Kamis, 16 Juni 2022

Atsar (Dampak) Ilmu

 


Oleh : Muhammad Atim

 

Di antara kekeliruan model pendidikan dan pembelajaran kita hari ini adalah mempelajari ilmu hanya sebatas untuk pengetahuan/wawasan, keterampilan akademik dan kepuasan intelektual belaka. Tak sedikit hal itu melahirkan sikap berbangga diri (ujub) dengan banyaknya pengetahuan, merasa lebih tinggi dari orang lain dan merendahkan, berambisi untuk tampil semata untuk pamer kehebatan, pada akhirnya yang dikejar adalah pujian dan penghargaan secara duniawi.

Padahal, menuntut ilmu itu semestinya selalu diperhatikan atsar/dampaknya pada diri. Apakah ada jejak rasa yang hinggap di hati? Apakah ada tambahan iman? Apakah telah memberi perubahan pada tingkah laku? Karena seperti inilah sejatinya ilmu yang bermanfaat, melahirkan tambahan iman dan amal shaleh. Tentu hal ini bukan berarti menghalangi kewajiban menyampaikan ilmu dan menegakkan hujjah. Tapi maksudnya agar itu dilakukan dengan jiwa yang telah tersibgoh dengan ilmu tersebut. Makanya jelas dalam konsep Islam, semakin bertambah ilmu semakin bertambah rasa takut kepada Allah.

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّه مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama." (QS. Fathir : 28).

Inilah yang menjadi rahasia keunggulan generasi sahabat. Selain mendapatkan sentuhan langsung dari pendidikan Rasulullah saw, cara belajar mereka terhadap Al-Qur'an dan Sunnah adalah berorientasi pada dampak penguatan iman dan pengamalannya. Wahyu menjadi komando yang menggerakkan mereka. Sedangkan kita hari ini, meskipun Al-Qur'an dan Sunnah ada di hadapan kita tanpa ada perubahan, tapi cara belajar kita salah, hanya berorientasi pada pengetahuan dan keterampilan akademik belaka. Setiap ayat Al-Qur'an atau hadits yang mereka terima, selalu memberi dampak pada penguatan iman dan tambahan amal shaleh, begitupun dari ilmu yang dihasilkan dari tadabur terhadap wahyu tersebut dan tafakkur terhadap alam semesta, selalu mengantarkan kepada dzikir kepada Allah. Jika tidak dengan cara seperti itu, meski banyak ayat Al-Qur'an yang dihapal dan hadits Nabi yang dikuasai, ia hanya sampai tenggorokan saja tidak tembus ke dalam hati. Makanya imam Syafi'i rahimahullah mengatakan :

ليس العلم ما حُفِظَ، العلم ما نَفَعَ

"Ilmu itu bukanlah yang dihapal, tapi ilmu itu adalah yang memberi manfaat"

Ibnu Jama'ah rahimahullah menambahkan penjelasan :

ومن ذلك دوام السكينة، والوقار والخشوع والتواضع لله والخضوع.

"Di antara manfaat ilmu itu adalah; senantiasa merasakan ketenangan, keteguhan diri/wibawa, khusyu', tawadhu karena Allah dan tunduk"

Di antara nasihat yang ditulis oleh imam Malik kepada Harun Ar-Rasyid rahimahumallah adalah :

إذا علمت علمًا فَلْيُرَ عليك أثره وسكينته وسمته ووقاره وحلمه لقوله - صلى الله عليه وسلم -: العلماء ورثة الأنبياء.

"Apabila engkau telah mengetahui suatu ilmu, maka lihatlah atsar/dampaknya, ketenangannya, karakternya, kewibawaannya dan kesantunannya, berdasarkan sabda Nabi saw : "Para ulama itu adalah pewaris para Nabi".

Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu berkata :

تعلموا العلم وتعلموا له السكينة والوقار

"Pelajarilah ilmu, dan pelajarilah untuk ilmu itu ketenangan dan kewibawaan"

Di antara Salaf mengatakan :

حق على العالم أن يتواضع لله في سِرِّه وعلانيته ويحترس من نفسه ويقف على ما أشكل عليه.

"Adalah kewajiban bagi orang yang berilmu untuk tawadhu karena Allah dalam kesendirian dan terang-terangannya, menjaga dirinya dan mengatasi apa yang menjadi problem bagi dirinya".

(Ibnu Jama'ah, Tadzkirotus Sami wal Mutakallim, hal. 48-49).

Semoga Allah melindungi kita dari ilmu yang tidak bermanfaat. Aamiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar