Jumat, 02 September 2016

Ilmu Wahyu Penerang Kejahiliyahan






Ketika kejahiliyahan meliputi bumi, maka perintah yang pertama turun adalah membaca, membuka cakrawala ilmu. Namun bukan ilmu untuk kepentingan duniawi, tetapi ilmu yang diwahyukan oleh Allah SWT untuk  manusia, yang memberikan petunjuk kebenaran untuk mengenal tuhannya, mengetahui hakikat dirinya dan cara pandang terhadap alam sekitar yang mengitarinya.
Ilmu yang dapat melepaskan manusia dari kejahiliyahan adalah ilmu yang diwahyukan oleh Allah SWT tersebut. Kalau dimaknai ilmu apa saja, tentu masyarakat jahiliyah ketika Rosululloh saw diutus itu bukanlah orang yang bodoh dalam hal ilmu duniawi. Masyarakat Arab misalnya mereka adalah para ahli dagang yang handal dan juga para penghapal dan pembuat syair-syair. Mereka banyak yang sukses secara duniawi. Tetapi mereka disebut masyarakat jahiliyah karena mereka bodoh tentang ilmu wahyu. Begitu pula Qorun, ilmunya yang mengantarkan kepada kesuksesan meraih kekayaan dunia yang melimpah, tidak membuat dia lepas dari kejahiliyahan. Dia mengatakan, “Sesungguhnya aku mendapat ini semua, hanya karena ilmu yang aku miliki”. Namun akhirnya ia beserta hartanya ditenggelamkan ke dalam bumi karena sikap jahiliyahnya tersebut, dan kisahnya menjadi pelajaran abadi bagi kita.
Untuk itulah Rosululloh saw dan umatnya diberi wahyu yang merupakan dasar pertama pembentukan pribadi muslim.
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (١) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (٢) اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (٣) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (٥)
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu maha pemurah. Yang telah mengajarkan melalui pena. Dia telah mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
       Ayat yang berisi pendidikan tersebut menjadi pondasi dari pembentukan pribadi muslim. Dimana ia mesti dibangun diatas landasan ilmu.
       Sedangkan orang yang menolak wahyu tersebut, tidak bersedia untuk belajar, berarti ia mempertahankan kejahiliyahan dalam dirinya. Itu merukan sikap melampauai batas, tidak patuh kepada Allah yang telah menciptakannya, dan tiada lain sikap itu muncul kecuali karena ia merasa serba cukup dengan dirinya sendiri, tidak butuh kepada orang lain, tidak merasa butuh untuk belajar kepada ilmu wahyu yang diturunkan oleh Allah. Untuk itulah di ayat-ayat berikutnya Allah menjelaskan hal tersebut dengan diberikan contoh langsung dari bapak kejahiliyahan, Abu Jahal.

Download dan simak kajiannya bag.1 bag.2
Download makalahnya di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar