Tadabur
Ayat-ayat Shaum - 1
Oleh : Muhammad Atim
Sya'ban
tahun 2 Hijriah, turunlah ayat yang memerintahkan ibadah shaum. Seperti halnya
ayat-ayat lain yang berisi hukum syariat, ayat ini juga diawali dengan
panggilan "Wahai orang-orang yang beriman!"
يَا أَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
"Wahai
orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan atas kalian shaum sebagaimana telah
diwajibkan terhadap orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa" (QS.
Al-Baqarah : 183).
Ini
adalah suatu panggilan dari Allah 'Azza wa Jalla, Sang Pencipta, Pengatur dan
Penguasa alam semesta dan seluruh isinya. Hanya Dia lah pemilik
segala kekuatan, kekuasaan dan kehebatan. Jika kita menyadari betapa hinanya
diri kita di hadapan Allah, tiada yang mampu memberikan kasih sayang dan
pertolongan selain Dia semata, maka kita akan merasa sangat beruntung jika kita
termasuk orang-orang yang dipanggil oleh-Nya dengan panggilan yang begitu halus,
yang mengajak kita menuju jalan keselamatan. “Wahai orang-orang yang beriman...!”
Penyebutan yang dipanggil dalam ayat ini menggunakan isim
maushul (kata penghubung) “Alladziina” yang diartikan “yang”, menunjukkan ada
penekanan kepada sifat orang tersebut bukan kepada jenis orangnya. Lalu diberikan
keterangan yang menjadi penjelas bagi isim maushul tersebut “aamanuu” yang
berarti “mereka telah beriman” dengan menggunakan kata kerja bentuk lampau (fi’il
madhi). Artinya, siapapun orangnya asalkan ia beriman, ia dipanggil oleh
Allah untuk diberikan tuntunan menuju jalan keselamatan, dan iman tersebut
telah merasuk ke dalam dirinya.
Mengapa hanya orang-orang yang telah beriman yang diseru
untuk melaksanakan tugas-tugas syariat semacam shaum ini? Karena memang yang
mampu menjalankan syariat yang diberikan oleh Allah itu hanyalah orang yang
telah beriman. Orang yang belum beriman akan sangat sulit untuk melaksanakannya.
Bayangkan, melaksanakan shaum itu bukan perkara mudah, tetapi ia sangat berat. Jangankan
satu bulan penuh, bagi orang yang belum pernah melakukannya, atau orang yang
belum beriman atau keimanannya belum kuat, melaksanakan shaum satu hari saja
akan terasa sangat berat.
Untuk itu, tugas-tugas syariat dari Allah itu, tidaklah
diturunkan melainkan ketika orang-orang Islam telah benar-benar kuat
keimanannya. Lihatlah tahapan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam periode
Mekkah selama 13 tahun, ayat-ayat yang turun yang disebut dengan ayat-ayat
Makiyyah semata-mata bertujuan untuk mengokohkan aqidah. Setelah itu barulah turun
ayat-ayat Madaniyyah yang berisi tugas-tugas dan hukum-hukum syariat. Shaum adalah
diantaranya, yang diturunkan pada saat menjelang dua tahun periode Madinah, tepatnya
pada bulan Sya’ban 2 Hijriah. Artinya, ketika shaum ini diperintahkan,
orang-orang Islam telah ditempa keimanannya melalui ayat-ayat Makiyyah. Sekitar
15 tahun (13 tahun dalam periode Makiyyah dan 2 tahun dalam periode Madaniyyah)
mereka ditempa. Jika kita ukur ke dalam tahapan usia kita, bukankah ini adalah
fase usia baligh? Ini artinya, setiap manusia muslim harus telah dipersiapkan
keimanannya semenjak awal kehidupannya, ditempa dengan ayat-ayat pengokoh
keimanan hingga ketika ia baligh, ia telah siap untuk menerima tugas-tugas
syariat termasuk shaum.
Jika sebelum baligh seorang anak tidak dipersiapkan
keimanannya agar mereka mampu memikul tugas syariat ketika mereka baligh, tentu
saja mereka tidak akan mampu memikulnya. Bagaikan bangunan yang dipancangkan
tembok-temboknya bahkan berlantai-lantai, tetapi pondasinya lemah, maka yang
terjadi adalah ambruk. Pun begitu, andaikan dahulu ayat-ayat Al-Qur’an yang
turun pertama kali adalah berisi tugas-tugas syariat, niscaya mereka sama
sekali tidak akan mau dan mampu melakukannya. Ini persis seperti dikatakan oleh
Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha,
إِنَّمَا
نَزَلَ أَوَّلَ مَا نَزَلَ مِنْهُ سُوْرَةٌ مِنَ الْمُفَصَّلِ فِيْهَا ذِكْرُ الْجَنَّةِ
وَالنَّارِ حَتَّى إِذَا ثَابَ النَّاسُ إِلَى الْإِسْلَامِ نَزَلَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ
وَلَوْ نَزَلَ أَوَّلَ شَيْءٍ لَا تَشْرَبُوا الْخَمْرَ لَقَالُوا لَا نَدَعُ الْخَمْرَ
أَبَدًا وَلَوْ نَزَلَ لَا تَزْنُوا لَقَالُوا لَا نَدَعُ الزِّنَا أَبَدًا لَقَدْ
نَزَلَ بِمَكَّةَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَإِنِّي لَجَارِيَةُ أَلْعَبُ
(بَلِ
السَّاعَةُ مَوْعِدُهُمْ وَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمَرُّ)
[القمر : ٤٦] وَمَا نَزَلَتْ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ وَالنِّسَاءِ إِلَّا وَأَنَا عِنْدَهُ
“Sesungguhnya yang pertama kali diturunkan adalah
surat-surat pendek (Al-Mufashshal) yang padanya disebutkan surga dan neraka,
sampai apabila orang-orang telah kokoh kepada Islam, turunlah halal dan haram.
Kalaulah yang diturunkan pertama itu adalah “Janganlah kalian minum khomer!”
Niscaya mereka berkata, “Kami tidak akan meninggalkan khomer selamanya”. Kalau
yang turun adalah “Janganlah kalian berzina!” Niscaya mereka berkata, “Kami
tidak akan meninggalkan zina selamanya.” Sungguh telah turun di Mekkah kepada
Muhammad saw dan keadaanku seorang anak perempuan yang sedang bermain “Tetapi
hari kiamatlah yang dijanjikan bagi mereka, dan hari kiamat itu lebih dahsyat
dan lebih pahit” (QS. Al-Qomar: 46). Tidaklah turun surat Al-Baqarah dan
An-Nisa kecuali aku sudah tinggal bersamanya.”[1]
Iman yang merasuk ke dalam diri seseorang, bisa saja ia
masuk dengan cepat melalui berbagai pintu hidayah. Tapi setelah itu, butuh
proses yang terus-menerus untuk mengistiqomahkan dan mengokohkannya. Kini Al-Qur’an
telah sempurna diturunkan, dan syariat telah sempurna ditetapkan. Maka tentu
saja, ketika suatu syariat itu telah tiba waktunya untuk dilaksanakan, kita
tidak boleh menghindar dengan alasan belum siap. Mumpung ada waktu sebelum tiba
pelaksanaannya, maka mari kita perkuat keimanan dalam diri kita. Selalu ingatlah
kepada Allah, perkuat iman kepada-Nya sehingga timbul rasa cinta yang kuat
kepada-Nya yang mampu mengalahkan segala kecintaan kepada selain-Nya. Selalu jua
ingat akhirat, berharap keni’matan surga yang merupakan rahmat dari-Nya, dan
merasa takut terhadap penderitaan neraka yang merupakan siksa-Nya. Maka, dengan
tiga hal inilah : mahabbah (cinta), roja (pengharapan) dan khauf (rasa takut),
kita dapat memperkuat keimanan kita, dan itu cukup untuk memikul tugas-tugas
syariat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar