Minggu, 07 Februari 2021

Masjid itu milik Allah

Oleh : Muhammad Atim

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا مَعَ اللَّهِ أَحَدًا

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”

(QS. Al-Jin : 18).

 

Presiden Turki, Recep Thayib Erdogan secara resmi mengumumkan beralihnya kembali Aya Shafia menjadi masjid pada Jum’at, 10 Juli 2020, dan berencana menggelajar shalat Jum’at pertama di dalamnya pada tanggal 24 Juli 2020.

Ini seharusnya menjadi kabar gembira bagi seluruh kaum muslimin dimanapun berada. Karena Aya Shafia adalah hak bagi muslimin. Yaitu sebagai masjid waqaf atas keberhasilan Sultan Muhammad Al-Fatih membebaskan Konstaninopel pada tahun 1453 M. Dimana ia bersama pasukannya telah melalui peperangan dan perlawanan yang sengit dari pihak musuh. Namun setelah hampir 5 abad lamanya, tepatnya pada tahun 1934 M, Musthafa Kemal Attaturk, sang pengkhianat, yang mengusung sekularisme dan memerangi Islam, ia memberangus Islam besar-besaran diantaranya dengan mengubah masjid Aya Shafia menjadi museum.

Apa yang dilakukan Musthafa Kemal tersebut adalah illegal. Merampas hak muslimin semena-mena. Al-Fatih pun telah mewasiatkan agar tetap menjadikan Aya Shafia menjadi masjid, tidak boleh dirubah menjadi apapun. Bahkan menurut suatu sumber, meskipun sebenarnya sudah otomatis menjadi milik muslimin, dengan kerendahan hati, Al-Fatih membelinya kepada orang-orang kritsten ortodoks sebagai penghargaan dan perbuatan baik kepada mereka. Aya Shafia sudah menjadi waqaf, artinya sudah menjadi milik Allah, tidak boleh dimiliki oleh siapapun dan tidak boleh diubah menjadi apapun. Dan menjadi kewajiban kaum muslimin untuk mengembalikannya menjadi masjid, dan itu sudah dilakukan oleh Erdogan.

Apa yang dilakukan oleh Erdogan, ternyata menimbulkan kecaman dari negara-negara kaum kafir seperti Amerika, Rusia, Eropa dan lainya. Hal itu wajar saja karena mereka tidak senang jika Islam bangkit. Namun, faktanya Turki telah kuat di tangan Erdogan, dan ia berusaha untuk mengembalikan izzah kaum muslimin. Namun, yang paling memprihatinkan, ternyata kecaman dan penolakan juga datang dari negeri-negeri Arab yang notabene menganut agama Islam, juga yang semisal dengan mereka di berbagai negara. Mufti Mesir misalnya terang-terangan mengecam keputusan Erdogan ini. Padahal, sudah menjadi ijma para ulama, bahwa masjid tidak boleh dirubah ke dalam bentuk apapun, dan jika telah diubah maka wajib hukumnya untuk dikembalikan menjadi masjid.

Mereka yang tidak senang Aya Shafia kembali menjadi masjid, tidak senang jika nama Allah disebut-sebut dan diagungkan di dalam rumah-rumah-Nya, diibadahi dan ditauhidkan dengan tidak menyekutukan-Nya, tidak senang jika syiar-syiar Islam ditegakkan, bahkan berusaha untuk terus menghalang-halanginya, hendaklah mereka merenungkan ayat yang saya sebutkan di atas,  “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”

Ayat ini termasuk dalam rangkaian surat jin, yang merupakan wahyu yang diturunkan berkenaan dengan datangnya sekelompok jin yang mendengarkan bacaan Al-Qur’an Rasulullah . Yaitu saat beliau mengimami shalat shubuh bersama para sahabat di pasar Ukazh di Nakhlah (lihat Shahih Bukhari no.4921, Shahih Muslim no.449). Sedangkan Ibnu Ishak dan para ahli Siroh menyebutkan bahwa surat ini turun setelah kepulangan Rasulullah dari Thaif. Dalam perjalanan beliau singgah di Wadi Nakhlah dan melaksanakan shalat malam, saat itulah bacaan beliau didengar oleh serombongan jin. Peristiwa ini terjadi pada tahun 10 Kenabian.

Di antaranya Jin itu berkata, sebagaimana diriwayatkan oleh A’masy, “Wahai Rasulullah! Izinkanlah kami untuk bersaksi (melaksanakan) bersamamu shalat-shalat di masjidmu.” Maka Allah menurunkan ayat ini, “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin : 18). Rasulullah bersabda, “Shalatlah kalian, dan janganlah bercampur baur dengan manusia.” (Tafsir Ibnu Katsir).

Ibnu Katsir berkata : “Allah berfirman dalam rangka memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mengesakan-Nya dalam lingkup ibadah kepada-Nya dan tidak diibadahi bersama-Nya seorangpun dan tidak disekutukan. Sebagaimana perkataan Qatadah berkenaan dengan firman-Nya “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” Ia berkata : “Orang-orang Yahudi dan Nashrani apabila masuk ke dalam gereja-gereja dan biara-biara mereka, mereka menyekutukan Allah, maka Allah memerintahkan nabi-Nya untuk mentauhidkan-Nya.”

Ayat ini menjadi kecaman keras bagi siapapun yang mengubah fungsi masjid Allah dan melakukan kemusyrikan di dalamnya. Khususnya masjid yang telah ada saat ayat ini turun, yaitu Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha. Orang-orang kafir Quraisy telah berbuat kemusyrikan di Masjidil Haram dan orang-orang kristen Romawi telah berbuat kemusyrikan di Masjidil Aqsha. Dan umumnya berlaku bagi seluruh masjid, sebagaimana Ikrimah berkata : “Ayat ini turun berkenaan dengan masjid-masjid seluruhnya.”

Orang-orang yang benci dikembalikannya fungsi masjid sebagai masjid, tiada lain melainkan di dalam hatinya terdapat kekufuran dan kemunafikan. Mereka beralasan bahwa Aya Shafia asalnya adalah gereja Katedral, mestinya tetap menjadi museum sebagai warisan budaya dua agama. Padahal, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Aya Shafia sudah berada di bawah kekuasaan muslimin selama 5 abad lamanya dan telah menjadi waqaf muslimin. Jika tujuan mereka untuk menjaga hak para penganut agama, mengapa mereka tidak protes saat banyak masjid-masjid di Spanyol seperti Masjid Cordoba yang diubah menjadi Katedral? Padahal masjid-masjid itu dibangun sejak awal sebagai masjid dan telah berada di bawah kekuasaan muslimin selama berabad-abad. Allah menyebut orang-orang yang benci kepada masjid adalah orang yang paling zhalim.

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَىٰ فِي خَرَابِهَا ۚ أُولَٰئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah di dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. Al-Baqarah : 114).

Sebagai muslim, harusnya kita menyadari hukum ini dengan penuh keyakinan. Bahwa masjid-masjid itu, ketika ia telah menjadi masjid, ia menjadi hak Allah, agar Ia diibadahi  di dalamnya. Sebagai tanggung jawab kita kepada Allah, kita memiliki kewajiban untuk mengambalikan masjid-masjid yang saat ini telah diubah fungsinya. Jika kita tidak mampu melakukan usaha-usaha itu, paling tidak memberikan dukungan kepada orang-orang yang melakukan usaha itu. Kewajiban terbesar atas kaum muslimin saat ini dalam hal pengembalian masjid adalah terhadap Masjidil Aqsha, dimana sekarang berada dalam cengkraman zionis Yahudi. Mereka terus menerus menghalangi kaum muslimin beribadah di dalamnya, bahkan mereka berencana untuk merobohkannya.

Kemuliaan Masjidil Aqsha bagi kaum muslimin semestinya tidak usah diragukan lagi, karena ia menjadi aqidah bagi mereka. Ia adalah tempat isra Rasulullah sebagaimana disebutkan di dalam surat Al-Isra, sebagai kiblat pertama, sebagai masjid yang diberkahi oleh Allah beserta sekelilingnya. Bahkan sebagai masjid ketiga yang mesti berusaha keras untuk dapat berkunjung kepadanya setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Sebagaimana sabda Rasulullah “Janganlah kalian bersusah payah melakukan perjalanan kecuali ke tiga masjid. Yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini (masjid Nabawi) dan Masjidil Aqsha.” (Muttafaq ‘Alaih).

Maka wajar jika Erdogan setelah berhasil mengambalikan Aya Shafia sebagai masjid, selanjutnya ia berencana untuk mengambalikan Masjid Al-Aqsha sebagai masjid yang dengan leluasa kaum muslimin beribadah di dalamnya. Tentu saja kita harus mendukung usaha tersebut, bahkan ikut andil di dalamnya. Hal ini tiada lain, merupakan agenda besar kaum muslimin untuk mampu membebaskan Masjid Al-Aqsha khususnya dan Palestina umumnya dari cengkraman penjajah zionis Israel. Semata demi mengembalikan izzah muslimin dan kembali tegaknya Islam yang memberi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu A’lam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar