Oleh : Muhammad Atim
Tujuan dari ilmu tafsir adalah memahami maksud-maksud firman Allah di
dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, siapapun yang mempelajari ilmu
tafsir hendaklah mengingat tujuan ini. Jangan sampai menyelami ilmu
tafsir dengan kajian berbagai disiplin ilmunya, lalu banyak
periwayatan dan perbedaan pendapat para ulama, namun belum mampu
menangkap maksud inti dari ayat yang sedang dikaji. Itulah mengapa
mempelajari ilmu tafsir itu, termasuk juga ilmu-ilmu yang lain, mesti
secara bertahap. Dimulai dari tafsir yang ringkas yang menyajikan
maksud-maksud inti dari ayat-ayat, lalu meningkat kepada tafsir
pertengahan yang mulai menyajikan dari sisi periwayatannya (ma’tsur)
ataupun mengupas dari sisi ilmu-ilmu diroyahnya, hingga kepada
tafsir-tafsir yang panjang lebar mengupas makna-makna dan dan
kandungan petunjuknya yang luas melalui berbagai disiplin ilmunya.
Setelah melakukan pengamatan yang sederhana terhadap tafsir-tafsir
ringkas, menurut penulis, Tafsir As-Sa’di lah yang paling mampu
merepresentasikan tujuan utama dari maksud pembelajaran tafsir ini,
yaitu memahami inti-inti maksud dari ayat-ayat Al-Qur’an. Untuk
itulah dalam majelis kajian saya, saya menjadikannya sebagai kitab
tafsir panduan bagi pemula. Inti-inti maksud yang sudah dipahami itu,
diharapkan mampu menyentuh alam batin agar dapat secara terus menerus
menguatkan dan meningkatkan keimanan dan dapat menyentuh alam realita
untuk menjadi petunjuk yang diamalkan. Hal ini tidak mengurangi
keistimewaan kitab-kitab tafsir ringkas lainnya, karena masing-masing
kitab yang telah ditulis oleh ulama yang mu’tabar tentu memiliki
keistimewaan tersendiri. Sebut saja misalnya tafsir Jalalain karya
dua ulama besar Jalaluddin As-Suyuthi dan Jalaluddin Al-Mahalli
rahimahumallah, ini terlalu ringkas, banyak faidah-faidah inti
yang belum tersajikan. Lalu tafsir Shofwatut Tafasir karya Syekh
Muhammad Ali Ash-Shabuni hafizhahullah, meskipun ringkas
tetapi sudah mulai menyajikan pengklasifikasian disiplin ilmunya,
misalnya beliau memisahkan pembahasan dari segi bahasa, lalu
penamaan, asbabun nuzul, ilmu balaghah dan sebagainya. Tafsir ini
sebagaiknya dipelajari di tahap berikutnya. Begitu pula tafsir
At-Tashil li ‘Ulum At-Tanzil karya Ibnu Juzai Al-Kalbi
rahimahullah, sudah mengupas
kajian tafsir dari tinjauan berbagai disiplin ilmunya. Jika
kita ingin lebih melengkapi pemahaman, tentu saja sebaiknya
mempelajari juga tafsir-tafsir ringkas lainnya baik yang disebutkan
di atas maupun yang tidak disebutkan.
Tentang
As-Sa’di rahimahullah
Nama
lengkap beliau
adalah Abu
Abdillah Abdurrahman bin Naashir bin Abdullah bin Nashir As Sa’di
dari
Bani Tamim.
Dilahirkan pada 12 Muharram 1307 H / 1886 M, di kota Unaizah, Qosim,
Saudi
Arabia.
Ibu
beliau wafat pada saat beliau berusia empat tahun dan ayah beliau
wafat pada saat berusia tujuh tahun.
Beliau
menghapal Al-Qur'an
dan menguasai ilmu qiro’at
sebelum berusia sebelas tahun. Kemudian mendedikasikan umurnya untuk
menuntut ilmu dari para ulama yang berada di kotanya dan kemudian
mengajar hingga wafatnya karena sakit pada 24 Jumadits Tsani 1376 H /
1956 M.
Beliau
mempelajari ilmu-ilmu syar’i dari guru-guru beliau seperti Ibrahim
bin Hamd Jasir, Muhammad bin Abdul Karim Asy-Syabl, Shalih bin Utsman
Al-Qadhi, dan lainnya, juga guru lain yang memberinya ijazah
diantaranya Muhammad Amin Asy-Syanqithi penulis tafsir Adhwaul Bayan
dan Abdul Hayy Al-Kattani. Beliau
menguasai berbagai disiplin ilmu syar’i seperti Tafsir, Aqidah,
Fiqih, Hadits dan Bahasa Arab. Murid beliau yang paling menonjol
adalah Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan Abdullah bin
Abdurrahman Al-Bassam.
Madzhab
dan keilmuan beliau
Beliau
bermadzhab Hanbali baik dalam bidang akidah maupun fiqih. Beliau
sangat konsen mendalami kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan
muridnya Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah
rahimahumallah,
sehingga pengaruh keduanya sangat kental dalam keilmuan beliau dalam
ilmu Ushul Fiqih, Tauhid, Tafsir dan Fiqih. Sehingga pada akhirnya
dalam bidang fiqih beliau tidak mengingatkan diri pada madzhab
Hanbali, tetapi seringkali beliau mentarjih
(menguatkan) pendapat yang berbeda sesuai dengan dalil-dalil yang
beliau pahami.
Tafsir
beliau dan manhajnya
Tafsir
beliau yang saya maksud adalah yang beliau beri nama Taisir
Al-Karim Ar-Rahman fi Tafsir Al-Kalam Al-Mannan.
Beliau
menyelesaikan penulisan kitab tafsir ini sekitar 2 tahun, yaitu tahun
1342 sampai dengan tahun 1344 H, beliau memulai saat berusia 35 tahun
dan menyelesaikannya saat berusia 37 tahun.
Manhaj
yang beliau tempuh dalam penulisan tafsirnya adalah dengan secara
langsung mengemukakan maksud-maksud inti dari ayat, tanpa menyebutkan
riwayat, perbedaan pendapat, uraian lafazh-lafazh dan sisi
kebahasaan
serta uraian berbagai disiplin keilmuan yang berkaitan dengan tafsir.
Maksud-maksud
inti dari ayat tersebut beliau hasilkan dari memahami alur
pembicaraan dari ayat disertai dengan memahami sirah Rasulullah saw
dan penguasaan terhadap bahasa Arab. Juga dengan cara mentadaburi dan
mentafakuri lafazh-lafazh dan maknanya, pemahaman yang melekat dan
yang terkandung di dalamnya, dan apa yang ditunjuki baik secara
tersurat (manthuq)
maupun tersirat (mafhum).
Hal ini beliau ungkapkan dalam muqaddimah beliau,
“Sungguh
telah banyak tafsir-tafsir para ulama rahimahumullah terhadap kitab
Allah. Ada diantaranya yang panjang lebar namun keluar pada
kebanyakan pembahasannya dari maksudnya, dan ada juga yang ringkas
yang terbatas pada uraian sebagian lafazh-lafazh kebahasaan dengan
tanpa memperhatikan maksudnya.
Yang
justru seharusnya dilakukan dalam hal ini
adalah menjadikan makna itu adalah maksud, sedangkan lafazh hanyalah
sebagai wasilah yang mengantarkan kepadanya. Maka hendaklah
diperhatikan alur pembicaraannya (siyaqul kalam), dan apa tujuan dari
alur tersebut dan membandingkannya dengan yang mirip dengan
ayat di
tempat lain. Dan
diketahuilah bahwa Al-Qur’an ini disusun untuk memberi hidayah
kepada makhluk seluruhnya, baik yang berilmu maupun yang bodoh, orang
kota dan orang desanya. Mengamati alur ayat-ayat disertai dengan
mengetahui kondisi-kondisi Rasulullah saw dan sirahnya bersama para
sahabatnya dan musuh-musuhnya pada saat Al-Qur’an ini diturunkan,
adalah hal yang paling besar dalam membantu memahami maksud dari
ayat-ayat tersebut. Khususnya apabila hal itu dibarengi dengan
mengetahui ilmu-ilmu bahasa Arab dan macam-macamnya.
Siapa
yang diberikan taufik kepada hal itu,
tidak
ada yang akan dia lakukan kecuali mentadaburi, memahami dan banyak
tafakur terhadap lafazh-lafazh dan makna-maknanya, pemahaman yang
melekat dan yang terkandung di dalamnya, dan apa yang ditunjuki baik
secara
tersurat (manthuq) maupun secara tersirat (mafhum). Dan apabila ia
telah mengerahkan kesungguhannya dalam hal itu, maka Rabb lebih
dermawan daripada hamba-Nya. Maka mesti Dia akan membukakan untuknya
dari ilmu-ilmu-Nya perkara-perkara yang tidak tercakup di bawah
usahanya.
Tatkala
Allah Al-Bari menganugerahkan kepadaku dan kepada saudara-saudaraku
kesibukan terhadap kitab-Nya yang mulia sesuai dengan kondisi yang
layak bagi kami, aku sangat berkeinginan untuk menulis dari tafsir
kitab Allah apa yang mudah, dan apa yang Allah anugerahkan kepada
kami itu agar menjadi pengingat bagi orang-orang yang telah meraih
ilmu, sebagai alat bagi orang-orang yang meneliti dan sebagai
pembantu bagi orang-orang yang sedang menempuh perjalanan menuntut
ilmu, dan aku menuliskannya karena khawatir akan lenyap. Tidak ada
tujuanku dalam penulisan tafsir ini kecuali agar makna itu menjadi
maksudnya, dan aku tidak menyibukkan diri dalam menguraikan
lafazh-lafazh dan kata-kata yang sulit bagi makna yang disebutkan,
karena para ulama
ahli
tafsir telah
membuat cukup orang-orang yang datang setelahnya. Semoga Allah
membalas mereka dengan kebaikan atas jasanya terhadap kaum muslimin.”
Selain
itu, sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa pemahaman dalam
tafsir yang beliau kemukakan sangat dipengaruhi oleh ilmu-ilmu dari
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, bahkan
secara khusus sebagai muqaddimah dalam ilmu tafsir beliau tuangkan
faidah-faidah dari Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah.
Dalam
segi gaya penyajiannya
mirip gaya yang dilakukan oleh imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya,
yaitu setelah menyebutkan ayat langsung mengemukakan faidah-faidah
dan permasalahan yang terkandung di dalamnya.
Beliau
memberi perhatian khusus pada ayat-ayat yang berisi perumpamaan
(dharbul
amtsal),
mengambil ibrah dari kisah-kisah dan menjauhi riwayat-riwayat
israiliyyat.
Dan
merupakan keistimewaannya
adalah beliau sangat apik dan teliti dalam mengemukakan
kesimpulan-kesimpulan dari ayat (diqqatul
istinbath)
baik yang berkenaan dengan faidah, hukum dan hikmah dan juga bahasa yang beliau gunakan adalah bahasa yang mudah dipahami
baik bagi orang yang ilmunya mendalam maupun yang
tidak,
sebagaimana kesan ini disampaikan
oleh Syekh Utsaimin rahimahullah. Dan juga beliau menambahkan bahwa kitab tafsirnya adalah kitab tafsir sekaligus kitab pendidikan terhadap akhlaq-akhlaq yang utama.
Wallahu
A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar