Sabtu, 04 Mei 2019

Panggilan untuk Orang-orang Beriman



Tadabur Ayat-ayat Shaum - 1

Oleh : Muhammad Atim

Sya'ban tahun 2 Hijriah, turunlah ayat yang memerintahkan ibadah shaum. Seperti halnya ayat-ayat lain yang berisi hukum syariat, ayat ini juga diawali dengan panggilan "Wahai orang-orang yang beriman!"
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan atas kalian shaum sebagaimana telah diwajibkan terhadap orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa" (QS. Al-Baqarah : 183).
Ini adalah suatu panggilan dari Allah 'Azza wa Jalla, Sang Pencipta, Pengatur dan Penguasa alam semesta dan seluruh isinya. Hanya Dia lah pemilik segala kekuatan, kekuasaan dan kehebatan. Jika kita menyadari betapa hinanya diri kita di hadapan Allah, tiada yang mampu memberikan kasih sayang dan pertolongan selain Dia semata, maka kita akan merasa sangat beruntung jika kita termasuk orang-orang yang dipanggil oleh-Nya dengan panggilan yang begitu halus, yang mengajak kita menuju jalan keselamatan. “Wahai orang-orang yang beriman...!”
Penyebutan yang dipanggil dalam ayat ini menggunakan isim maushul (kata penghubung) “Alladziina” yang diartikan “yang”, menunjukkan ada penekanan kepada sifat orang tersebut bukan kepada jenis orangnya. Lalu diberikan keterangan yang menjadi penjelas bagi isim maushul tersebut “aamanuu” yang berarti “mereka telah beriman” dengan menggunakan kata kerja bentuk lampau (fi’il madhi). Artinya, siapapun orangnya asalkan ia beriman, ia dipanggil oleh Allah untuk diberikan tuntunan menuju jalan keselamatan, dan iman tersebut telah merasuk ke dalam dirinya.
Mengapa hanya orang-orang yang telah beriman yang diseru untuk melaksanakan tugas-tugas syariat semacam shaum ini? Karena memang yang mampu menjalankan syariat yang diberikan oleh Allah itu hanyalah orang yang telah beriman. Orang yang belum beriman akan sangat sulit untuk melaksanakannya. Bayangkan, melaksanakan shaum itu bukan perkara mudah, tetapi ia sangat berat. Jangankan satu bulan penuh, bagi orang yang belum pernah melakukannya, atau orang yang belum beriman atau keimanannya belum kuat, melaksanakan shaum satu hari saja akan terasa sangat berat.  
Untuk itu, tugas-tugas syariat dari Allah itu, tidaklah diturunkan melainkan ketika orang-orang Islam telah benar-benar kuat keimanannya. Lihatlah tahapan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam periode Mekkah selama 13 tahun, ayat-ayat yang turun yang disebut dengan ayat-ayat Makiyyah semata-mata bertujuan untuk mengokohkan aqidah. Setelah itu barulah turun ayat-ayat Madaniyyah yang berisi tugas-tugas dan hukum-hukum syariat. Shaum adalah diantaranya, yang diturunkan pada saat menjelang dua tahun periode Madinah, tepatnya pada bulan Sya’ban 2 Hijriah. Artinya, ketika shaum ini diperintahkan, orang-orang Islam telah ditempa keimanannya melalui ayat-ayat Makiyyah. Sekitar 15 tahun (13 tahun dalam periode Makiyyah dan 2 tahun dalam periode Madaniyyah) mereka ditempa. Jika kita ukur ke dalam tahapan usia kita, bukankah ini adalah fase usia baligh? Ini artinya, setiap manusia muslim harus telah dipersiapkan keimanannya semenjak awal kehidupannya, ditempa dengan ayat-ayat pengokoh keimanan hingga ketika ia baligh, ia telah siap untuk menerima tugas-tugas syariat termasuk shaum.
Jika sebelum baligh seorang anak tidak dipersiapkan keimanannya agar mereka mampu memikul tugas syariat ketika mereka baligh, tentu saja mereka tidak akan mampu memikulnya. Bagaikan bangunan yang dipancangkan tembok-temboknya bahkan berlantai-lantai, tetapi pondasinya lemah, maka yang terjadi adalah ambruk. Pun begitu, andaikan dahulu ayat-ayat Al-Qur’an yang turun pertama kali adalah berisi tugas-tugas syariat, niscaya mereka sama sekali tidak akan mau dan mampu melakukannya. Ini persis seperti dikatakan oleh Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha,
“Sesungguhnya yang pertama kali diturunkan adalah surat-surat pendek (Al-Mufashshal) yang padanya disebutkan surga dan neraka, sampai apabila orang-orang telah kokoh kepada Islam, turunlah halal dan haram. Kalaulah yang diturunkan pertama itu adalah “Janganlah kalian minum khomer!” Niscaya mereka berkata, “Kami tidak akan meninggalkan khomer selamanya”. Kalau yang turun adalah “Janganlah kalian berzina!” Niscaya mereka berkata, “Kami tidak akan meninggalkan zina selamanya.” Sungguh telah turun di Mekkah kepada Muhammad saw dan keadaanku seorang anak perempuan yang sedang bermain “Tetapi hari kiamatlah yang dijanjikan bagi mereka, dan hari kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit” (QS. Al-Qomar: 46). Tidaklah turun surat Al-Baqarah dan An-Nisa kecuali aku sudah tinggal bersamanya.”[1]
Iman yang merasuk ke dalam diri seseorang, bisa saja ia masuk dengan cepat melalui berbagai pintu hidayah. Tapi setelah itu, butuh proses yang terus-menerus untuk mengistiqomahkan dan mengokohkannya. Kini Al-Qur’an telah sempurna diturunkan, dan syariat telah sempurna ditetapkan. Maka tentu saja, ketika suatu syariat itu telah tiba waktunya untuk dilaksanakan, kita tidak boleh menghindar dengan alasan belum siap. Mumpung ada waktu sebelum tiba pelaksanaannya, maka mari kita perkuat keimanan dalam diri kita. Selalu ingatlah kepada Allah, perkuat iman kepada-Nya sehingga timbul rasa cinta yang kuat kepada-Nya yang mampu mengalahkan segala kecintaan kepada selain-Nya. Selalu jua ingat akhirat, berharap keni’matan surga yang merupakan rahmat dari-Nya, dan merasa takut terhadap penderitaan neraka yang merupakan siksa-Nya. Maka, dengan tiga hal inilah : mahabbah (cinta), roja (pengharapan) dan khauf (rasa takut), kita dapat memperkuat keimanan kita, dan itu cukup untuk memikul tugas-tugas syariat.


[1] HR. Bukhari dalam shahihnya, kitab Fadhailul Qur’an, bab Ta’liful Qur’an, hadits no.4993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar