Serial Mengenal Ilmu Fiqih (1)
الفِقْهُ
لُغَةً :
الفَهْمُ
Fiqih
menurut bahasa adalah paham.
Misalnya
kata fiqih di dalam Al-Qur'an digunakan untuk makna paham,
قَالُوا
يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيْرًا
مِمَّا تَقُوْلُ
"Mereka
berkata : Wahai Syu'aib, kami tidak terlalu memahami apa yang kamu
katakan" (QS. Hud : 91).
Sedangkan
sebagian ulama memandang, kata fiqih itu tidak sekedar paham, tetapi
bermakna pemahaman yang mendalam. Misalnya Abu Ishaq Asy-Syirozi
mendefinisikan,
فَهْمُ
الْأَشْيَاءِ الدَّقِيْقَةِ
"Memahami
berbagai perkara secara mendalam"
Imam
Fakhruddin Ar-Razi mendefinisikan,
فَهْمُ
غَرْضِ الْمُتَكَلِّمِ مِنْ كَلَامِهِ
"Memahami
maksud seorang pembicara dari perkataannya.
Kata
fiqih memiliki tiga akar kata yang berbeda, yang memberi petunjuk
makna yang berbeda pula.
Pertama,
berasal dari kata "faqiha-yafqohu" artinya paham
Kedua,
berasal dari kata "faqoha-yafqohu" artinya orang lain telah
lebih dulu paham dari padanya
Ketiga,
berasal dari kata "faquha-yafquhu" artinya seseorang telah
menjadi pakar (sajiyyah) dalam ilmu fiqih.
(Imam
As-Suyuthi, Syarah Al-Kaukab As-Sathi', 1/49-50).
Makna
pertama dan kedua adalah makna secara bahasa, sedangkan makna ketiga
adalah makna istilah untuk menyebutkan disiplin ilmu tertentu, yaitu
ilmu fiqih. Sebagaimana dikenal dalam ilmu tashrif, bahwa penggunaan
huruf dhommah di 'ain fi'il itu biasanya digunakan untuk suatu
disiplin ilmu, seperti contoh lain kata "balugho" artinya
seseorang telah menjadi ahli dalam ilmu balaghah.
وَاصْطِلَاحًا
:
العِلْمُ
بِالْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ
العَمَلِيَّةِ المُكْتَسَبُ مِنْ
أَدِلَّتِهَا التَّفْصِيْلِيَّةِ
Dan
menurut istilah adalah : "Ilmu tentang hukum-hukum syariat
yang bersifat amalan (praktek) yang dihasilkan dari dalil-dalilnya
yang terperinci".
Kata
"ilmu" dalam definisi fiqih merupakan "jins",
artinya fiqih adalah salah satu jenis ilmu. Sedangkan kata-kata
berikutnya adalah "fashl" yaitu pembeda dari ilmu-ilmu yang
lain. Sebagaimana diketahui dalam ilmu mantiq bahwa syarat benarnya
definisi adalah mesti terdiri dari jins dan fashl.
Ilmu
di sini maknanya adalah yang mencakup sesuatu yang yakin dan juga
zhan rajih (dugaan yang kuat), bukan dalam arti ilmu secara hakiki
sebagaimana dikenal dalam definisinya :
الإِدْرَاكُ
الْجَازِمُ المُطَابِقُ لِلْوَاقِعِ
وَهُوَ صِفَةٌ يَنْكَشِفُ بِهَا
الْمَطْلُوْبُ اِنْكِشَافًا تَامًّا
"Pengetahuan
yang pasti/yakin yang sesuai dengan realita, dan dia adalah sifat
yang menyingkap sesuatu yang diteliti dengan penyingkapan yang
sempurna"
Tetapi
maknanya adalah disiplin ilmu tertentu (shina'ah) hasil pemikiran
manusia.
Hukum-hukum
syari'at artinya hukum-hukum yang berasal dari Allah sebagai pembuat
syari'at. Ini untuk membedakan dari hukum-hukum yang lain, misalnya
hukum akal, yaitu yang dihasilkan dari pemahaman akal, misalnya
"seluruhnya" itu lebih besar daripada "sebagian",
atau hukum al-'adi at-tajribi (hukum alam hasil eksperimen), misalnya
api itu membakar.
Kata
"al-'amaliyyah" yang bersifat amalan, ini untuk membedakan
hukum syariat yang bersifat keyakinan karena itu termasuk ilmu
aqidah. Adapun amalan hati, tidak keluar dari wilayah fiqih ditinjau
dari segi ia sebagai amalan, namun dominan permasalahannya merupakan
pembahasan ilmu Akhlaq, yang dinamakan oleh para ulama dengan ilmu
Suluk atau Tasawuf.
Kata
"al-muktasab" sebagai sifat dari ilmu, yaitu ilmu yang
dihasilkan oleh manusia, untuk membedakan dari ilmu wahyu yang
langsung diberikan oleh Allah kepada para rasul atau malaikat.
Kata
"dari dalil-dalilnya yang terperinci" ini untuk membedakan
dari ilmu orang yang taqlid (muqollid), bahwa mereka mengetahuinya
bukan dari dalil, tapi dari fatwa ulama, atau mereka mengetahuinya
dari dalil global bukan dalil yang terperinci.
Kata
"terperinci" juga untuk membedakan pembahasan ilmu fiqih
yang berkaitan dengan dalil-dalil yang terperinci dengan ilmu ushul
fiqih yang membahas dalil-dalil yang bersifat global.
Dari
definisi di atas, dapat ditarik diantara kesimpulan yang penting
yaitu :
-
Orang yang memiliki ilmu fiqih adalah orang yang memahami hukum
syari'at yang bersifat amalan, sifat hukum tersebut sebagaimana
dirumuskan oleh para ulama, tidak akan keluar dari 5 hukum taklifi
yaitu : wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah
-
Memahami hukum-hukum tersebut mesti disertai dengan memahami
dalil-dalilnya. Jika tidak paham dalil-dalilnya, ia tidak sebut
sebagai ahli dalam ilmu fiqih.
Wallahu
A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar