Minggu, 17 Maret 2019

Petunjuk Rasulullah ﷺ dalam Shalat (1)






Petunjuk Rasulullah dalam Ibadah
Kajian Fiqih Pilihan dari Ringkasan Zadul Ma'ad


Petunjuk Rasulullah dalam Shalat (1)





Takbiratul Ihram, Membaca Iftitah, Al-Fatihah dan Surat


Rasulullah apabila berdiri untuk shalat beliau mengucapkan "Allahu Akbar"[1], beliau tidak mengucapkan apapun sebelumnya, dan tidak melafalkan niat.
Beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir dalam keadaan jari-jarinya dipanjangkan/dibukakan[2], dengan kondisi seperti itu (tangannya) menghadap kiblat sampai batas ujung telinga, diriwayatkan juga sampai kedua bahunya. Kemudian meletakkan tangan kanannya di atas punggung tangan kirinya.
Kadang beliau melakukan iftitah dengan doa,
 اللّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
"Ya Allah, jauhkanlah antaraku dan antara dosa-dosaku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari dosa-dosaku sebagaimana dibersihkannya baju putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, salju dan embun.."[3]
Kadang beliau berdoa,
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي، وَنُسُكِي، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، اللهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي، وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ 
Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai muslim yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau dan Maha Terpuji. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah menzhalimi diriku sendiri dan akui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Tunjukilah aku akhlak yang paling terbaik. Tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau. Aka aku patuhi segala perintah-Mu, dan akan aku tolong agama-Mu. Segala kebaikan berada di tangan-Mu. Sedangkan keburukan tidak datang dari Mu. Orang yang tidak tersesat hanyalah orang yang Engkau beri petunjuk. Aku berpegang teguh dengan-Mu dan kepada-Mu. Tidak ada keberhasilan dan jalan keluar kecuali dari Mu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampunan dariMu dan aku bertobat kepadaMu[4]
Tetapi dalam riwayat yang terjaga, bahwa doa iftitah tersebut dibaca oleh beliau dalam shalat malam.
Ashabus Sunan[5] menyebutkan bahwa beliau berdoa dalam iftitahnya,
سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلهَ غَيْرُكَ
Mahasuci Engkau ya Allah, dan dengan ke-mahaterpujian-Mu, keberkahan nama-Mu, ketinggian kemuliaanmu, dan tidak ada tuhan selain-Mu”
Shahih dari Umar bahwa ia membaca doa ifititah tersebut di tempat Nabi dengan menjaharkannya dan mengajarkannya kepada orang-orang.
Setelah itu beliau mengucapkan,
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Aku berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk”
Beliau terkadang menjaharkan (menyaringkan) bacaan,
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang”
Dan terkadang men-sir-kannya (menyembunyikan suaranya).
Kemudian beliau membaca Al-Fatihah dengan cara berhenti di setiap ayat dan memanjangkan suaranya pada akhir ayat tersebut.
Jika telah selesai dari membaca Al-Fatihah – khususnya dalam shalat jahar- beliau menjaharkan ucapan “Aamiin” dan mengeraskan suaranya, dan orang yang di belakangnya juga mengucapkannya.
Beliau melakukan dua saktah (diam sejenak). Yaitu diam setelah Takbiratul Ihram dan diam setelah membaca Al-Fatihah.
Kemudian beliau memulai membaca surat, terkadang beliau memanjangkannya dan terkadang beliau memendekkannya karena suatu kondisi berupa safar atau yang lainnya. Dan kebanyakannya beliau membaca secara pertengahan. Bacaan beliau di dalam shalat Fajar (Shubuh) lebih panjang dari shalat yang lainnya. Beliau shalat shubuh pada hari Jum’at dengan membaca surat As-Sajdah dan surat Al-Insan, karena kedua surat tersebut mengandung penyebutan permulaan ciptaan dan hari kembali, penciptaan Adam, masuk surga dan neraka dan yang lainnya, dan hal tersebut menjadi pengingat bagi umat dengan peristiwa-peristiwa pada hari Jum’at tersebut, sebagaimana juga beliau membaca surat Qaf dan Al-Qamar serta Al-A’la dan Al-Ghasyiyah pada perkumpulan-perkumpulan yang besar seperti shalat ‘Id dan shalat Jum’at.
Beliau tidak mengkhususkan suatu surat di dalam shalat yang beliau tidak membaca kecuali surat tersebut, kecuali dalam shalat Jum’at dan shalat dua ‘Id. Adapun dalam shalat-shalat yang lainnya, sungguh Abu Dawud dari hadits Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa ia berkata, “Tidaklah dari surat-surat Mufashshol baik surat pendek maupun panjang, kecuali aku pernah mendengar Rasulullah mengimami dengannya pada shalat wajib.
Beliau lebih memanjangkan bacaan di rakaat pertama dibanding dengan rakaat kedua. Apabila beliau selesai membaca surat, beliau diam sejenak seukuran kembalinya nafas beliau.

[1] HR. Bukhari no. 738, Muslim no. 390
[2] Tidak dirapatkan dan tidak digenggam
[3] HR. Bukhari no. 774, Muslim no. 598
[4] HR. Muslim no.771
[5] Para penyusun kitab Sunan yaitu Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar