Selasa, 05 Desember 2017

Hukum SHU dalam Koperasi






Pertanyaan :

Saya menabung di koperasi, setiap tahun dibagikan dengan adanya bunga, apakah bunga tersebut termasuk riba. Dan jika termasuk riba, apakah boleh uang itu dishadaqohkan?

Jawaban :

Para ulama sepakat bahwa bunga itu termasuk riba. Riba adalah yang sangat keras diharamkan oleh Allah. (lihat Al-Baqoroh: 275-280). Sesuatu yang haram tidak menjadi hilang karena diniatkan untuk kebaikan, riba tetap riba meski untuk dishadaqahkan, sama seperti orang yang mencuri dengan niat menggunakan uang tersebut untuk shadaqah atau haji. Jika kita bergabung dengan hal-hal yang berkaitan dengan riba, artinya kita menjerumuskan diri pada jurang kemaksiatan, bersama-sama dalam memerangi Allah dan rasul-Nya, naudzu billah. Adapun dalam kondisi darurat, misalnya seseorang yang terlilit hutang dan tidak bisa mendapat penghasilan kecuali dari bank yang menjalankan sistem riba, atau demi menjaga keamanan menyimpan uang ketika tidak ada yang sesuai syariah, tentu dalam kondisi darurat menjadi dibolehkan. Namun untuk mengetahui darurat tidaknya, mesti dipahami betul realitanya, dan kemudian menetapkan hukum dengan fatwa yang khusus. 

Pengertian riba :

Al-Jurjani berkata:

الرِّبَا هُوَ فِي اللُّغَةِ الزِّيَادَةُ وَفِي الشَّرْعِ هُوَ فَضْلٌ خَالٍ عَنْ عِوَضٍ شُرِطَ لِأَحَدِ الْعَاقِدَيْنِ

“Riba menurut bahasa artinya penambahan, dan menurut syar’i adalah tambahan tanpa adanya iwadh (transaksi pengganti atau penyeimbang) yang disyaratkan kepada salah satu pihak yang berakad” At-Ta’rifat:146

Praktek riba terjadi dalam dua transaksi, yiatu transaksi utang-piutang (riba dain) dan transaksi jual beli (riba bai’). Dari segi cara transaksinya dibagi dua, pertama riba fadhl : ada kelebihan harta baik dalam barang dagangan yang ditukarkan dalam 6 komoditas (emas, perak, gandum, sya'ir, kurma dan garam) dengan jenis yg sama. Atau dalam utang piutang. Kedua, riba nasiah yaitu ada tambahan harta yang disebabkan penangguhan pembayaran, baik dalam jual beli ataupun dalam utang-piutang.

Berkenaan dengan SHU (Sisa Hasil Usaha) dalam koperasi, apakah termasu riba atau bukan.

Pengertian Koperasi Simpan Pinjam

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang khusus bertujuan melayani atau mewajibkan anggotanya untuk menabung, di samping dapat memberikan pinjaman kepada anggotanya.

Sebagian kalangan mendefinisikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian modal yang telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepada para anggota koperasi dan terkadang juga dipinjamkan kepada orang lain yang bukan anggota koperasi yang memerlukan pinjaman uang, baik untuk keperluan komsumtif maupun modal kerja. Kepada setiap peminjam, koperasi simpan pinjam menarik uang administrasi setiap bulan sejumlah sekian prosen dari uang pinjaman.
Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam  yang berasal dari uang administrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota koperasi. Adapun jumlah keuntungan yang diterima oleh masing-masing anggota koperasi diperhitungkan menurut keseringan anggota yang meminjam uang dari Koperasi. Artinya, anggota yang paling sering meminjamkan uang dari Koperasi tersebut akan mendapat bagian paling banyak dari SHU, dan tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada umumnya jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing anggota adalah sama. (kospia.com).

Dengan pengertian di atas jelaslah bahwa dana tambahan yang dibagikan itu adalah hasil dari akad simpan-pinjam, ini jelas termasuk riba fadhl dalam transaksi utang-piutang (dain).

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,

وَكُلُّ قَرْضٍ شَرَطَ فِيهِ أَنْ يَزِيدَهُ ، فَهُوَ حَرَامٌ ، بِغَيْرِ خِلَافٍ

“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.” (Al Mughni, 6: 436)

Kemudian Ibnu Qudamah membawakan perkataan berikut ini,
“Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan pinjaman memberikan syarat kepada yang meminjam supaya memberikan tambahan atau hadiah, lalu transaksinya terjadi demikian, maka tambahan tersebut adalah riba.”

Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Abbas bahwasanya mereka melarang dari utang piutang yang ditarik keuntungan karena utang piutang adalah bersifat sosial dan ingin cari pahala. Jika di dalamnya disengaja mencari keuntungan, maka sudah keluar dari konteks tujuannya. Tambahan tersebut bisa jadi tambahan dana atau manfaat.” Lihat Al Mughni, 6: 436.

Jadi walaupun dinamakan sisa hasil usaha, namun kalau hakikatnya adalah riba, maka hukumnya jelas haram.

Adapun berkenaan dengan apakah uang riba boleh dishadaqahkan, maka tentu sesuatu yang haram tidak berubah hukumnya dengan adanya niat yang baik, sama seperti mencuri dengan tujuan uangnya akan dishadaqahkan atau digunakan pergi haji. Orang yang terlibat dalam riba, untuk apapun harta itu kemudian digunakan, ia mendapatkan dosa riba yang sangat besar tersebut. Semoga Allah SWT senantiasa menjaga kita.

Wallohu A'lam. 

(Muhammad Atim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar