Petunjuk Rasulullah ﷺ dalam Ibadah
Kajian Fiqih Pilihan dari Ringkasan Zadul Ma'ad
Petunjuk Rasulullah ﷺ dalam Shalat (1)
Takbiratul Ihram, Membaca Iftitah, Al-Fatihah dan Surat
Rasulullah ﷺ apabila
berdiri untuk shalat beliau mengucapkan "Allahu Akbar"[1],
beliau tidak mengucapkan apapun sebelumnya, dan tidak melafalkan niat.
Beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir
dalam keadaan jari-jarinya dipanjangkan/dibukakan[2],
dengan kondisi seperti itu (tangannya) menghadap kiblat sampai batas ujung
telinga, diriwayatkan juga sampai kedua bahunya. Kemudian meletakkan tangan
kanannya di atas punggung tangan kirinya.
Kadang beliau melakukan iftitah dengan doa,
اللّهُمَّ
بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ، اللّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ
الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ
وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
"Ya Allah, jauhkanlah antaraku dan antara dosa-dosaku
sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah,
bersihkanlah aku dari dosa-dosaku sebagaimana dibersihkannya baju putih dari
kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, salju dan embun.."[3]
Kadang beliau berdoa,
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ حَنِيفًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي،
وَنُسُكِي، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، اللهُمَّ أَنْتَ
الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي، وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ
نَفْسِي، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا، إِنَّهُ لَا
يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا
يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ
عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي
يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ
وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
“Aku
hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai muslim
yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku,
sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta
alam. Tidak ada sekutu bagiNya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintahNya,
dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha
Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau
dan Maha Terpuji. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah
menzhalimi diriku sendiri dan akui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah
dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni segala dosa
melainkan Engkau. Tunjukilah aku akhlak yang paling terbaik. Tidak ada yang
dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Jauhkanlah akhlak yang buruk
dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan
hanya Engkau. Aka aku patuhi segala perintah-Mu, dan akan aku tolong agama-Mu.
Segala kebaikan berada di tangan-Mu. Sedangkan keburukan tidak datang dari Mu.
Orang yang tidak tersesat hanyalah orang yang Engkau beri petunjuk. Aku
berpegang teguh dengan-Mu dan kepada-Mu. Tidak ada keberhasilan dan jalan
keluar kecuali dari Mu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampunan
dariMu dan aku bertobat kepadaMu”[4]
Tetapi dalam riwayat yang terjaga, bahwa doa iftitah
tersebut dibaca oleh beliau dalam shalat malam.
Ashabus Sunan[5]
menyebutkan bahwa beliau berdoa dalam iftitahnya,
سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ
اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلهَ غَيْرُكَ
“Mahasuci Engkau ya Allah, dan dengan
ke-mahaterpujian-Mu, keberkahan nama-Mu, ketinggian kemuliaanmu, dan tidak ada
tuhan selain-Mu”
Shahih dari Umar bahwa ia membaca doa ifititah tersebut
di tempat Nabi dengan menjaharkannya dan mengajarkannya kepada orang-orang.
Setelah itu beliau mengucapkan,
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Aku
berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk”
Beliau terkadang
menjaharkan (menyaringkan) bacaan,
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang”
Dan terkadang men-sir-kannya (menyembunyikan suaranya).
Kemudian beliau membaca Al-Fatihah dengan cara berhenti
di setiap ayat dan memanjangkan suaranya pada akhir ayat tersebut.
Jika telah selesai dari membaca Al-Fatihah – khususnya
dalam shalat jahar- beliau menjaharkan ucapan “Aamiin” dan mengeraskan
suaranya, dan orang yang di belakangnya juga mengucapkannya.
Beliau melakukan dua saktah (diam sejenak). Yaitu
diam setelah Takbiratul Ihram dan diam setelah membaca Al-Fatihah.
Kemudian beliau memulai membaca surat, terkadang beliau
memanjangkannya dan terkadang beliau memendekkannya karena suatu kondisi berupa
safar atau yang lainnya. Dan kebanyakannya beliau membaca secara pertengahan.
Bacaan beliau di dalam shalat Fajar (Shubuh) lebih panjang dari shalat yang
lainnya. Beliau shalat shubuh pada hari Jum’at dengan membaca surat As-Sajdah
dan surat Al-Insan, karena kedua surat tersebut mengandung penyebutan permulaan
ciptaan dan hari kembali, penciptaan Adam, masuk surga dan neraka dan yang
lainnya, dan hal tersebut menjadi pengingat bagi umat dengan
peristiwa-peristiwa pada hari Jum’at tersebut, sebagaimana juga beliau membaca surat
Qaf dan Al-Qamar serta Al-A’la dan Al-Ghasyiyah pada perkumpulan-perkumpulan
yang besar seperti shalat ‘Id dan shalat Jum’at.
Beliau tidak mengkhususkan suatu surat di dalam shalat yang
beliau tidak membaca kecuali surat tersebut, kecuali dalam shalat Jum’at dan shalat
dua ‘Id. Adapun dalam shalat-shalat yang lainnya, sungguh Abu Dawud dari hadits
Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa ia berkata, “Tidaklah dari surat-surat
Mufashshol baik surat pendek maupun panjang, kecuali aku pernah mendengar Rasulullah
ﷺ mengimami dengannya pada shalat wajib.
Beliau lebih memanjangkan bacaan di rakaat pertama dibanding
dengan rakaat kedua. Apabila beliau selesai membaca surat, beliau diam sejenak seukuran
kembalinya nafas beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar