Inspirasi pemuda Ashabul Kahfi (1)
Menggali petunjuk QS. Al-Kahfi
Menggali petunjuk QS. Al-Kahfi
Muqoddimah (ayat 1-8)
Oleh : Muhammad Atim
Simak dan download audio kajiannya : di sini
Surat Al-Kahfi
ini turun ketika fitnah yang menggoda keimanan semakin memuncak, yaitu ketika
penyiksaan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap orang-orang yang
beriman semakin membabi-buta. Di dalamnya terdapat petunjuk agar mencari tempat
untuk menyelamatkan iman, yang diinspirasi dari kisah Ashabul Kahfi. Maka
beliau segera memerintahkan sebagian kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah.
Beliau bersabda : “Kalaulah kalian pergi ke negeri Habasyah, sesungguhnya di
sana ada seorang raja yang tidak dizhalimi seorang pun di sisinya, ia adalah
negeri kejujuran, sampai Alloh memberikan jalan keluar bagi kalian terhadap
(ujian) yang menimpa kalian ini.”[1]
Ketika
seseorang telah memahami kandungan makna di surat ini, lalu selalu membacanya
dengan penuh penghayatan dan diiringi pengamalannya, maka ia dapat terhindar
dari fitnah, bahkan fitnah yang terbesar dari seluruh fitnah, yaitu fitnah
Dajjal. Diriwayatkan dari Abu Darda dari Nabi saw, beliau bersabda : “Siapa
yang dapat menjaga sepuluh ayat di awal surat Al-Kahfi –dalam riwayat
Muslim dari akhir surat Al-Kahfi- ia terjaga dari fitnah Dajjal. (HR.
Muslim, Tirmidzi, dan Abu Dawud)[2] Bahkan
pernah ketika dibacakan surat Al-Kahfi datanglah awan ketenangan. Diriwayatkan
dari Al-Barra bin ‘Azib, ia mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki membaca
surat Al-Kahfi di dalam rumahnya, sedangkan di halamannya terdapat hewan
kendaraannya. Maka hewan kendaraan itu lari, lalu ia melihat-lihat dan ternyata
ada kabut atau awan yang menutupi dirinya. Kemudian ia menceritakan
pengalamannya kepada Nabi saw. Maka Nabi saw bersabda : “Bacalah terus hai
fulan! Sesungguhnya awan itu adalah sakinah (ketenangan) yang turun saat kamu
membaca Al-Qur’an, atau turun kepada Al-Qur’an.” (HR. Ahmad).[3]
Sebab turunnya
surat Al-Kahfi ini sebagai jawaban dari pertanyaan orang-orang kafir
Quraisy kepada Rasulullah saw yang
disuruh oleh orang-orang Yahudi untuk bertanya tiga hal, jika dapat dijawab
berarti ia benar seorang Nabi yang diutus. Orang Yahudi berkata, “Tanyakanlah
kepadanya beberapa orang pemuda yang pergi meninggalkan kaumnya (Ashabul Kahfi)
di masa silam, apakah yang dialami oleh mereka? Karena sesungguhnya kisah
mereka sangat menakjubkan. Tanyakanlah kepadanya tentang seorang lelaki (Dzul
Qarnain) yang melanglang buana sampai ke belahan timur dan barat, bagaimana
kisahnya. Dan tanyakanlah kepadanya tentang roh, apakah roh itu?” Ketika
Rasulullah saw ditanya hal itu, beliau mengatakan, “Aku akan menceritakan
jawaban dari pertanyaan kalian itu besok” tanpa menyebut kata Insya
Allah, akhirnya selama lima belas hari tidak ada jawaban. Beliau pun merasa
sedih, tetapi kemudian turun surat Al-Kahfi sebagai jawaban sekaligus teguran
kepada beliau agar tidak lupa menyebut kata Insya Allah. Dan turun pula
QS. Al-Isra ayat 85 yang menjadi jawaban atas pertanyaan tentang roh.[4]
Al-Qur’an jalan yang lurus sebagai peringatan
dan kabar gembira
“Segala puji
bagi Allah yang telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya dan Dia
tidak menjadikannya bengkok. Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan
akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada
orang-orang mu’min yang beramal shaleh bahwa mereka akan mendapatkan balasan
yang baik. Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. Dan untuk
memperingatkan kepada orang yang berkata, “Allah mengambil seorang anak. Mereka
sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek
moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka;
mereka hanya mengatakan suatu kebohongan belaka.” (QS. Al-Kahfi : 1-5).
Al-Qur’an
sebagai jalan yang lurus tidak ada kebengkokkan padanya, tidak seperti tuduhan
orang-orang kafir bahwa Al-Qur’an ada syair, sihir, mantra dukun, dan dongeng
orang-orang zaman dahulu (asathirul awwalin). Tujuan diturunkannya untuk
memperingatkan orang yang mengingkarinya dengan siksaan yang pedih baik di
dunia maupun di akhirat. Sebagai kabar gembira bagi orang beriman yang akan
diberi balasan surga, dan sebagai peringatan bagi orang-orang yang mengatakan
bahwa Allah memiliki anak, maksudnya adalah orang-orang musyrik Arab yang
mengatakan bahwa para malaikat itu putri Allah, karena surat Al-Kahfi ini
termasuk makiyyah, jadi belum berbicara tentang orang-orang Nashrani,
walau secara kandungan makna (madlul)nya berlaku umum.
Kesedihan itu, tetapi semua adalah ujian
“Maka
barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati
setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini
(Al-Qur’an). Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai
perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang
paling baik amalnya. Dan Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang ada
di atasnya menjadi tanah yang tandus lagi kering”. (QS. Al-Kahfi : 6-8).
Ini adalah
ungkapan tentang kesedihan Rasulullah saw yang mendalam terhadap umatnya yang
berpaling dari kebenaran yang disampaikannya dan mengingkari Al-Qur’an sebagai
keterangan yang nyata. Seolah-olah beliau mencelakakan dirinya sendiri karena
kesedihan. Hal itu dikarenakan beliau sangat bersemangat dan bersungguh-sungguh
agar umatnya dapat beriman dan sangat khawatir dan kasihan kalau mereka masuk
ke dalam neraka. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Rasulullah saw, beliau
bersabda : “Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan umatku adalah seperti
seseorang yang menyalakan api, lalu binatang-binatang melata dan serangga
hendak memasukinya. Dan aku sudah berusaha menghalangi kalian dari neraka
ketika kalian berdesak-desakkan hendak menjerumuskan diri ke dalamnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim). Sampai beliau tidak peduli meskipun dilempari batu hingga
berdarah, disakiti dan diperangi, beliau tetap berda’wah dengan tulus ikhlas.
Allah menghibur
beliau dengan meyakinkan bahwa semua itu adalah ujian. Apa yang ada di atas
bumi berupa tumbuh-tumbuhan yang hijau merupakan hiasan bagi bumi. Begitupun
harta kekayaan dan keni’matan yang diberikan kepada manusia, hal itu adalah
ujian yang kelulusannya adalah ketika menusia dapat melakukan amalan yang
paling baik. Tetapi jika banyak manusia yang menggunakan keni’matan itu justeru
untuk durhaka dan tidak mau beriman, tak usahlah engkau bersedih, karena dengan
segera hal itu akan lenyap, seperti tumbuh-tumbuhan yang hijau itu dengan
segera ia hancur dan tinggallah tanah tandus lagi kering.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar