Oleh
: Muhammad Atim
Bertahap dalam segala urusan adalah fitrah yang Allah ciptakan untuk
manusia. Bahkan bagi seluruh alam semesta ini. Sehingga ia menjadi
sunnatullah yang berlaku.
لَتَرْكَبُنَّ
طَبَقًا عَنْ طَبَقٍٍ
"Niscaya kalian benar-benar melewati tahapan demi tahapan"
(QS. Al-Insyiqoq : 19).
Petunjuk di dalam ayat ini menunjukkan umum, artinya mencakup
berbagai segi kehidupan manusia.
Sejak proses penciptaannya yang Allah jelaskan langsung di dalam
Al-Qur'an, dimulai dari setetes air mani yang bercampur antara dari
ayah dan dari ibu, kemudian menjadi 'alaqah (segumpal darah),
kemudian menjadi mudghah (segumpal daging), kemudian
menjadikan baginya tulang, lalu tulang tersebut dibungkus dengan
daging, lalu terciptalah manusia baru.
Begitupun saat kembali pada Allah. Ada tahap-tahap perjalanan yang
dilalui oleh seorang mayit hingga ia tiba di alam kuburnya. Begitupun
saat kiamat tiba, manusia melalui tahapan panjang. Dimulai dari
kebangkitan, lalu dikumpulkan di padang mahsyar, hisab (perhitungan
amal), mizan (timbangan amal), diberikan buku catatan amal, tiba di
telaga bagi umat Nabi Muhammad saw, melewati shirot (jembatan di atas
neraka), dan seterusnya sampai tiba di surga atau neraka.
Hukum tadarruj (bertahap) ini berlaku dalam kehidupan yang dijalani
manusia di dunia. Apapun yang diinginkan oleh manusia, pasti ia harus
melewati tahapan untuk dapat mencapainya. Tak terkecuali dalam hal
pendidikan, Islam telah memberikan tahapan yang mesti dilalui agar
mencapai tujuan dari pendidikan tersebut yaitu menjadi manusia yang
diridhai oleh Allah, sebagai manusia shaleh, yang memenuhi tugasnya
sebagai hamba yang beribadah kepada Allah dan khalifah (yang memegang
amanah untuk memelihara) di muka bumi ini, yang aktifitasnya berkisar
antara beriman dan beramal shaleh.
Tahapan itu telah disebutkan di dalam Al-Qur'an ketika menjelaskan
tugas seorang rasul sebagai pendidik bagi umatnya.
هُوَ
الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ
رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا
مِنْ قَبْلُ لَفِي ضََلََالٍٍ مُبِِيْنٍٍ
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul
di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As
Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu'ah : 2).
Di dalam ayat di atas terdapat tiga tugas rasul sebagai pendidik
yaitu : membacakan ayat-ayat Allah kepada mereka, mensucikan mereka
dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah. Urutan penyebutkan ketiga
hal ini merupakan suatu tahapan. Bukti bahwa ini sebagai sebuah
tahapan adalah bisa kita lihat dari doa Nabi Ibrahim as ketika
berdoa,
رَبَّنَا
وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلا مِنْهُمْ
يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزِكِّيْهِمْ
إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Ya Tuhan kami, dan utuslah pada mereka seorang rasul
dari kalangan mereka yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu,
mengajarkan mereka kitab dan hikmah dan mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS.
Al-Baqarah : 129).
Dalam doa di atas Nabi Ibrahim as menyebutkan urutan : membacakan
ayat-ayat, mengajarkan kitab dan hikmah
dan mensucikan mereka.
Lalu Allah mengabulkan doanya dengan mengutus Nabi Muhammad
saw, tetapi dengan sedikit koreksi pada urutannya, yaitu membacakan
ayat-ayat, mensucikan meraka, dan
mengajarkan kitab dan hikmah.
Selain itu, jika kita mengamati perjalanan hidup Rasulullah saw, kita
akan mengetahui bahwa beliau menerapkan tahapan ini dalam mendidik
umat sesuai dengan bimbingan ayat-ayat Al-Qur’an yang turun secara
berangsur dengan tahapan periode Makkah lalu periode Madinah. Beliau
terlebih dahulu memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an agar hati
mereka tersentuh dan mau beriman, lalu mensucikan jiwa mereka baik
dengan tauhid maupun dengan akhlaq-akhlaq mulia, lalu mengajarkan
kitab dan hikmah yang berisi syariat dan hukum-hukum.
Pertama, membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka
Ini adalah adalah tahap pertama
dalam pendidikan Islam; menyentuh jiwa manusia dengan memperdengarkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi mu’jizat. Banyak orang yang masuk
Islam setelah
kagum terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang ia baca atau ia dengar,
karena ia menyadari kebenaran
yang terdapat di dalamnya. Sejak zaman Rasulullah saw hingga zaman
sekarang ini. Karena Al-Qur’an adalah mu’jizat abadi dari
berbagai seginya. Jika pada zaman Rasulullah saw, orang yang
mendengar Al-Qur’an merasakan kemu’jizatan dari segi keindahan
bahasanya, kedalaman maknanya dan keistimewaan kandungannya yang
memberi solusi dan ketentraman pada diri dan kehidupan nyata manusia,
maka di zaman sekerang ini, selain hal itu semua, orang-orang
merasakan adanya kemu’jizatan dari segi “fakta ilmiah” yang
dibuktikan
melalui penelitian sains dan teknologi. Begitulah seterusnya,
Al-Qur’an senantiasa menjadi mu’jizat hingga hari kiamat seiring
dengan kemajuan daya pikir dan daya cipta manusia.
Maka
Al-Qur’an harus senantiasa diperdengarkan dan
diperlihatkan baik lafazh maupun maknanya, untuk memberikan sentuhan
pendidikan pada jiwa manusia. Begitupun
seorang anak, ia mesti sering diperdengarkan bacaan Al-Qur’an
sebagai pendidikan awal baginya, bahkan sejak masih dalam
kandungannya. Juga mereka
dibacakan makna-makna ayat Al-Qur’an untuk mengenal kehidupan dan
Pencipta kehidupan. Tentang penciptaan alam semesta, kisah-kisah yang
memuat banyak pelajaran, akhir dari kehidupan yang mencakup hari
kiamat dan kehidupan akhirat. Tujuannya agar tumbuh keimanan di dalam
jiwa mereka. Mereka mengenal Allah sebagai Sang Penguasa dan yang
berhak untuk diibadahi. Sebagai
bekal bagi mereka untuk ketentraman jiwanya dan kekuatan imannya.
Kedua,
mensucikan jiwa mereka
Ketika
tahap pertama dilalui, maka tahap kedua akan mengikuti, yaitu
mensucikan jiwa. Keimanan yang sudah masuk ke dalam jiwa itu mesti
dijaga dan dirawat, agar jangan berhenti untuk terus membersihkan
jiwa dari berbagai kotoran dosa. Memang usaha mensucikan jiwa itu
mesti dilakukan sepanjang hayat, karena godaan syetan yang datang
tidak pernah berhenti. Begitupun
belajar dan mendidik diri dilakukan sepanjang hayat. Tetapi kadar
minimalnya, orang bisa terbebas dari kotoran dosa syirik dengan
mentauhidkan Allah, mengikhlaskan (memurnikan) ibadah hanya kepada
Allah, mengikhlaskan cinta, rasa takut dan rasa harap hanya
kepada-Nya, dan menghiasi
diri dengan akhlaq mulia dan terbebas dari akhlaq tercela, meskipun
akhlaq-akhlaq tersebut masih dalam level dasar, yaitu melaksanakan
akhlaq wajib dan menjauhi akhlaq yang haram.
Ketiga, mengajarkan
mereka kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (sunnah)
Ketika
jiwa seorang manusia telah diisi dengan keimanan dan dihiasi
dengan
kebersihannya dari kotoran dosa, maka saat itulah ia telah siap untuk
diisi dengan berbagai ilmu yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan
Sunnah. Yaitu
ilmu-ilmu yang mesti diamalkan dengan perjuangan, berupa syariat dan
hukum-hukum yang Allah turunkan berkaitan dengan seluruh aspek
kehidupan manusia, dari mulai shalat hingga jihad. Dengan kekuatan
iman dan kebersihan jiwa, amal-amal berat yang menjulang tinggipun
dapat dilakukan. Dari
sinilah melahirkan ilmu yang sangat luas, yang terus digali oleh para
ulama di sepanjang zaman, baik berkaitan dengan usaha pemahaman
maupun pengamalan.
Tahapan
seperti inilah yang telah dilalui oleh Rasulullah saw dan para
sahabat dalam
pendidikan, sehingga mencapai hasil yang mengagumkan. Maka seyogianya
bagi kita untuk meneladani dan mengamalkan tahapan ini, baik dalam
mendidik diri kita maupun orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar