Oleh : Muhammad Atim
Bagaimanakah hukum mengucapkan selamat natal?
Memang, ada sebagian ulama kontemporer yang membolehkan ucapan selamat natal. Meskipun saya sendiri lebih memilih menguatkan pendapat yang mengharamkannya. Tapi pendapat yang membolehkan itu harus sangat diperhatikan batasannya.
Pertama, semua ulama sepakat bahwa ucapan itu tidak boleh diiringi pengakuan terhadap keyakinan di balik perayaan itu. Jika ada pengakuan, maka itu sudah jelas kafir.
Kedua, yang membolehkan itu hanya membolehkan mengucapkan selamat saja. Adapun ikut merayakan, mereka semua sepakat hukumnya haram.
Ketiga, ucapan selamat itu tidak boleh dengan menggunakan atribut-atribut keagamaan khusus bagi mereka. Karena hal itu termasuk tasyabuh yang haram.
Keempat, ada kemaslahatan yang ditimbulkan dari ucapan selamat itu. Misalnya ada hubungan kerabat untuk menjaga hubungan kekerabatan, berada di negeri minoritas muslim untuk menjaga keamanan mereka, dsb. Yang merupakan bentuk bir (perbuatan baik) kepada non-muslim yang tidak memusuhi.
Mengapa lebih memilih pendapat yang MENGHARAMKAN ?
Dalil yang saya kira harus menjadi pertimbangan yang mendorong untuk dihukumi haram adalah SAD ADZ-DZARI'AH (menutup pintu masuknya kepada keharaman terlebih kekufuran).
Pertanyaannya, apakah orang-orang awam itu akan memegang kuat batasan-batasan di atas? Mereka sangat rawan tidak memegang batasan itu. Bagi mereka, ucapan selamat itu sangat rawan diartikan menyetujuinya. Dan itu akan membuat keragu-raguan dalam aqidah mereka.
Kebolehan mengucapkan selamat itu pada akhirnya menjadi jembatan bagi mereka untuk secara bebas nimbrung ikut merayakannya. Memakai atritub-atribut dan simbolnya. Terjadilah pencampuradukkan ritual keagamaan.
Bukannya kemaslahatan yang didapat, justru kemadhorotan demi kemadhorotan yang ditimbulkan.
Terlebih, khususnya di Indonesia, kebolehan mengucapkan selamat natal ini lebih banyak digaungkan oleh orang-orang yang mengusung PLURALISME AGAMA. Tujuan mereka jelas, pencampuradukkan ritual keagamaan tanpa mau memperhatikan batasan masing-masing agama, pencampuradukkan dan perusakan akidah, dan pemaksaan keyakinan bahwa semua agama benar.
Urusan fiqih dan fatwa itu harus sangat jeli memperhatikan situasi, kondisi dan dampak yang ditimbulkan. Karena semua akan dimintai pertanggungjawaban.
Jadi hati-hati, pembolehan ucapan selamat natal itu bisa jadi penyebab banyak orang terjerumus pada keharaman bahkan kekufuran, dan tumbuh suburnya paham pluralisme agama!
Memilih pendapat yang mengharamkan lebih selamat, lebih berhati-hati daripada yang membolehkannya, karena untuk menjaga sesuatu yang paling inti dalam agama: aqidah.
Apakah toleransi harus mengucapkan selamat?
Toleransi dan mengucapkan selamat adalah dua hal yang berbeda. Satu sama lain tidak saling melazimkan. Perbedaannya saya kira sangat mudah untuk dipahami.
Toleransi artinya menghargai hak orang lain untuk menganut pendapat dan keyakinan yang berbeda dengan kita. Implementasinya adalah dengan memberi kebebasan kepada mereka dalam menjalankan pendapat dan keyakinannya, tanpa diganggu dan dihina. Selama masih dalam batas tidak mencedrai yang lain. Ini sesuai dengan ajaran Islam, bahwa tidak ada paksaan agar orang menganut agama Islam. Da'wah di dalam syariat Islam itu artinya menawarkan dan mengajak, tidak memaksa.
Sedangkan mengucapkan selamat, ini sudah melebihi makna toleransi. Ada rasa saling mencintai dan senang terhadap suatu keberhasilan yang diraih atau terhadap suatu perayaan. Di dalam Islam tidak dilarang adanya rasa cinta terhadap sesama manusia meskipun berbeda agama. Kita mencintai orang di luar agama kita dalam batas kemanusiaan dan keduniaan. Bahkan kita diperintahkan untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada mereka. Inilah makna Islam membawa rahmat bagi seluruh alam. Maka dalam hal-hal keduniaan, kita boleh mengucapkan selamat. Misalnya selamat atas kelulusan studinya, selamat atas pernikahannya, dan sebagainya. Ini boleh kita ucapkan kepada non-muslim yang mau hidup rukun bersama kita, mau menjalin tali kasih dalam persaudaraan kemanusiaan, bukan kepada mereka yang memusuhi dan memerangi kita.
Adapun dalam perayaan-perayaan khusus keagamaan, yang sangat erat kaitannya dengan keyakinan. Ini adalah wilayah yang tidak boleh dilabrak. Karena akan mengaburkan keyakinan itu sendiri. Perayaan Natal itu adalah perayaan khusus keagamaan. Dimana kaum kristiani merayakan kelahiran yesus yang mereka klaim sebagai Tuhan dan anak Tuhan. Sedangkan kita, sebagai muslim tidak meyakini itu. Maka sudah sewajarnya untuk konsisten dalam keyakinan sendiri. Mengucapkan selamat terhadap perayaan tersebut berarti ikut senang terhadapnya. Padahal dalam pandangan keyakinan seorang muslim, natal berisi kemungkaran yang sangat besar karena merayakan kelahiran anak tuhan yang termasuk kategori kekufuran. Di sini bukanlah tempatnya toleransi. Maka wajar jika mengucapkan selamat atas perayaan ini dihukumi haram, meskipun pengucapnya tidak setuju dengan isinya. Hal ini sama seperti mengucapkan selamat atas kemungkaran yang lain, misalnya selamat atas minum khomer, selamat atas makan babi, mencuri, berzina dan lain sebagainya. Jika mengucapkannya disertai dengan sikap setuju atas isinya, artinya menyetujui kelahiran yesus sebagai tuhan, maka jelas ini adalah kekufuran.
Sebagai seorang muslim, harusnya senantiasa mengahayati aqidahnya. Takut akan kemarahan Allah yang dipersekutukan dengan yang lain, dan dikatakan memiliki anak.
وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا. مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا.
"Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: "Allah mengambil seorang anak. Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta." (QS. Al-Kahfi : 4-5).
تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا. أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا. وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَٰنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا.
"Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak." (QS. Maryam : 90-92).
Semoga Allah senantiasa menjaga iman kita hingga akhir hayat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar