Senin, 05 September 2016

Keajaiban Ashabul Kahfi, para pemuda penggenggam iman

Inspirasi pemuda Ashabul Kahfi (2)    
(QS. Al-Kahfi : 9-13)


Oleh : Muhammad Atim  
Simak dan download kajiannya : di sini
“Apakah engkau mengira bahwa orang yang mendiami gua, (dan yang mempunyai) Ar-Raqim itu, termasuk tanda-tanda (kebesaran) Kami yang menakjubkan? (Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami”. Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu selama beberapa tahun. Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (di dalam gua itu). Kami ceritakan kepadamu (Muhamamd) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka”. (QS. Al-Kahfi : 9-13).
Kesedihan karena melihat kemungkaran juga pernah dialami oleh Ashabul Kahfi (orang-orang yang mendiami suatu gua), para pemuda yang berusaha menggenggam iman mereka. Kisah mereka adalah suatu keajaiban. Meskipun bukanlah yang paling ajaib –karena orang kafir pun banyak yang merasa takjub ketika itu- karena masih banyak keajaiban-keajaiban yang lebih dari itu seperti penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam, dlsb, yang menunjukkan kekuasaan Allah. Ibnu Abbas berkata mengenai ayat “Apakah engkau mengira bahwa orang yang mendiami gua, (dan yang mempunyai) Ar-Raqim itu, termasuk tanda-tanda (kebesaran) Kami yang menakjubkan? Maksudnya Allah berfirman, “Yang aku berikan kepadamu (Muhammad) berupa ilmu, Sunnah dan Kitab, lebih baik daripada urusan Ashabul Kahfi dan Ar-Raqim.”[1] Yang pada intinya, bukanlah sebatas takjub kepada kisahnya, tetapi yang lebih penting adalah dapat mengambil pelajaran dan petunjuk darinya.
Yang menakjubkan bukan hanya kisahnya, tetapi keadaan mereka yang masih muda justru berani untuk menolak kemungkaran dan memilih berlindung di dalam gua yang tentunya penuh gelap, pengap, beralas bebatuan dan pasir yang tidak membuatnya nyaman berbeda dengan tempat mereka sebelumnya di istana yang serba ni’mat karena mereka adalah anak para pembesar kerajaan Romawi yang –menurut pendapat yang paling kuat- jumlah mereka tujuh orang, demi menyelamatkan iman mereka agar tidak terpengaruh oleh kemungkaran yang dilakukan oleh masyarakatnya. Tetapi kemudian Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada mereka di dalam gua itu, membuat mereka tidur selama beberapa tahun lamanya, sebagai karunia bagi kesungguhan dan doa mereka, “Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami”. Kemudian mereka dibuat bangun kembali, agar Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya. Yang dimaksud dengan Ar-Raqim –menurut pendapat yang paling kuat- adalah kitab yang berupa lembaran dari batu yang ditulis padanya kisah-kisah Ashabul Kahfi, kemudian mereka meletakkannya di pintu gua.[2]
Masa tidur mereka yang lama menjadi keajaiban dari pertolongan Allah. Ketika Allah membangkitkan mereka, Allah hendak menguji siapakah yang paling tepat perhitungannya dari dua kelompok yang berbeda pendapat, yaitu dari penduduk kota itu yang ada ketika itu. Hal ini untuk membuktikan bahwa manusia banyak berselisih tentang peristiwa-peristiwa sejarah, dan hanya dari Allah-lah sumber yang pasti kebenarannya. Oleh karena itu Allah mengatakan “Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya.” 
Allah SWT memberikan penegasan (taukid), “Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka”. Mereka adalah anak-anak muda, Fityah, Asy-Syabab. Anak-anak muda itu ternyata mampu menolak kemungkaran dan berpegang teguh menggenggam iman di tengah merebaknya fitnah. Ini mematahkan anggapan keliru selama ini bahwa anak muda itu identik dengan kenakalan, bahkan banyak orang menganggapnya hal yang wajar. Padahal kata syabab itu bermakna kekuatan, muda, baru, indah, tumbuh dan awal dari segala sesuatu.[3] 

Memang sudah muncul gejolak hawa nafsu pada diri mereka, tetapi pada saat yang sama muncul pula gejolak ruhaninya yang besar. Tinggal kita mau mengarahkan kepada yang mana. Yang jelas Allah memberikan bekal kekuatan kepada mereka karena Allah menyebut fase muda itu dengan kekuatan, “Alloh yang menciptakan kalian dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan setelah lemah itu KUAT, kemudian Dia menjadikan setelah kuat itu lemah dan beruban, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, dan Dia Maha Mengetahui dan Maha Berkuasa.” (QS. Ar-Rum: 54). 

Untuk itulah Ibnu Katsir menjelaskan, “Maka Allah SWT menyebutkan sesungguhnya mereka adalah anak-anak muda, mereka lebih mudah menerima kebenaran, lebih mudah mengikuti petunjuk jalan daripada orang tua yang telah menyimpang dan terjerumus ke dalam agama yang batil. Oleh karena itu, kebanyakan orang yang menyambut seruan Allah dan rasul-Nya adalah anak-anak muda. Adapun orang-orang tua dari Quraisy kebanyakan mereka tetap berada dalam agama mereka, tidak masuk Islam dari mereka kecuali sedikit. Begitulah Allah SWT mengabarkan tentang Ashabul Kahfi bahwa sesungguhnya mereka adalah anak-anak muda.”[4]


[1] Ibid, hal.138
[2] Ibid, hal.139
[3] Lihat Dr. Khalid Ahmad Asy-Syantut, Tarbiyatusy Syabab Al-Muslim lil abai wad du’at, bab Asy-Syabab wal Murohaqoh fillughoh
[4] Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 5, hal.140

Tidak ada komentar:

Posting Komentar