Oleh : Muhammad Atim
Agama Islam adalah apa yang
datang dari Alloh berupa wahyu baik langsung (Al-Qur'an) ataupun dengan
lafazh Nabi-Nya (Hadits). Islam menjelaskan 3 tema besar : Aqidah,
Syariat dan Akhlaq; yang terangkum dalam hadits Jibril masyhur dengan
istilah : Islam=Syariat, Iman=Aqidah dan Ihsan=Akhlaq. Ketiga tema
tersebut menjawab semua kebutuhan sesuai unsur dalam diri manusia, Islam
ditujukan kepada fisik, Iman kepada akal dan Ihsan kepada ruh.
Dalam wahyu ini ada yang dilalah (pemberi petunjuk makna)nya qoth'i
(makna pasti), ada pula yang zhanni (membutuhkan curahan pikiran untuk
memahaminya/ijtihad). Dalam yang qoth'i itu seluruh kaum muslimin tidak
boleh ada perbedaan karena dia dasar Islam, dan tidak boleh diklaim oleh
madzhab tertentu, sedangkan dalam yang zhanni dari sanalah muncul
madzhab, yang memungkinkan adanya perbedaan. Masing-masing madzhab itu
tidak ada yang 100% benar, karena tersimpulkan oleh pemikiran manusia,
dan manusia tidak ma'shum. Ada yang benarnya dan ada yang salahnya.
Benarnya dapat pahala dua dan salahnya satu pahala karena berangkat dari
ijtihad. Di sini masing-masing madzhab tidak boleh guluw (melampaui
batas) menganggap madzhabnya sendiri yang benar sedangkan di luarnya
sesat. Sekali lagi ini dalam masalah yang zhanni, sedangkan dalam
masalah qoth'i yang merupakan dasar agama, jika ada yang menyelisihinya,
tentu kita katakan sesat.
Dalam masalah Aqidah pun demikian,
tidak semuanya qoth'i, meski kebanyakannya, tetapi juga ada yang zhanni.
Dalam hal zhanni inilah para ulama fleksibel dalam tradisi perbedaan
pendapat, meski diantara mereka sangat kuat dan tegas dalam berhujjah.
Istilah Ahlus Sunnah itu muncul untuk membedakan dari aliran-aliran
bid'ah dalam Aqidah, yang memang perbedaannya telah keluar dari jalur
dasar Islam.
Sedangkan dalam Ahlus Sunnah, dalam hal-hal
zhanninya, tentu ada perbedaan. Dari sinilah muncul tiga madzhab besar
yang sama-sama Ahlus Sunnah, yaitu madzhab Ahlul Hadits (Imam Ahmad)
yang hari ini dikenal dengan manhaj salaf, kemudian Asy'ariyyah dan
Maturidiyyah.
Dari sanalah terbentuk ilmu Aqidah, yang terdapat
kesepakatan dan terdapat pula perbedaan. Hal itu menuntut kita untuk
tidak guluw, tidak fanatik madzhab, apalagi mengkafirkan hanya karena
perbedaan dalam ruang lingkup ini. Ilmu ini bisa dinamakan ilmu
Aqidah/i'tiqod (menamai dengan mayoritas pembahasannya meskipun ada yang
zhanni yang tidak sampai pada i'tiqod), ilmu tauhid (menamai dengan
pembahasan terpenting yaitu mengesakan Alloh), atau juga ilmu Kalam
(menamai dengan salah satu pembahasannya yaitu Kalamullah). Laa
musyahata fil isthilah ba'da ittifaqil ma'na (tidak perlu ada
perselisihan dalam istilah setelah ada kesepakatan dalam makna).
Sejak Rasul saw menyebarkan risalahnya, tidak ada perubahan dalam dasar
Aqidah dan cakupannya, hanya saja fokus pembahasan di setiap zaman bisa
berbeda. Ibnu Taimiyyah fokus membahas sisi sifat Alloh untuk menjawab
syubhat pada zamannya, Ibnu Abdil Wahhab memfokuskan pembasan tauhid
ibadah dan kesyirikannya untuk menjawab permasalahan di zamannya, begitu
pun Sayyid Quthb memfokuskan sisi tauhid hukmiyyah -atau masih bagian
tauhid uluhiyyah / ibadah dalam arti kemestian tauhid itu berhukum
kepada hukum Alloh -tentu dengan pemahaman yang benar- karena menurut
beliau itulah yang penting difokuskan terhadap realitas yang ada. Kita
pun bisa memfokuskan bahasan tertentu untuk menjawab syubhat yang tengah
terjadi. Namun sayangnya kebanyakan muridnya salah memahami, menganggap
bahwa aqidah terbatas apa yang difokuskan bahasannya oleh guru mereka.
Dalam menyikapi perbedaan dalam memahami agama ini, kita dituntut untuk
mengikuti yang rojih (pendapat paling kuat) yang kita dapatkan hasil
usaha kita, karena al-'amal bir rojih wajibun laa rojih (mengamalkan
yang rojih itu wajib bukan rojih -dalam hukumnya-
Masih banyak
kitab-kitab dalam Aqidah yang perlu dijelajahi agar tidak guluw, fanatik
madzhab, agar memahami inti persoalan, dalam lintas madzhab Ahlus
Sunnah.
Paling tidak ini sebagai peta awal penjelajahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar