Selasa, 12 September 2017

Fitnah Keimanan



Tragedi kemanusiaan yang menyayat hati kini terulang kembali. Api yang menggelora itu, kini kembali dinyalakan untuk membakar manusia. Memang telah menyejarah, kebengisan manusia yang satu ini. Cara ini dilakukan tak lain karena para durjana itu tidak bisa lagi menyembunyikan kesesatannya di hadapan kebenaran yang telah terang benderang. Ingatkah bagaimana Nabi Ibrahim as dibakar? Yaitu saat hujjah-hujjah kebenarannya tak bisa lagi dipatahkan. Begitu pula para pembuat parit api di Najran, Yaman. Sang raja dan bala tentaranya sangat takut jika rakyatnya beriman kepada Allah. Padahal, apakah iman terhadap keesaan Allah itu mencelakakan orang? Faktanya tidak. Tapi itulah jika kedengkian sudah ditumpahkan, yang berbicara hanyalah bahasa kezhaliman.

Pembakaran orang-orang muslim Rohingya, termasuk juga dengan berbagai cara pembunuhan yang sadis, adalah satu sejarah yang terulang kembali. Ribuan orang pun terbunuh dan ratusan ribu telah terusir dari negerinya. Ketika mereka ditanya, “Atas dasar apa mereka begitu bengis menyiksa kalian?” Mereka menjawab, “Tak ada alasan lain mereka menyiksa kami, selain hanya karena kami orang Islam”. Ini adalah fitnah terhadap keimanan.

Fitnah dalam arti ujian yang teramat berat yang menimpa orang-orang beriman. Secara makna asal, fitnah adalah “memasukkan emas ke dalam api agar nampak yang bagusnya dari yang jeleknya” (Al-Mufrodat fi gharibil Qur’an, hal.371). Fitnah ini adalah suatu kelaziman bagi orang-orang yang menyatakan dirinya beriman, “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman”, dan mereka tidak diuji? Sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-‘Ankabut : 2-3). Dengan fitnah, baik terasa manis ataupun pahit, dapat diseleksi mana orang yang benar dan mana orang yang dusta dengan keimanannya.

Fitnah juga bisa bermakna memasukkan manusia ke dalam api. Maka, bisa kita katakan: tragedi Rohingya adalah tragedi fitnah yang besar pada zaman ini. Bagi orang-orang beriman, fitnah berarti ujian. Sedangkan bagi orang-orang kafir, fitnah berarti adzab. “Hari pembalasan itu adalah hari ketika mereka difitnah (diadzab) di dalam api neraka. Rasakanlah fitnah (adzab) kalian ini! Inilah adzab yang dahulu kalian minta agar disegerakan.” (QS. Adz-Dzariyat : 13-14). Menyiksa dengan api adalah hak dan kekhususan Allah SWT. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya api itu tidak boleh digunakan untuk menyiksa kecuali oleh Allah.” “Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah!”. (HR. Bukhari, Kitab Al-Jihad was Siyar, Bab laa yu’adzdzabu bi ‘adzabillah, hadits nomor. 3016 dan 3017).

Petunjuk Allah SWT dalam tragedi fitnah keimanan ini dimulai dengan beberapa sumpah, “Demi langit yang mempunyai gugusan bintang. Dan hari yang dijanjikan. Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.”. (QS. Al-Buruj : 1-3). Artinya, Allah SWT mengetahui apa yang ada di bumi berupa api yang dinyalakan oleh para durjana itu untuk membakar orang-orang yang beriman, seperti halnya Dia mengetahui gugusan bintang di langit yang cahayanya menyala-nyala bagaikan api. Bahwa Allah akan membalas perbuatan mereka itu pada hari yang dijanjikan. Di sana ada yang menjadi saksi dan ada yang disaksikan. Seperti halnya mereka juga menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri orang-orang beriman yang dibakar oleh mereka, tanpa ada rasa belas kasihan.

Inilah kisah yang menjadi petunjuk abadi bagi kita, “Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit. Yang berapi dinyalakan dengan kayu bakar. Ketika mereka duduk di sekitarnya. Sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang beriman itu melainkan hanya karena mereka beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al-Buruj : 4-9).

Siapapun yang menyiksa orang-orang beriman, mereka masuk dalam golongan yang disebutkan ayat ini, terlebih mereka memiliki kesamaan dalam cara menyiksa, yaitu dengan api. Ayat-ayat ini menjadi peneguh tersendiri bagi orang-orang yang beriman. Bahwa, orang-orang yang beriman di atas ajaran Nabi Isa as ketika itu, di Najran Yaman sebelum zaman Nabi Muhammad saw, tak ada yang gentar sama sekali sekalipun mereka diterjunkan ke dalam parit api oleh orang-orang Yahudi dari raja dan bala tentaranya. Bahkan ada seorang ibu yang menggendong bayinya yang ragu ketika akan diterjunkan, sang bayi tiba-tiba dibuat berbicara oleh Allah kepadanya, “Bersabarlah wahai ibu, sesungguhnya engkau benar-benar berada dalam kebenaran!”. (Kisah selengkapnya baca: Shahih Muslim, hadits no.3005, Kitab Az-Zuhdi war Raqaiq, Bab Qishoh Ashabul Ukhdud, was Sahir, war Rahib wal ghulam). Dengan ayat inilah, orang-orang pada generasi awal Islam, Rasulullah saw dan para sahabat mampu bersabar dari siksaan orang-orang kafir, bahkan ketika di antara mereka ada yang meleleh dan terkelupas kulit punggungnya karena api yang dinyalakan di kayu yang diikatkan ke punggungnya, dicambuk di bawah terik matahari padang pasir, begitu pula baju besi dan besi panas yang melelehkan tubuh mereka. Sehingga kita mengenal sahabat-sahabat yang disiksa itu seperti Khabab bin Al-Arat, Shuhaib bin Sinan, Bilal bin Rabbah, Ammar beserta ayahnya, Yasir. Begitu pula dari kalangan perempuan seperti Sumayah ibunya Ammar, Hamamah ibunya Bilal, Zinnirah, Ummu Unais, Lathifah dan Labinah binti Fuhairoh.

Bagi orang-orang kafir untaian ayat ini adalah ancaman, bahwa yang mereka siksa adalah orang-orang yang beriman kepada Allah, para kekasih Allah. Allah Yang Maha Perkasa, lagi Maha Terpuji. Allah Penguasa langit dan bumi. Allah Yang Menyaksikan segala sesuatu. Tidakkah mereka takut akan kekuasaan Allah itu? Jika hari ini mereka yang masih hidup, tidak mau bertaubat, maka mereka berhak mendapat balasan dari Allah. “Sesungguhnya mereka yang menyiksa orang-orang beriman laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka adzab Jahannam dan bagi mereka adzab yang membakar”. (QS. Al-Buruj : 10). Sedangkan orang-orang beriman yang telah mereka siksa itu, “sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, itulah kemenangan yang besar.” (QS. Al-Buruj : 11). Bisa saja mereka mengira orang-orang beriman itu telah mereka hancurkan dan mereka kalahkan, tetapi sebenarnya mereka itu telah menjadi pemenang. Lalu apalah arti siksaan api di dunia itu yang hanya pengantar kepada gerbang keabadian. Memang itu terasa sakit, tapi hanya sesaat saja. Selebihnya mereka akan diberi keni’matan. Dibanding api neraka yang berlipat-lipat panasnya. Rasa menyakitkan yang tiada henti. “Sesungguhnya adzab Tuhanmu benar-benar keras. Sesungguhnya Dialah yang menciptakan dari permulaan dan menghidupkanya kembali. Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Yang mempunyai ‘Arsy lagi Maha Mulia. Maha Kuasa berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Buruj : 12-16). Inilah hakikat tragedi fitnah yang menimpa orang-orang beriman itu, bahwa ia tidak ada apa-apanya dibanding dengan kerasnya siksaan Allah. Sebagaimana Dia telah mengawali penciptaan, Dia juga akan mengakhirinya. Namun Allah tetap Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada siapa yang mau kembali kepadanya selama masanya belum berakhir. Tak ada kerajaan yang mesti dibanggakan di hadapan kerajaan Allah yang memiliki ‘Arsy. Dan janganlah kita protes kepada Allah atas ketetapan-Nya apalagi menentang, karena Dia melakukan apa yang Dia kehendaki.
(Muhammad Atim)

*****
Yang ingin memiliki buku Ringkasan Sirah Nabawiyyah, Butir-butir Perjalanan Hidup Rasulullah saw karya penulis, silahkan order melalui WA 085320759353, harga 55.000 (belum diskon).

Join Channel : telegram.me/kajianilmusyari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar