Kesalahan penuntut ilmu syar'i adalah tidak mau melewati jenjang
pembelajaran. Inginnya langsung loncat menguasai berbagai hal. Padahal
jenjang pembelajaran ini sangat diperhatikan para ulama. Ketika
menafsirkan kata Rabbani dalam ayat,
كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
"... Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu
mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (QS. Ali
Imran : 79).
Mereka berkata :
الرباني الذي يربي الناس بصغار العلم قبل كباره
Seorang 'alim yang robbani adalah yang mendidik manusia dengan ilmu-ilmu yang kecil sebelum ilmu-ilmu yang besar
Ingin segera menyelam ke dalam permasalahan-permasalahan yang mendalam
dan rinci, padahal belum melewati pembelajaran kitab dasar secara
berjenjang. Ingin segera terjun kepada kitab muthawwalat, padahal belum
khotam kitab-kitab mukhtashor. Akhirnya melahirkan kesalahpahaman dan
kekacauan pemahaman. Merasa sudah bisa dan so bisa, atau cuma
gaya-gayaan.
Para ulama telah menulis kitab-kitab sesuai
jenjangnya agar dipelajari sesuai jenjangnya pula. Misalnya Ibnu Hisyam
dalam ilmu Nahwu, untuk pemula beliau menyusun Qathrun Nada, lalu tahap
berikutnya Syudzurudz Dzahab, lalu Qawa'id I'rob, lalu Audhahul Masalik,
selevel dengan Alfiyah Ibnu Malik, di dalamnya beliau me-natsr-kan
alfiyah dengan tambahan-tambahan. Namun sebaiknya sebelum masuk ke
Qathrun Nada, pelajari level yang lebih awal yaitu Aajurrumiyyah karya
Ibnu Aajurrum. Dan di level tinggi Ibnu Hisyam menulis Mughni Labib.
Dalam fiqih Hanbali misalnya Ibnu Qudamah juga telah membuat jenjang.
Untuk pemula kitab Umdatul Fiqhi, lalu Al-Muqni, lalu Al-Kafi, lalu
Al-Mughni.
Dan kitab-kitab yang lainnya, seorang pengajar dan pembelajar, mesti mampu menempatkannya sesuai jenjangnya.
Jika tidak mengikuti tahapan ini, maka akan merasa pusing sendiri dan
tidak menghasilkan apa-apa. Seorang thalib pemula dalam ilmu Nahwu
misalnya dia mau langsung belajar kitab Sibawaih atau syarah-syarah
alfiyah. Dalam ilmu fiqih, mau langsung terjun ke fiqih muqorin seperti
al-majmu syarh al-muhadzab An-Nawawi, atau al-mughni Ibnu Qudamah. Mau
langsung bahas fiqih siyasi/politik/kenegaraan padahal bab thaharah dan
ibadah belum khotam. Ushul fiqih mau langsung ke Ar-Risalah imam
Syafi'i. Ilmu aqidah mau langsung ke At-Tadmuriyyah Ibnu Taimiyyah atau
Al-Mawaqif Al-Iji. Dan sebagainya.
Belajarlah dulu secara
bertahap. Belajar itu butuh proses, bahkan proses yang panjang.
Bersabarlah untuk menyerap ilmu perlahan-lahan. Dan belajarlah
matan-matan ilmu dasar itu langsung dari penjelasan guru atau syekh yang
memang mutqin terhadapnya, jangan hanya belajar sendiri dengan sebatas
membaca kitab-kitabnya, atau buku terjemahannya, atau belajar kepada
guru yang tidak mutqin. Agar tidak ada kesalahpahaman terhadap
istilah-istilah dan konsep-kensep ilmu dan tidak melahirkan kekacauan
pemahaman. Kalau matan-matan dasar dan ilmu-ilmu alatnya sudah dikuasai
barulah terjun pada pembelajaran dan penelaahan kitab-kitab besar.
(Muhammad Atim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar