Tafsir Al-Hujurot 1
Tahun 9 H adalah tahun utusan kabilah-kabilah untuk masuk Islam ('amul
wufud), orang-orang berbondong-bondong masuk ke dalam Islam.
Umat semakin banyak, sebagai bukti keberhasilan da'wah Rasulullah saw,
namun justeru tantangan mengurus umat semakin pelik, karena tingkat keimanan
dan karakter mereka yang berbeda-beda. Maka turunnya surat Al-Hujurot sebagai
solusi untuk sebuah pondasi bagi bangunan umat yang kokoh.
Permasalahan yang melatarbelakanginya adalah, datangnya utusan bani Tamim,
orang-orang Arab baduy yang kurang adab. Kedatangan mereka menimbulkan sikap
yang salah dari dua sahabat mulia; Abu Bakar dan Umar, mereka berdua berselisih
tentang siapa pemimpin mereka, tanpa menyerahkan perkara tersebut kepada
Rasulullah saw, hingga mengeraskan suara di tempat Rasulullah saw.
Juga ketidakberadaban Bani Tamim yang memanggil beliau dengan suara keras
dan dengan sebutan nama seperti memanggil kepada sesamanya di balik kamar-kamar
beliau padahal beliau sedang beristirahat. Merasa berjasa kepada Rasulullah saw
dengan masuknya mereka ke dalam Islam.
Termasuk keteledoran Walid bin Uqbah bin Abi Mu'aith ra dalam memahami
peristiwa dan bersikap su'uzhon, yaitu menyangka kaum Bani Musthaliq yang
membawa senjata akan membunuhnya saat ia ditugaskan mengambil zakat dari
mereka.
Permasalahan di atas bisa menyebabkan retaknya sebuah tatanan masyarakat,
maka Al-Hujurot turun menetapkan prinsip-prinsip tatanan masyarakat Islam
1. Jangan mendahului Allah dan Rasul-Nya, artinya sumber penuntun hidupnya
adalah Al-Qur'an dan Sunnah. Jika terjadi perselisihan harus dikembalikan
kepada keduanya
2. Beradab kepada Rasulullah saw, karena beliau adalah sumber keteladanan
bagi masyarakat yang mesti dimuliakan. Diantaranya tidak mengeraskan suara di
dekatnya atau ketika berbicara kepadanya. Beradab kepada beliau, baik ketika
masih hidup, maupun setelah beliau tiada.
3. Mengklarifikasi (tabayun) sebuah berita untuk diketahui kebenarannya
terutama dari orang yang diragukan kejujurannya (fasik).
4. Mendamaikan dua orang ataupun dua kelompok yang berselisih
5. Menghindari prilaku yang dapat menyulut permusuhan kepada sesama muslim,
baik di hadapannya: tidak merendahkan, tidak mencela, tidak memanggil dengan
panggilan buruk. Atau tidak di hadapannya: tidak berburuk sangka, tidak
mencari-cari kesalahan dan tidak membicarakan kejelekannya (gibah)
6. Prinsip persamaan diantara semua anggota masyarakat termasuk dalam
bersikap adil kepada non-muslim, dengan semangat saling mengenal. Nilai
kemuliaan masing-masing adalah ketakwaan di sisi Allah
7. Menjadi orang Islam mesti disertai dengan perasaan iman yang benar di
dalam hati. Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa ada lagi keraguan. Siap
berjuang di jalan Allah. Siap mengikuti ajaran dari Allah dan Rasul-Nya, tidak
bersikap sok tahu, menonjolkan diri dan berbuat serampangan.
Wallahu A'lam
(M. Atim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar