Rabu, 19 Juli 2017

MENCAMPURKAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM SATU KELAS


Muhammad bin Suhnun (w.256 H/869 M), salah seorang ulama yang menulis kitab dalam bidang pendidikan, dalam kitab beliau, Adab Al-Mu’allimin (Adab Para Guru), berkata : “Suhnun (w.240H/854 M), ayah beliau, seorang ulama besar madzhab Maliki berkata : “Aku tidak menyukai guru yang mengajar anak-anak perempuan dan mencampurkannya dengan anak laki-laki, karena hal itu adalah kerusakan bagi mereka.” (Adab Al-Mu’allimin, hal.117).

Al-Qabisi (w.324 H/935 M), muridnya Ibnu Suhnun, dalam kitabnya tentang pendidikan Ar-Risalah Al-Mufashsholah li ahwalil muta’allimin wa ahkam al-mu’allimin wa al-muta’allimin (Risalah yang rinci tentang keadaan para pelajar, dan hukum-hukum berkenaan dengan para guru dan para pelajar), hal 131, berkata : “Merupakan kebaikan bagi mereka, dan pandangan yang baik terhadap mereka, agar tidak mencampurkan antara laki-laki dan perempuan.”

Hal ini tidak asing, karena mereka adalah para ulama yang memahami syariat Islam. Dan secara fitrah pun, laki-laki dan perempuan memiliki tabiat yang berbeda, mereka dapat berkelompok dan berkembang dengan jenis mereka sendiri. Tak perlu ada pencampuran (ikhtilat) karena justeru menimbulkan kerusakan dalam diri mereka.

Allah SWT telah menegaskan dalam Al-Qur’an,

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى

“Tidaklah sama antara laki-laki dan perempuan.” (QS. Ali Imran : 36).

Rasulullah saw menyebut dalam hadits bahwa anak yang berusia sepuluh tahun sudah harus dipisahkan tempat tidurnya antara laki-laki dan perempuan. Ini bisa diqiyaskan dengan memahami ‘illat hukumnya, yaitu agar tidak timbul kerusakan akibat syahwat yang sudah mulai muncul, maka berlaku pula untuk kelas belajar, kelompok, komunitas, dan lain sebagainya.

Abu Dawud meriwayat dalam sunannya, dalam bab kapan seorang anak diperintahkan shalat, hadits no.495, dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah saw bersabda : “Perintahkanlah anak-anak kalian (mencakup laki-laki dan perempuan) untuk shalat (dan apa-apa yang berkaitan dengan syarat-syaratnya) ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika meninggalkan shalat) ketika mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah di antara mereka dalam tempat tidur.” Hal itu supaya mereka terbiasa dan akrab dengannya. Al-Munawi berkata dalam Fathul Qadir syarah Al-Jami’ Ash-Shagir : “Pisahkanlah di antara anak-anak dalam tempat tidur mereka yang mereka tidur padanya apabila mereka mencapai usia sepuluh tahun, sebagai bentuk kewaspadaan dari kerusakan-kerusakan syahwat, jika mereka (bersama) saudari-saudari perempuan.” (Lihat ‘Audul Ma’bud ‘ala Syarhi Sunan Abi Dawud, hal.264).

#MenggaliTuratsParaUlamadalambidangPENDIDIKAN

#PPI153ALFIRDAUS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar