Minggu, 04 September 2016

Ashabul Kahfi, Inspirasi pemuda penggenggam iman di tengah fitnah

Inspirasi pemuda Ashabul Kahfi (1)

Menggali petunjuk QS. Al-Kahfi  
Muqoddimah (ayat 1-8)

Oleh : Muhammad Atim


Simak dan download audio kajiannya : di sini 
Surat Al-Kahfi ini turun ketika fitnah yang menggoda keimanan semakin memuncak, yaitu ketika penyiksaan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap orang-orang yang beriman semakin membabi-buta. Di dalamnya terdapat petunjuk agar mencari tempat untuk menyelamatkan iman, yang diinspirasi dari kisah Ashabul Kahfi. Maka beliau segera memerintahkan sebagian kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah. Beliau bersabda : “Kalaulah kalian pergi ke negeri Habasyah, sesungguhnya di sana ada seorang raja yang tidak dizhalimi seorang pun di sisinya, ia adalah negeri kejujuran, sampai Alloh memberikan jalan keluar bagi kalian terhadap (ujian) yang menimpa kalian ini.”[1]
Ketika seseorang telah memahami kandungan makna di surat ini, lalu selalu membacanya dengan penuh penghayatan dan diiringi pengamalannya, maka ia dapat terhindar dari fitnah, bahkan fitnah yang terbesar dari seluruh fitnah, yaitu fitnah Dajjal. Diriwayatkan dari Abu Darda dari Nabi saw, beliau bersabda : “Siapa yang dapat menjaga sepuluh ayat di awal surat Al-Kahfi ­–dalam riwayat Muslim dari akhir surat Al-Kahfi- ia terjaga dari fitnah Dajjal. (HR. Muslim, Tirmidzi, dan Abu Dawud)[2] Bahkan pernah ketika dibacakan surat Al-Kahfi datanglah awan ketenangan. Diriwayatkan dari Al-Barra bin ‘Azib, ia mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki membaca surat Al-Kahfi di dalam rumahnya, sedangkan di halamannya terdapat hewan kendaraannya. Maka hewan kendaraan itu lari, lalu ia melihat-lihat dan ternyata ada kabut atau awan yang menutupi dirinya. Kemudian ia menceritakan pengalamannya kepada Nabi saw. Maka Nabi saw bersabda : “Bacalah terus hai fulan! Sesungguhnya awan itu adalah sakinah (ketenangan) yang turun saat kamu membaca Al-Qur’an, atau turun kepada Al-Qur’an.” (HR. Ahmad).[3]
Sebab turunnya surat Al-Kahfi ini sebagai jawaban dari pertanyaan orang-orang kafir Quraisy  kepada Rasulullah saw yang disuruh oleh orang-orang Yahudi untuk bertanya tiga hal, jika dapat dijawab berarti ia benar seorang Nabi yang diutus. Orang Yahudi berkata, “Tanyakanlah kepadanya beberapa orang pemuda yang pergi meninggalkan kaumnya (Ashabul Kahfi) di masa silam, apakah yang dialami oleh mereka? Karena sesungguhnya kisah mereka sangat menakjubkan. Tanyakanlah kepadanya tentang seorang lelaki (Dzul Qarnain) yang melanglang buana sampai ke belahan timur dan barat, bagaimana kisahnya. Dan tanyakanlah kepadanya tentang roh, apakah roh itu?” Ketika Rasulullah saw ditanya hal itu, beliau mengatakan, “Aku akan menceritakan jawaban dari pertanyaan kalian itu besok” tanpa menyebut kata Insya Allah, akhirnya selama lima belas hari tidak ada jawaban. Beliau pun merasa sedih, tetapi kemudian turun surat Al-Kahfi sebagai jawaban sekaligus teguran kepada beliau agar tidak lupa menyebut kata Insya Allah. Dan turun pula QS. Al-Isra ayat 85 yang menjadi jawaban atas pertanyaan tentang roh.[4]
Al-Qur’an jalan yang lurus sebagai peringatan dan kabar gembira             
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok. Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mu’min yang beramal shaleh bahwa mereka akan mendapatkan balasan yang baik. Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan untuk memperingatkan kepada orang yang berkata, “Allah mengambil seorang anak. Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengatakan suatu kebohongan belaka.” (QS. Al-Kahfi : 1-5).
Al-Qur’an sebagai jalan yang lurus tidak ada kebengkokkan padanya, tidak seperti tuduhan orang-orang kafir bahwa Al-Qur’an ada syair, sihir, mantra dukun, dan dongeng orang-orang zaman dahulu (asathirul awwalin). Tujuan diturunkannya untuk memperingatkan orang yang mengingkarinya dengan siksaan yang pedih baik di dunia maupun di akhirat. Sebagai kabar gembira bagi orang beriman yang akan diberi balasan surga, dan sebagai peringatan bagi orang-orang yang mengatakan bahwa Allah memiliki anak, maksudnya adalah orang-orang musyrik Arab yang mengatakan bahwa para malaikat itu putri Allah, karena surat Al-Kahfi ini termasuk makiyyah, jadi belum berbicara tentang orang-orang Nashrani, walau secara kandungan makna (madlul)nya berlaku umum. 
Kesedihan itu, tetapi semua adalah ujian             
“Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur’an). Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang paling baik amalnya. Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang ada di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering”. (QS. Al-Kahfi : 6-8).
Ini adalah ungkapan tentang kesedihan Rasulullah saw yang mendalam terhadap umatnya yang berpaling dari kebenaran yang disampaikannya dan mengingkari Al-Qur’an sebagai keterangan yang nyata. Seolah-olah beliau mencelakakan dirinya sendiri karena kesedihan. Hal itu dikarenakan beliau sangat bersemangat dan bersungguh-sungguh agar umatnya dapat beriman dan sangat khawatir dan kasihan kalau mereka masuk ke dalam neraka. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Rasulullah saw, beliau bersabda : “Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan umatku adalah seperti seseorang yang menyalakan api, lalu binatang-binatang melata dan serangga hendak memasukinya. Dan aku sudah berusaha menghalangi kalian dari neraka ketika kalian berdesak-desakkan hendak menjerumuskan diri ke dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sampai beliau tidak peduli meskipun dilempari batu hingga berdarah, disakiti dan diperangi, beliau tetap berda’wah dengan tulus ikhlas.
Allah menghibur beliau dengan meyakinkan bahwa semua itu adalah ujian. Apa yang ada di atas bumi berupa tumbuh-tumbuhan yang hijau merupakan hiasan bagi bumi. Begitupun harta kekayaan dan keni’matan yang diberikan kepada manusia, hal itu adalah ujian yang kelulusannya adalah ketika menusia dapat melakukan amalan yang paling baik. Tetapi jika banyak manusia yang menggunakan keni’matan itu justeru untuk durhaka dan tidak mau beriman, tak usahlah engkau bersedih, karena dengan segera hal itu akan lenyap, seperti tumbuh-tumbuhan yang hijau itu dengan segera ia hancur dan tinggallah tanah tandus lagi kering.
 


[1] Siroh Nabawiyyah Ibnu Hisyam, hal.148
[2] Ibnu Asyur, At-Tahrir wat Tanwir, Jilid 15, hal.241
[3] Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 5, hal.133
[4] Ibid, hal.136

Tidak ada komentar:

Posting Komentar