Kamis, 05 Juli 2018

Al-Hujurot, sebuah inspirasi dari peristiwa yang terjadi di dekat kamar-kamar Rasulullah saw


Tafsir Al-Hujurot 1

Tahun 9 H adalah tahun utusan kabilah-kabilah untuk masuk Islam ('amul wufud), orang-orang berbondong-bondong masuk ke dalam Islam.

Umat semakin banyak, sebagai bukti keberhasilan da'wah Rasulullah saw, namun justeru tantangan mengurus umat semakin pelik, karena tingkat keimanan dan karakter mereka yang berbeda-beda. Maka turunnya surat Al-Hujurot sebagai solusi untuk sebuah pondasi bagi bangunan umat yang kokoh.

Permasalahan yang melatarbelakanginya adalah, datangnya utusan bani Tamim, orang-orang Arab baduy yang kurang adab. Kedatangan mereka menimbulkan sikap yang salah dari dua sahabat mulia; Abu Bakar dan Umar, mereka berdua berselisih tentang siapa pemimpin mereka, tanpa menyerahkan perkara tersebut kepada Rasulullah saw, hingga mengeraskan suara di tempat Rasulullah saw. 

Juga ketidakberadaban Bani Tamim yang memanggil beliau dengan suara keras dan dengan sebutan nama seperti memanggil kepada sesamanya di balik kamar-kamar beliau padahal beliau sedang beristirahat. Merasa berjasa kepada Rasulullah saw dengan masuknya mereka ke dalam Islam.

Termasuk keteledoran Walid bin Uqbah bin Abi Mu'aith ra dalam memahami peristiwa dan bersikap su'uzhon, yaitu menyangka kaum Bani Musthaliq yang membawa senjata akan membunuhnya saat ia ditugaskan mengambil zakat dari mereka.

Permasalahan di atas bisa menyebabkan retaknya sebuah tatanan masyarakat, maka Al-Hujurot turun menetapkan prinsip-prinsip tatanan masyarakat Islam

1. Jangan mendahului Allah dan Rasul-Nya, artinya sumber penuntun hidupnya adalah Al-Qur'an dan Sunnah. Jika terjadi perselisihan harus dikembalikan kepada keduanya

2. Beradab kepada Rasulullah saw, karena beliau adalah sumber keteladanan bagi masyarakat yang mesti dimuliakan. Diantaranya tidak mengeraskan suara di dekatnya atau ketika berbicara kepadanya. Beradab kepada beliau, baik ketika masih hidup, maupun setelah beliau tiada.

3. Mengklarifikasi (tabayun) sebuah berita untuk diketahui kebenarannya terutama dari orang yang diragukan kejujurannya (fasik).

4. Mendamaikan dua orang ataupun dua kelompok yang berselisih

5. Menghindari prilaku yang dapat menyulut permusuhan kepada sesama muslim, baik di hadapannya: tidak merendahkan, tidak mencela, tidak memanggil dengan panggilan buruk. Atau tidak di hadapannya: tidak berburuk sangka, tidak mencari-cari kesalahan dan tidak membicarakan kejelekannya (gibah)

6. Prinsip persamaan diantara semua anggota masyarakat termasuk dalam bersikap adil kepada non-muslim, dengan semangat saling mengenal. Nilai kemuliaan masing-masing adalah ketakwaan di sisi Allah

7. Menjadi orang Islam mesti disertai dengan perasaan iman yang benar di dalam hati. Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa ada lagi keraguan. Siap berjuang di jalan Allah. Siap mengikuti ajaran dari Allah dan Rasul-Nya, tidak bersikap sok tahu, menonjolkan diri dan berbuat serampangan.

Wallahu A'lam

(M. Atim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar