Jumat, 10 Februari 2017

Sebuah Pertarungan


@Muh_Atim



Menyadari ini sebuah pertarungan. Ketika mereka menyerang, kita serang balik. Tak ada diam dan mundur dalam peperangan, kecuali untuk mengatur strategi.

Jangan terprovokasi dan terkesima dengan tuduhan dan pembentukan opini dari musuh, itu semata-mata untuk menutupi kebobrokan mereka. Jangan takut ketika sekecil apapun kesalahan dari kita (umat Islam) dikriminalisasi, apalagi dengan rekayasa fitnah yang murahan, sedangkan sebesar apapun kesalahan dan kezhaliman mereka, dianggap biasa saja, begitu mudah dimaafkan tanpa tersentuh proses hukum yang benar.

Kita selalu diwanti-wanti dan dicari-cari melanggar hukum, padahal merekalah pelanggar hukum sejati. Kasus korupsi mereka tutupi, penista agama mereka lindungi. Begitu lihai lisan mereka menyematkan citra buruk bahwa aksi demi aksi yang kita lakukan, termasuk hari ini 112, bermuatan agenda politik. Pertanyaannya, apakah mereka tidak sedang melaksanakan agenda politik, memenangkan si penista agama? Hari ini mereka mengerahkan aparat, pejabat kacung, ulama-su (bejat), media-media penipu, orang-orang bayaran, termasuk anak-anak alay doyan glamour untuk memenangkan si penista agama.

Ketika tak ada lagi tempat mendapat keadilan di negeri ini, maka mari kita berlindung pada Allah Pemilik segala kekuatan, Sang Maha Adil. Lalu kita bentuk kekuatan, gelorakan persatuan di seluruh pelosok negeri. Dan yakinlah, semakin kita dicekik dan ditekkan, maka akan muncul kekuatan baru. Seperti ketika Nabi saw dicekik dan dipukul oleh Abu Jahal, maka datanglah kekuatan dengan masuk Islamnya Hamzah sang singa Allah.

Ini sekali lagi pertarungan, ketika kita dibungkam untuk jangan berpolitik, justru mereka dengan mulusnya menjalankan agenda politik. Ini tidak fair. Politik kita lawan dengan politik. Naif sekali mengatakan agama Islam terlalu suci dihubungkan dengan politik. Anda tidak tahu bung, anda tidak paham agama kami jangan berbicara masalah agama kami seperti junjungan anda yang berbicara seenaknya tentang Al-Qur'an. Agama kami menyuruh untuk berpolitik memenangkan Islam, menegakkan Islam sebagai pilar keadilan dan penebar kasih sayang seluruh alam.

Tindakan makar dan merusak NKRI selalu mereka alamatkan kepada kita, justru merekalah sebenarnya sedang berbuat makar untuk menguasai negeri, menguras habis sumber dayanya, memiskinkan rakyatnya, menancapkan penjajahan yang menyayat hati, yang bertentangan dengan keutuhan NKRI yang merdeka.

Andaipun kita punya kesalahan dalam berjuang untuk Islam ini, karena memang kita manusia, namun yakinlah kesalahan kita tak seberapa dibanding mereka, dan kita punya cara yang elegan dalam mengatasi kesalahan tersebut. Ketika pasukan Abdullah bin Jahsy di sariyah An-Nakhlah melakukan keteledoran menyerang di bulan Rajab (bulan yang diharamkan berperang), inlah yang dijadikan opini besar-besaran oleh musuh Islam bahwa pihak Muhammad telah melakukan pelanggaran. Rasulullah saw tidak menyetujui tindakan Abdullah bin Jahys, untuk itu beliau membayar diyat seorang yang dibunuh dan membebaskan dua tawanan. Namun Allah SWT mengingatkan, "...Membunuh di bulan yang diharamkan memang dosa besar, tetapi menghalang-halangi dari jalan Allah, kufur kepada-Nya, menghalang-halangi dari Masjidil Haram, mengusir penduduknya, itu lebih besar lagi dosanya di sisi Allah, dan fitnah (menimpakan penindasan terhadap muslimin) itu lebih besar dari pembunuhan itu." (QS. 2:217). Dan Allah telah mengampuni kesalahan Abdullah dan pasukannya itu.

Penyerangan opini media penipu begitu bising di telinga kita. Ini tidak bisa dibiarkan. Ketika kita mengusir metro tv dan kompas jangan dianggap sebagai tindakan yang tidak demokratis, justru merekalah yang tidak demokratis dengan berita-berita dan opini-opini yang menyerang, tendensius, tidak adil, menyudutkan dan mendiskreditkan Islam dan umatnya, bahkan menyebarkan hoax dan fitnah. Akan efektik jika kita tak lagi mendengarkan ocehan mereka. Kita hanya menjadikan media-media kita, wartawan dan pencari fakta kita sebagai acuan dari strategi dan pergerakan kita. Seperti halnya di zaman Rasulullah saw, ketika opini disebarkan melalu media syair. Abu Azzah sang penyair musuh menyebarkan kebencian bahkan penghinaan terhadap Nabi saw, ketika dalam tawanan badar ia akan dibunuh tetapi kemudian dimaafkan karena ia berjanji tidak mengulangi lagi, tetapi ia mengkhianati Rasulullah saw dua kali dengan mengulanginya lagi, akhirnya Rasulullah saw menyuruh sahabat untuk memenggalnya saat tertangkap dalam perang Hamraud Asad. Oleh karena itu, mari kita penggal (boikot) media-media penipu itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar