Selasa, 10 Juli 2018

Selalu menambah Ilmu


Semangat kita dalam menuntut ilmu mesti ditata agar menjadi konsistensi yang berkesinambungan, setiap saat selalu ada tambahan ilmu, meskipun tentu ada jeda-jeda rehat dalam menyerap ilmu tersebut, serta perlahan menerapkannya dalam pengamalan. Agar jangan sampai, semangatnya hanya semangat musiman, atau di awal-awal saja, yang menunjukkan sebenarnya tidak bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Satu teladan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang semangatnya sangat luar biasa di dalam menuntut ilmu. Beliau tidak saja mengkhawatirkan dirinya akan celaka karena kebodohan, tetapi terlebih mengkhawatirkan umatnya, karena beliau sangat menginginkan keselamatan terhadap umatnya. Hingga beliau tergesa-gesa dalam bertalaqi menerima bacaan Al-Qur'an dari Jibril as.
Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu ‘anhu tentang firman Allah Ta'ala: (Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat ingin (menguasainya)." Ibnu 'Abbas berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat kuat keinginannya untuk menghapalkan apa yang diturunkan (Al Qur'an) dan menggerak-gerakkan kedua bibir Beliau." Ibnu 'Abbas berkata: "aku akan menggerakkan kedua bibirku (untuk membacakannya) kepada kalian sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukannya kepadaku". Sa'id berkata: "Dan aku akan menggerakkan kedua bibirku (untuk membacakannya) kepada kalian sebagaimana aku melihat Ibnu 'Abbas melakukannya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menggerakkan kedua bibirnya, Kemudian turunlah firman Allah Ta'ala: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya". Maksudnya Allah mengumpulkannya di dalam dadamu (untuk dihafalkan) dan kemudian kamu membacanya: "Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu". Maksudnya: "Dengarkanlah dan diamlah". Kemudian Allah Ta'ala berfirman: "Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya. Maksudnya: "Dan Kewajiban Kamilah untuk membacakannya" Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sejak saat itu bila Jibril 'Alaihis Salam datang kepadanya, Beliau mendengarkannya. Dan bila Jibril 'Alaihis Salam sudah pergi, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membacakannya (kepada para sahabat) sebagaimana Jibril 'Alaihis Salam membacakannya kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam.” (Muttafaq 'Alaih)
Turun pula ayat,
"Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan". (QS. Thaha : 114).
Syekh Ibnu 'Asyur rahimahullah menjelaskan, “Ayat tersebut hadir sebagai lanjutan dari apa yang telah disebutkan pada ayat sebelumnya tentang perhatian terhadap Al-Qur’an dan apa yang terkandung di dalamnya berupa segala bentuk perbaikan untuk manusia. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sangat gigih dalam memperbaiki umat, sangat besar perhatiannya terhadap keselamatan mereka, maka tidak heran jika terlintas di dalam benak beliau yang mulia setelah mendengar ayat-ayat tersebut, suatu harapan besar dan tuntutan dalam memperbanyak turunnya Al-Qur’an dan munculnya sikap terburu-buru untuk dapat membimbing manusia dan memperbaiki mereka. Maka Allah SWT mengajarkan beliau untuk menyerahkan urusan kepada-Nya, karena Dia lebih mengetahui tentang apa yang sesuai dengan kondisi umat secara umum. (Tafsir At-Tahrir wat Tanwir, 16/316).
Yang ditegur dalam ayat ini adalah sikap ketergesa-gesaan, karena walau bagaimanapun sikap ketergesa-gesaan itu tidak baik dan berasal dari syetan. Seringkali dengan tergesa-gesa, malah membuat urusan tidan teratur, energi tidak tertata, dst, padahal menuntut ilmu itu perlu keteraturan, program yang jelas dan tepat, serta ketekunan. Maka, semangat sebagai modal awal tersebut mesti ditata dengan baik menjadi suatu konsistensi. Oleh karena itu Allah SWT memerintahkan, "Dan berdoalah "Wahai Rabbku, tambahkanlah untukku ilmu". Artinya ilmu itu butuh proses dan tahapan, butuh usaha dan kesungguhan yang terus menerus. Doa itulah yang harus senantiasa menjadi energi yang tak pernah habis untuk terus menambah ilmu hingga akhir hayat. Ibnu Uyainah rahimahullah berkata, "Rasulullah saw terus menerus mendapatkan tambahan ilmu hingga Allah azza wa jalla mewafatkannya." (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 5/203)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata berkenaan dengan ayat diatas, "Cukuplah menjadi kemuliaan bagi ilmu bahwa Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk menambahnya." (Miftah Daris Sa'adah, 1/223-224).
Dan dikatakan, "Tidaklah Allah memerintahkan rasul-Nya untuk menambah sesuatu, kecuali menambah ilmu" (lihat Fathul Bari, 1/170).
Abu Abdillah Malik bin Anas rahimahullah ditanya, jika tersisa waktu sesaat saja bagi seseorang menjelang ajal, “Ibadah apa yang layak ia lakukan?” Ia menjawab, “Ilmu yang ia pelajari.” Kemudian ditanyakan lagi, “Wahai Abu Abdillah, ia belum mengamalkannya?” Ia menjawab, “Mempelajarinya lebih baik daripada mengamalkannya.” (Syekh Ad-Dadaw hafizhahullah, Muqoddimah fii Al-‘Ulum Asy-Syar’iyyah).
Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah, sang bapak ahli tafsir, meskipun telah dekat dengan ajalnya, beliau masih saja ingin menambah ilmu. Diceritakan oleh Al-Mu’afa An-Nahrawani dalam buku Al-Jalis Ash-Shalih, ia berkata, “Diceritakan kepadaku oleh sebagian Bani Furat, dari salah seorang di antara mereka, bahwa ia berada di sisi Abu Ja’far Ibnu Jarir Ath-Thabari sebelum wafatnya, dan beliau wafat setelah satu jam atau kurang dari itu. Dibacakan sebuah doa kepadanya oleh Ja'far bin Muhammad, beliau pun meminta tempat tinta dan secarik kertas, kemudian menuliskan doa tersebut. Seseorang bertanya kepadanya, "Kenapa anda masih sempat menulis dalam kondisi seperti ini?" Beliau menjawab, "Hendaknya orang itu harus tetap belajar sampai meninggal dunia." (Ali bin Muhammad Al-‘Imrani, Al-Musyawwiq ila al-qiroah wa thalab al-‘ilmi, hal.29-30).
Sangat mengherankan, jika ada orang yang sedikit ilmu, namun telah merasa kenyang dengan ilmu. Tidak terlihat dalam dirinya semangat untuk menambah ilmu, bahkan cenderung menjadi orang yang sok tahu. Cukuplah menjadi suatu keterbelakangan, ketika seseorang atau suatu masyarakat tidak ada lagi giroh terhadap ilmu. Khususnya ilmu-ilmu syari’at yang menjadi penuntun jalan pendakian menuju surga. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita hidayah untuk terus semangat dan cinta terhadap ilmu, senantiasa menambahnya di setiap saat hingga ajal tiba. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
(M. Atim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar