Selasa, 06 September 2016

Memilih tempat yang aman dari fitnah

Inspirasi pemuda Ashabul Kahfi (4)
(QS. Al-Kahfi : 16)

Oleh Muhammad Atim

Simak dan download kajiannya : di sini

      “Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu.” (QS. Al-Kahfi : 16).
 
Ketika para pemuda itu telah menyeru raja untuk beriman kepada Allah, raja pun menolak bahkan mengancam dan menakut-nakuti bahwa ia akan memerintahkan pengawalnya untuk melucuti pakaian mereka yang merupakan pakaian tradisi kaumnya. Tetapi raja memberikan tangguh hingga esok hari agar mereka memikirkan kembali urusan mereka dan barangkali mau kembali kepada agama mereka. Masa tangguh ini merupakan karunia Allah yang menjadi kesempatan bagi mereka untuk melarikan diri. Malam hari itu mereka beranjak pergi meninggalkan istana.
Salah seorang dari mereka berkata memberikan nasihat -yang bisa jadi saat itu mereka sedang bermusyawarah-, “Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu.”
Allah meneguhkan hati mereka untuk menyelamatkan iman mereka ke dalam gua. Mereka berangkat ke suatu gua dari tempat mereka yang jaraknya dua farsakh (satu farsakh sekitar 6 kilometer). Pagi harinya mereka telah sampai di gua. Kemudian raja dan pasukannya mengejarnya dan sempat masuk ke dalam gua tersebut, tetapi dengan izin Allah mata mereka dibuat tidak melihat para pemuda itu. Hal ini seperti yang dialami oleh Rasulullah saw bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq saat hijrah ke Madinah. Ketika keduanya berlindung di gua Tsur, Allah melindungi mereka. Sampai Abu Bakar merasa sedih dan khawatir kepada Rasulullah saw karena andai saja orang-orang kafir Quraisy itu menundukkan kepalanya ke bawah niscaya mereka akan mengetahui keberadaan mereka. Tapi saat itu Rasulullah saw menenangkannya dan mengingatkannya akan pertolongan Allah, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”[1] Tetapi tentu kisah Rasulullah saw itu lebih baik dari kisah Ashabul Kahfi.
Ini merupakan hal yang disyariatkan. Ketika kita tidak mampu lagi merubah kemungkaran yang terjadi, maka hendaklah kita mencari tempat yang dapat menyelamatkan kita dari fitnah. Jangan kita membiarkan diri kita terpengaruh oleh lingkungan yang buruk, karena diri kita sendirilah yang akan bertanggungjawab di hadapan Allah atas perbuatan yang kita lakukan, bukan orang lain. Ketika Allah melarang kita “Janganlah kamu dekati zina”, itu artinya janganlah kita mendekati tempat-tempat fitnah yang dapat merobohkan keimanan kita. Ibnu Jauzi mengatakan, “Siapa yang mendekati fitnah, maka ia jauh dari keselamatan. Siapa yang mengaku-ngaku dirinya bisa sabar, maka ia akan dibebankan kepada dirinya sendiri”[2] Rasulullah saw mengingatkan bahwa kita seperti penggembala yang menjaga gembalaannya, agar jangan berada di batas tempat penggembalaan yang dekat dengan tanaman yang bukan haknya, karena kebanyakan akan menerobosnya. Termasuk juga dalam pergaulan, kita harus punya prinsip memegang ajaran Islam yang kita yakini, dan hanya berteman dekat dengan orang-orang yang shaleh saja.
Di akhir zaman, ketika fitnah telah merebak di mana-mana, Rasulullah saw menjelaskan bahwa sebaik-baik harta adalah kambing-kambing yang digembalakan di atas gunung. Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata, Rasulullah saw bersabda : “Sudah dekat waktunya akan terjadi sebaik-baik harta seorang muslim adalah kambing yang di gembalakan di puncak-puncak gunung dan tempat-tempat turunnya hujan, ia lari membawa agamanya dari fitnah-fitnah.” (HR. Bukhari).   


[1] Lihat QS. At-Taubah ayat 40
[2] Ibnu Jauzi, Shaidul Khatir, hal. 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar