Inspirasi pemuda Ashabul Kahfi (7)
(QS. Al-Kahfi : 21-22)
Oleh : Muhammad Atim
Simak dan download kajiannya : di sini
“Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan
mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa
kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka,
orang-orang itu berkata: "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka,
Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa
atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah
rumah peribadatan di atasnya. Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka)
adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan:
"(Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya",
sebagai terkaan terhadap perkara yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan:
"(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya".
Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang
mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu
(Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan
jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di
antara mereka.” (QS. Al-Kahfi : 21-22).
Kisah
keshalehan mereka menjadi kenangan indah setelahnya. Allah sengaja
mempertemukan orang-orang pada zaman itu dengan mereka agar orang-orang tersebut
dapat mengambil pelajarannya. Pelajaran yang paling besar dari kisah mereka
adalah sebagai bukti nyata bahwa janji Allah itu benar dan hari kiamat itu
pasti terjadi. Karena jika Allah berkuasa membangkitkan mereka setelah tertidur
selama 309 tahun, maka Allah pun berkuasa untuk membangkitkan kembali manusia
di hari kebangkitan. “Dan demikian (pula) Kami
mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji
Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.”
Para
pemuda Ashabul Kahfi itu pun menjadi perbincangan dan perselisihan di kalangan masyarakat
pada waktu itu tentang keadaannya setelah mereka melihatnya dan mengetahui
kematiannya. Dan Allah lebih tahu tentang keadaan mereka. Akhirnya sebagai
bentuk penghormatan mereka berkeinginan untuk membangun suatu bangunan di pintu
gua yang dapat menjaga kuburan mereka dari orang-orang yang tidak bertanggung
jawab yang dikhawatirkan dapat merusaknya dan juga sebagai tanda. Tetapi
kemudian kebanyakan mereka yang mendominasi urusan mereka berpendapat agar
dibangun sebuah tempat peribadatan di sana, padahal hal itu termasuk sesuatu
yang dilarang. Diriwayatkan dari Aisyah, Rasulullah saw bersabda : “Allah
melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani, mereka menjadikan kuburan-kuburan
para Nabi dan orang-orang shaleh mereka sebagai masjid (tempat peribadatan).” (HR.
Bukhari).
Jumlah mereka
pun menjadi perselisihan. “Nanti (ada orang yang
akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah
anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(Jumlah mereka) adalah lima orang
yang keenam adalah anjingnya", sebagai terkaan terhadap perkara yang gaib;
dan (yang lain lagi) mengatakan: "(Jumlah mereka) tujuh orang, yang
kedelapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui
jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali
sedikit".
Para
ahli tafsir berkata : “Ketika Allah menyebutkan pendapat pertama dan kedua,
Allah menyertainya dengan kata “terkaan terhadap perkara yang gaib”. Sedangkan
ketika menyebutkan pendapat yang terakhir, Allah tidak mencelanya dengan suatu
apapun, seakan-akan Dia menyetujui yang
berpendapat seperti itu. Kemudian Allah memperingatkan kepada yang lebih utama
dan lebih sempurna yaitu mengembalikan ilmu tersebut kepada Allah Yang Maha
Mengetahui perkara yang gaib.”[1]
Kita katakan bahwa Allah yang lebih tahu tentang jumlah mereka, tetapi setelah
mencermati rangkaian ayat tersebut dan itu bisa dilakukan oleh sedikit orang,
kita katakan pendapat yang paling kuat jumlah mereka adalah tujuh orang dan
yang ke delapan adalah anjingnya. Itu pula yang dikatakan oleh Ibnu Abbas :
“Aku termasuk orang yang sedikit tersebut, jumlah mereka ada tujuh, karena
Allah menghitung bilangan mereka sampai tujuh.”[2]
Meninggalkan
kenangan indah berupa kebaikan-kebaikan bagi orang-orang sepeninggal kita tanpa
ada niatan riya, mesti kita usahakan. Ketika kita telah berjuang menguatkan
iman kita dan menghindari berbagai fitnah yang ada, pada akhirnya kita akan
merasakan manis hasilnya. Kita akan dapat mewarisi kebaikan yang kita
perjuangkan itu kepada generasi berikutnya. Karena orang yang beruntung adalah
orang yang ketika lahirnya disambut bahagia, dan ketika meninggal ditangisi
karena kehilangan dan terkenang dengan kebaikan-kebaikannya. Sedangkan orang
yang rugi adalah ketika ia lahir disambut bahagia dan ketika meninggal pun
orang-orang di sekitarnya merasa tentram karena dapat beristirahat dari
kejahatannya. Nabi Ibrahim as telah mencontohkan dengan doanya, “Dan
jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian.” (QS.
Asy-Syu’ara: 84).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar