Kaum fanatik
golongan : terhadap yang tidak segolongan, tidak semanhaj, tidak
semadzhab, meskipun sesama muslim, bersikap sinis, mentahdzir,
mencurigai perkataan dan gerak-geriknya, menyebar aibnya, menutup diri
bahkan tak mau menyapa, pendapatnya dianggap sampah, ketika mendebatnya,
mendebat dengan sekeras-kerasnya hingga tak ada lagi adab, seakan
persaudaraan di atas iman itu sudah tidak ada.
Kaum liberal : terbuka menerima segala
apa saja dari orang kafir, hingga melunturkan identitas keislamannya
pun dianggap tidak masalah. Hingga tak ada lagi standar keilmuan yang
telah dibangun secara kuat oleh para ulama Islam. Kedudukan para
orientalis dan tokoh-tokoh kafir disejajarkan dengan para ulama Islam,
bahkan lebih dijunjung tinggi.
Dua-duanya adalah sikap melampaui batas.
Dan lucunya,
Pada saat yang sama, kaum fanatik golongan bersikap dingin-dingin saja terhadap konspirasi dan usaha-usaha orang kafir dalam menyesatkan umat Islam, mereka malah melemparkan lagi kesalahan kepada orang muslim di luar golongannya. Begitu pun kaum liberal, ketika mereka sangat terbuka terhadap orang kafir justru sangat sulit menerima dari kalangan muslimin termasuk para ulamanya. Mereka mengkritik keras para ulama Islam, tetapi tumpul kritik mereka kepada para orientalis dan tokoh-tokoh kafir junjungan mereka.
Padahal seharusnya,
Kita mesti menerima perbedaan pandangan dari sesama muslim, bersikap lemah lembut, rendah hati, saling mengayomi, menumbuhkan persaudaraan yang kuat meski dalam perbedaan organisasi, manhaj, dan madzhab. Jangan mudah menyesatkan apalagi mengkafirkan, agama ini mudah bagi siapa saja yang berpegang teguh pada dasar-dasarnya, tidak rumit dan sulit yang bisa dipahami dan diyakini oleh orang awam sekalipun. Sedangkan perbedaan-perbedaan para ulama itu hanya dalam masalah ijtihadiyyah, yang menunjukkan keluwesan agama ini. Disinilah indahnya persatuan dalam perbedaan.
Sementara terhadap orang-orang kafir, kita mesti curiga dan waspada setiap makar yang mereka lancarkan termasuk dengan serangan pemikiran yang menghancurkan. Meskipun tetap ada sikap rahmat dan adil kepada mereka. Tidak begitu saja menerima dari mereka, tetapi dengan sangat teliti, dan jika ada manfaat ilmu ataupun peradaban maka boleh kita menerimannya dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Kedua-dua kelompok tersebut telah kehilangan makna "Asyiddau 'alal kuffar, ruhamaau bainahum"
Dan lucunya,
Pada saat yang sama, kaum fanatik golongan bersikap dingin-dingin saja terhadap konspirasi dan usaha-usaha orang kafir dalam menyesatkan umat Islam, mereka malah melemparkan lagi kesalahan kepada orang muslim di luar golongannya. Begitu pun kaum liberal, ketika mereka sangat terbuka terhadap orang kafir justru sangat sulit menerima dari kalangan muslimin termasuk para ulamanya. Mereka mengkritik keras para ulama Islam, tetapi tumpul kritik mereka kepada para orientalis dan tokoh-tokoh kafir junjungan mereka.
Padahal seharusnya,
Kita mesti menerima perbedaan pandangan dari sesama muslim, bersikap lemah lembut, rendah hati, saling mengayomi, menumbuhkan persaudaraan yang kuat meski dalam perbedaan organisasi, manhaj, dan madzhab. Jangan mudah menyesatkan apalagi mengkafirkan, agama ini mudah bagi siapa saja yang berpegang teguh pada dasar-dasarnya, tidak rumit dan sulit yang bisa dipahami dan diyakini oleh orang awam sekalipun. Sedangkan perbedaan-perbedaan para ulama itu hanya dalam masalah ijtihadiyyah, yang menunjukkan keluwesan agama ini. Disinilah indahnya persatuan dalam perbedaan.
Sementara terhadap orang-orang kafir, kita mesti curiga dan waspada setiap makar yang mereka lancarkan termasuk dengan serangan pemikiran yang menghancurkan. Meskipun tetap ada sikap rahmat dan adil kepada mereka. Tidak begitu saja menerima dari mereka, tetapi dengan sangat teliti, dan jika ada manfaat ilmu ataupun peradaban maka boleh kita menerimannya dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Kedua-dua kelompok tersebut telah kehilangan makna "Asyiddau 'alal kuffar, ruhamaau bainahum"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar