Jumat, 27 Desember 2019

Pasangan Yang Menentramkan



Belajar Parenting dari Para Nabi #1

Pasangan Yang Menentramkan”

Kisah Awal Cinta Adam dan Hawa

Oleh : Muhammad Atim Abu Afiya


Al-Qur’an dan Sunnah itu petunjuknya luar biasa. Keduanya adalah wahyu Allah yang ilmunya teramat luas. Luas tak bertepi. Tak pernah habis mu’jizat dan petunjuknya digali. Meskipun lautan tinta para ulama habis untuk menuliskannya, lisan para alim tak henti-hentinya mengungkap ilmu-ilmunya. ia tetap menjadi mu’jizat hingga hari kiamat. Setiap orang yang bersungguh-sungguh menggali petunjuknya akan mendapatkan bagian mutiara ilmu sebagai rizki pemahaman yang diberikan. Bahkan tak sedikit ilmu yang Allah simpan di dalamnya, yang dapat disingkap oleh orang-orang pilihan Allah yang senantiasa mentadaburinya di setiap zamannya. Maka rugi, orang yang beriman kepada wahyu Allah ini, tetapi tidak mendapat bagian ilmu darinya dan tidak menjadikannya petunjuk di dalam kehidupan.
Kisah-kisah yang diceritakan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, bukanlah dongeng orang-orang zaman dulu (asathirul awwalin), yang hanya sebatas dongeng, dianggap cerita biasa yang tidak membuat tertarik untuk direnungkan, dikaji dan didalami petunjuk-petunjuknya. Sama sekali tidak! Justru Allah banyak merinci petunjuk-Nya di dalam Al-Qur’an itu melalui kisah. bahkan kisah memenuhi sepertiga Al-Qur’an. Maka marilah kita belajar dari kisah-kisah itu tentang banyak hal, tentang kehidupan kita agar kita mendapatkan petunjuk yang terang benderang. Tidak ada yang lebih tahu dari Allah. Segala teori yang dibuat oleh manusia tidak akan ada yang mampu mengguguli ilmu yang diberikan oleh Allah ini. Termasuk dalam ilmu parenting, ilmu tentang bagaimana cara mengelola keluarga, berperan dan menjalankan amanah di dalam keluarga. Kisah-kisah para nabi khususnya, selain merupakan rukun iman yang keempat yang wajib kita yakini, ternyata di dalamnya memuat banyak petunjuk, termasuk dalam masalah keluarga, banyak kehidupan keluarga yang dipotret di dalam kisah-kisah itu, dan tentunya menjadi petunjuk yang sangat berharga.
Mari kita mulai dengan kisah manusia pertama. Bagaimanakah awal mulanya sistem keluarga ini dibangun.
Ketika Adam diciptakan, Allah menempatkannya di dalam surga. Segala keni’matan surga yang tiada terkira itu, ternyata masih menyisakan rasa kesepian pada diri Adam tanpa adanya pasangan. Ini menunjukkan, bahwa secara fitrah penciptaan, telah ditanamkan di dalam diri manusia rasa butuh kepada pasangan. Dan memang secara jelas Allah menyebutkan di dalam Al-Qur’an, “Dan Kami telah menciptakan kalian dalam keadaan berpasang-pasangan.” (QS. An-Naba : 8). Ibnu Katsir menjelaskan, “Yakni laki-laki dan perempuan. Saling merasakan kesenangan di antara satu sama lain. Dan terjadilah reproduksi keturunan dengan hal itu.” Kita bisa membayangkan, bagaimana jika tidak ada fitrah berpasangan ini, tentu manusia tidak bisa berkembang biak dan menjadi punah.
Dalam kondisi kesepian itulah Allah menciptakan Hawa sebagai pasangan bagi Adam. Bagaimanakah hadirnya Hawa dalam kehidupan Adam? Mari kita ikut langsung penuturan dari para sahabat Nabi saw, yang diduga kuat mereka mendengar langsung dari Nabi saw, karena kisah ini merupakan perkara ghaib, tidak mungkin para sahabat berani menceritakannya tanpa sumber dari Nabi saw.
Dari Ibnu Mas’ud dan sekelompok orang dari para sahabat, mereka berkata : “Ketika Adam ditempatkan di surga, ia berjalan dalam kesendirian, tidak punya pasangan yang ia merasa tentram kepadanya. Lalu ia tertidur. Kemudian bangun. Tiba-tiba di sisi kepalanya ada seorang perempuan yang sedang duduk, yang telah diciptakan oleh Allah dari tulang rusuknya. Lalu ia bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Ia menjawab, “Aku seorang perempuan”. Ia bertanya lagi, “Lalu kenapa engkau diciptakan?” Ia menjawab, “agar engkau merasa tentram kepadaku.” Para malaikat bertanya kepada Adam, mereka memperhatikan sesuai pengetahuan yang sampai kepada mereka, “Siapakah namanya wahai Adam?” Ia menjawab, “Hawa”. Mereka bertanya kembali, “Mengapa engkau menamainya Hawa?” Ia menjawab, “Karena ia diciptakan dari sesuatu yang hidup.” Maka Allah berfirman, “Wahai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini ...”.1
Dari perkataan Hawa “agar engkau merasa tentram kepadaku” kita bisa tahu, bahwa ternyata seorang perempuan itu diciptakan agar pasangannya bisa merasa tentram kepadanya. Meskipun Hawa diciptakan dari bagian tubuh Adam, yaitu tulang rusuknya, Allah telah mendesain penciptaan perempuan ini berbeda dengan laki-laki. Dengan karakter kelembutan dan kepiawaian dalam melayani, perempuan itu memang cocok menjadi pasangan yang mampu menentramkan bagi laki-laki yang cenderung berkarakter tegas dalam mengambil sikap dan kuat dalam memikul tanggung jawab. Dan untuk itulah lelaki menjadi pemimpin bagi perempuan. Di samping, bahwa Hawa diciptakan berasal dari diri Adam sendiri, agar tidak merasa asing kepada pasangannya itu, tetapi mudah untuk akrab, serasi dan mampu saling melengkapi.
Berawal dari fitrah berpasangan, lalu dengan izin dan syariat Allah bersatu bersama pasangan. Inilah awal mula dibangun suatu sistem keluarga. Di mulai dari sinilah bahtera rumah tangga itu akan berlayar. Oleh karena itu, jika kita menginginkan untuk membangun suatu rumah tangga yang baik, maka awalilah dengan memilih pasangan yang baik. Maksimalkanlah memilih jodoh yang terbaik, meskipun pada kenyataannya kita tidak akan mendapatkan yang sempurna seperti yang kita bayangkan. Banyak faktor seorang lelaki menikahi perempuan, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan rasul menyarankan agar menikahi perempuan karena agamanya, karena dengan itulah kita bisa selamat. Begitupun seorang perempuan yang memilih lelaki pasangannya, agar memilih yang diridhai dari segi agama dan akhlaknya. Mengapa? Karena ternyata ketentraman itu letaknya di dalam hati bukan di mata. Bisa saja harta, keturunan dan rupa menyenangkan pada pandangan mata, tetapi belum tentu memberi ketentraman kepada hati. Tetapi, baiknya agama dan akhlaqnya sudah dipastikan akan memberikan ketentraman pada hati. Inilah tujuan kita mendapatkan pasangan, agar ada ketentraman di dalam hati kita.
Allah SWT berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian dari diri –diri kalian pasangan-pasangan agar kalian merasa tentram kepadanya, dan menjadikan di antara kalian cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mentafakuri.” (QS. Ar-Rum : 21).
Renungkanlah ayat ini. Allah memulai dengan kalimat “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-nya..lalu mengakhiri dengan kalimat, “sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan allah) bagi kaum yang memikirkan.” Jadi sangat tegas, bahkan dua kali Allah menegaskan, bahwa pasangan manusia yang terdapat ketentraman, cinta dan kasih sayang yang terikat di dalam pernikahan dan tatanan keluarga adalah tanda kekuasaan Allah. Jadi, sistem keluarga adalah suatu hal yang sangat menakjubkan di dalam kehidupan. Untuk itu Allah memerintahkan kita untuk bertafakur, merenungkannya. Terus menerus merenungkannya sembari bersyukur atas ni’mat keluarga dan ni’mat pasangan yang diberikan. Karena tak jarang di luar rumah orang akan mendapatkan banyak godaan, menjanjikan kesenangan sesaat, tetapi kembali ke dalam rumah bersama keluarga, di sanalah terdapat ketentraman yang sesungguhnya. Kembalilah ke rumah untuk menyukuri ni’mat keluarga yang diberikan. Jadikanlah rumah sebagai tempat yang senyaman mungkin, agar lahir ketentraman itu. Mulailah dengan membina keshalehan dalam beragama dan memupuk akhlaq yang baik, dan memulai akhlaq yang baik itu kepada pasangan antar satu sama lain. Pahami dan laksanakanlah peran masing-masing antar suami istri. Berorientasi lah untuk saling memberi antar satu sama lain, sehingga terus meningkatkan sikap yang terbaik, bukan dengan saling menuntut. Hargailah ketulusan dan jerih payah pasangan kita, banggakan dan kagumilah ia.
Kita bisa belajar kepada Khadijah ra bagaimana cara memberikan ketentraman kepada pasangan. Yaitu di saat Rasulullah saw menggigil ketakutan karena bertemu dengan malaikat Jibril untuk pertama kalinya. Bahkan dirundung kekhawatiran yang luar biasa, karena pada mulanya beliau sama sekali tidak tahu akan menjadi nabi. Khadijah memberikan sentuhan fisik dengan menyelimutinya dan menentramkan dengan kata-kata,Tidak, demi allah! Allah tidak akan menghinakanmu selamanya. Sesungguhnya engkau adalah orang yang menyambungkan tali silahurahim, ikut memikul beban orang lain, memberi makan orang miskin, menjamu tamu dan menolong orang yang menegakkan kebenaran. Lalu mengambil tindakan sebagai solusi kongkrit bagi permasalahan yang sedang dihadapi, yaitu membawa beliau kepada sepupunya Waraqah bin Naufal.
1 As-Suyuthi, Ad-Durrul Mantsur fii At-Tafsir bil Ma’tsur, 1/278-279, Ibnu Katsir, Tafsri Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1/234



Tidak ada komentar:

Posting Komentar