dalam ilmu Balaghah, yang membuat pembicara mampu
mengungkapkan maksud dan tujuan pesan yang disampaikan dengan berbagai cara. Selain
itu, keteraturan kalimat dalam bahasa Arab dapat diketahui melalui ilmu Nahwu.
Karena Islam tidak bisa dipisahkan
dari bahasa Arab, maka menjadi konsekwensi logis ketika kita diwajibkan untuk
memahami Islam dan memahami Islam tidak bisa tercapai kecuali melalui bahasa
Arab, maka mempelajari bahasa Arab menjadi wajib hukumnya. Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
menguraikan,
فَإِنَّ نَفْسَ
اللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ مِنَ الدِّيْنِ، وَمَعْرِفَتُهَا فَرْضٌ وَاجِبٌ، فَإِنَّ
فَهْمَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ فَرْضٌ، وَﻻَ يُفْهَمُ إِلَّا بِفَهْمِ اللُّغَةِ
الْعَرَبِيَّةِ، وَمَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Sesungguhnya jiwa bahasa Arab
adalah bagian dari agama, mempelajarinya merupakan kewajiban, karena
sesungguhnya memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah itu adalah kewajiban, dan
keduanya tidak bisa dipahami kecuali dengan bahasa Arab. Sesuatu yang menjadi
wasilah dapat terlaksananya suatu kewajiban adalah juga termasuk wajib.” (Ibnu Taimiyyah, Iqtidha Ash-Shirat Al-Mustaqim, (Riyadh : Maktabah
Ar-Rusyd, tt), Jilid 1, hal. 469)
Dan ini menjadi kaidah yang sudah
dikenal di dalam ilmu Ushul fiqih,
وَمَا لَا يَتِمُّ
الْوَاجِبُ إِلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Sesuatu yang menjadi wasilah dapat
terlaksananya suatu kewajiban adalah juga termasuk wajib.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar