Sabtu, 07 Maret 2020

Tahapan dalam Pendidikan Islam




Oleh : Muhammad Atim

Bertahap dalam segala urusan adalah fitrah yang Allah ciptakan untuk manusia. Bahkan bagi seluruh alam semesta ini. Sehingga ia menjadi sunnatullah yang berlaku.
لَتَرْكَبُنَّ طَبَقًا عَنْ طَبَقٍٍ
"Niscaya kalian benar-benar melewati tahapan demi tahapan" (QS. Al-Insyiqoq : 19).
Petunjuk di dalam ayat ini menunjukkan umum, artinya mencakup berbagai segi kehidupan manusia.
Sejak proses penciptaannya yang Allah jelaskan langsung di dalam Al-Qur'an, dimulai dari setetes air mani yang bercampur antara dari ayah dan dari ibu, kemudian menjadi 'alaqah (segumpal darah), kemudian menjadi mudghah (segumpal daging), kemudian menjadikan baginya tulang, lalu tulang tersebut dibungkus dengan daging, lalu terciptalah manusia baru.
Begitupun saat kembali pada Allah. Ada tahap-tahap perjalanan yang dilalui oleh seorang mayit hingga ia tiba di alam kuburnya. Begitupun saat kiamat tiba, manusia melalui tahapan panjang. Dimulai dari kebangkitan, lalu dikumpulkan di padang mahsyar, hisab (perhitungan amal), mizan (timbangan amal), diberikan buku catatan amal, tiba di telaga bagi umat Nabi Muhammad saw, melewati shirot (jembatan di atas neraka), dan seterusnya sampai tiba di surga atau neraka.
Hukum tadarruj (bertahap) ini berlaku dalam kehidupan yang dijalani manusia di dunia. Apapun yang diinginkan oleh manusia, pasti ia harus melewati tahapan untuk dapat mencapainya. Tak terkecuali dalam hal pendidikan, Islam telah memberikan tahapan yang mesti dilalui agar mencapai tujuan dari pendidikan tersebut yaitu menjadi manusia yang diridhai oleh Allah, sebagai manusia shaleh, yang memenuhi tugasnya sebagai hamba yang beribadah kepada Allah dan khalifah (yang memegang amanah untuk memelihara) di muka bumi ini, yang aktifitasnya berkisar antara beriman dan beramal shaleh.
Tahapan itu telah disebutkan di dalam Al-Qur'an ketika menjelaskan tugas seorang rasul sebagai pendidik bagi umatnya.
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضََلََالٍٍ مُبِِيْنٍٍ
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu'ah : 2).
Di dalam ayat di atas terdapat tiga tugas rasul sebagai pendidik yaitu : membacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah. Urutan penyebutkan ketiga hal ini merupakan suatu tahapan. Bukti bahwa ini sebagai sebuah tahapan adalah bisa kita lihat dari doa Nabi Ibrahim as ketika berdoa,
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزِكِّيْهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Ya Tuhan kami, dan utuslah pada mereka seorang rasul dari kalangan mereka yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan mereka kitab dan hikmah dan mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah : 129).
Dalam doa di atas Nabi Ibrahim as menyebutkan urutan : membacakan ayat-ayat, mengajarkan kitab dan hikmah dan mensucikan mereka. Lalu Allah mengabulkan doanya dengan mengutus Nabi Muhammad saw, tetapi dengan sedikit koreksi pada urutannya, yaitu membacakan ayat-ayat, mensucikan meraka, dan mengajarkan kitab dan hikmah.
Selain itu, jika kita mengamati perjalanan hidup Rasulullah saw, kita akan mengetahui bahwa beliau menerapkan tahapan ini dalam mendidik umat sesuai dengan bimbingan ayat-ayat Al-Qur’an yang turun secara berangsur dengan tahapan periode Makkah lalu periode Madinah. Beliau terlebih dahulu memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an agar hati mereka tersentuh dan mau beriman, lalu mensucikan jiwa mereka baik dengan tauhid maupun dengan akhlaq-akhlaq mulia, lalu mengajarkan kitab dan hikmah yang berisi syariat dan hukum-hukum.
Pertama, membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka
Ini adalah adalah tahap pertama dalam pendidikan Islam; menyentuh jiwa manusia dengan memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi mu’jizat. Banyak orang yang masuk Islam setelah kagum terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang ia baca atau ia dengar, karena ia menyadari kebenaran yang terdapat di dalamnya. Sejak zaman Rasulullah saw hingga zaman sekarang ini. Karena Al-Qur’an adalah mu’jizat abadi dari berbagai seginya. Jika pada zaman Rasulullah saw, orang yang mendengar Al-Qur’an merasakan kemu’jizatan dari segi keindahan bahasanya, kedalaman maknanya dan keistimewaan kandungannya yang memberi solusi dan ketentraman pada diri dan kehidupan nyata manusia, maka di zaman sekerang ini, selain hal itu semua, orang-orang merasakan adanya kemu’jizatan dari segi “fakta ilmiah” yang dibuktikan melalui penelitian sains dan teknologi. Begitulah seterusnya, Al-Qur’an senantiasa menjadi mu’jizat hingga hari kiamat seiring dengan kemajuan daya pikir dan daya cipta manusia.
Maka Al-Qur’an harus senantiasa diperdengarkan dan diperlihatkan baik lafazh maupun maknanya, untuk memberikan sentuhan pendidikan pada jiwa manusia. Begitupun seorang anak, ia mesti sering diperdengarkan bacaan Al-Qur’an sebagai pendidikan awal baginya, bahkan sejak masih dalam kandungannya. Juga mereka dibacakan makna-makna ayat Al-Qur’an untuk mengenal kehidupan dan Pencipta kehidupan. Tentang penciptaan alam semesta, kisah-kisah yang memuat banyak pelajaran, akhir dari kehidupan yang mencakup hari kiamat dan kehidupan akhirat. Tujuannya agar tumbuh keimanan di dalam jiwa mereka. Mereka mengenal Allah sebagai Sang Penguasa dan yang berhak untuk diibadahi. Sebagai bekal bagi mereka untuk ketentraman jiwanya dan kekuatan imannya.
Kedua, mensucikan jiwa mereka
Ketika tahap pertama dilalui, maka tahap kedua akan mengikuti, yaitu mensucikan jiwa. Keimanan yang sudah masuk ke dalam jiwa itu mesti dijaga dan dirawat, agar jangan berhenti untuk terus membersihkan jiwa dari berbagai kotoran dosa. Memang usaha mensucikan jiwa itu mesti dilakukan sepanjang hayat, karena godaan syetan yang datang tidak pernah berhenti. Begitupun belajar dan mendidik diri dilakukan sepanjang hayat. Tetapi kadar minimalnya, orang bisa terbebas dari kotoran dosa syirik dengan mentauhidkan Allah, mengikhlaskan (memurnikan) ibadah hanya kepada Allah, mengikhlaskan cinta, rasa takut dan rasa harap hanya kepada-Nya, dan menghiasi diri dengan akhlaq mulia dan terbebas dari akhlaq tercela, meskipun akhlaq-akhlaq tersebut masih dalam level dasar, yaitu melaksanakan akhlaq wajib dan menjauhi akhlaq yang haram.
Ketiga, mengajarkan mereka kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (sunnah)
Ketika jiwa seorang manusia telah diisi dengan keimanan dan dihiasi dengan kebersihannya dari kotoran dosa, maka saat itulah ia telah siap untuk diisi dengan berbagai ilmu yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Yaitu ilmu-ilmu yang mesti diamalkan dengan perjuangan, berupa syariat dan hukum-hukum yang Allah turunkan berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, dari mulai shalat hingga jihad. Dengan kekuatan iman dan kebersihan jiwa, amal-amal berat yang menjulang tinggipun dapat dilakukan. Dari sinilah melahirkan ilmu yang sangat luas, yang terus digali oleh para ulama di sepanjang zaman, baik berkaitan dengan usaha pemahaman maupun pengamalan.
Tahapan seperti inilah yang telah dilalui oleh Rasulullah saw dan para sahabat dalam pendidikan, sehingga mencapai hasil yang mengagumkan. Maka seyogianya bagi kita untuk meneladani dan mengamalkan tahapan ini, baik dalam mendidik diri kita maupun orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar