Serial Muqaddimah Ilmu
Syar’i - 5
Penulis akan membahas
sepuluh muqaddimah ilmu Tajwid dengan urutan: nama, definisi, maudhu (objek
ilmu), pembahasannya, istimdad (asal pengambilan ilmunya), penisbatan kepada
ilmu lain, buah/hasil, keutamaan, hukum dan peletak. Ketika membahas
peletak, tidak hanya dibahas tentang siapa peletak awalnya tetapi juga sejarah
kemunculannya, perkembangannya dan kitab-kitabnya yang menjadi rujukan utama.
Nama. Nama ilmu ini adalah ilmu Tajwid. Disebut
juga dengan ilmu Al-Ada.
Definisi. Menurut bahasa berasal dari kata jawwada-yujawwidu-tajwidan
yang berarti membaguskan dan menjadikan sesuatu pada kualitas terbaik (at-tahsin,
al-ihkam wal itqan). Sampai pada puncak kebagusan dan kesempurnaan, baik
itu berupa perkataan maupun perbuatan.
Sedangkan menurut istilah,
ada dua macam definisi. Pertama, definisi secara ilmiah yaitu,
مَعْرِفَةُ
الْقَوَاعِدِ وَالضَّوَابِطِ الَّتِي وَضَعَهَا عُلَمَاءُ التَّجْوِيْدِ
وَأَئِمَّةُ الْقُرَّاءِ مِنْ مَخَارِجِ الْحُرُوْفِ وَصِفَاتِهَا، وَأَحْكَامِ
النُّوْنِ السَّاكِنَةِ وَالتَّنْوِيْنِ وَالْمِيْمِ السَّاكِنَةِ، وَالْمَدِّ
وَأَقْسَامِهِ وَأَحْكَامِهِ، وَالْوَقْفِ وَالْإِبْتِدَاءِ، وَذِكْرِ تَاءِ
الْمَفْتُوْحَةِ وْالْمَرْبُوْطَةِ وَغَيْرِهَا.
“Mengetahui kaidah-kaidah
dan dowabit-dowabit yang diletakkan oleh para ulama tajwid dan para imam qiroat
berupa makhraj huruf dan sifat-sifatnya, hukum nun mati, tanwin dan mim mati,
mad beserta macam-macam dan hukum-hukumnya, waqaf dan ibtida (memulai bacaan),
menyebut ta maftuhah dan marbuthah dan yang lainnya.”
Perbedaan kaidah dan
dowabith, kaidah itu adalah ketentuan yeng berlaku untuk semua bab, sedangkan
dowabit adalah ketentuan yang berlaku pada suatu bab tertentu saja.
Kedua, definisi secara
amaliyah,
إِتْقَانُ
قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ بِإِخْرَاجِ كُلِّ حَرْفٍ مِنْ مَخْرَجِهِ مَعَ إِعْطَائِهِ
حَقَّهُ وَمُسْتَحَقَّهُ
“Membaguskan bacaan
Al-Qur’an dengan mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya, disertai
memberikan hak dan mustahaknya.”
Yang dimaksud dengan hak
huruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan sifat tersebut, seperti Al-Jahr,
isti’la’, hams, dan yang lainnya. Sedangkan mustahak huruf adalah sifat
yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa, izhar, iqlab,
dll.
Objek ilmu. Objek yang dibahas dalam ilmu ini adalah
huruf-huruf dan kata-kata dalam Al-Qur’an dari segi membaguskan pengucapan
huruf-hurufnya dan pembacaannya. Sebagian orang menyertakan hadits. Namun yang
benar ilmu tajwid ini khusus untuk Al-Qur’an.
Pembahasan. Yang dibahas dalam ilmu ini adalah:
pengenalan huruf dan tempat keluarnya, pengenalan sifatnya, penjelasan huruf
asli dan far’i, sifatnya yang asli dan far’i, tempat keluarnya yang umum dan
yang far’i, yang berkaitan dengan washal dan fashl, waqaf, macam-macam dan
hukum-hukumnya, nun mati, tanwin dan mim mati, nun dan mim bertasydid, idgam,
ta dan cara mewaqafkannya.
Istimdad. Ilmu ini diambil dari Al-Qur’an dan
praktek bacaan Rasulullah saw yang kemudian disampaikan oleh para sahabat
hingga sampai kepada para imam ahli Qiroat.
Penisbatan kepada ilmu
lain. Ilmu Tajwid ini
dinisbatkan kepada ilmu lainnya dalam ilmu syar’i termasuk dalam penisbatan al-umum
wal khusus min wajhin (umum-khusus dalam segi tertentu). Artinya, dalam
ilmu Tajwid ada segi yang merupakan bagian dari ilmu lain seperti pembahasan
lafazh merupakan bagian dari ilmu Bahasa Arab, dan adab-adab terhadap Al-Qur’an
merupakan bagian dari ilmu Adab Syar’iyyah. Dan ada segi-segi yang memang
khusus yang tidak ada di ilmu lainnya.
Buah. Buah dari ilmu Tajwid ini adalah dapat
membaca Al-Qur’an sebagaimana yang diridhai oleh Allah SWT, menjaga kata-kata
dalam Al-Qur’an dari perubahan, kesalahan penulisan, penambahan dan
pengurangan, serta kesalahan dalam membacanya.
Keutamaan. Ilmu ini sangat mulia karena berkaitan
langsung dengan firman Allah SWT.
Hukum. Hukum dalam ilmu Tajwid ini dibagi dua,
ada hukum berkaitan dengan mempelajarinya dan hukum dalam mengamalkannya. Hukum
mempelajarinya bagi orang awam adalah mandub/sunnah, sedangkan bagi penuntut
ilmu hukum mempelajarinya fardu kifayah. Sedangkan dalam mengamalkannya artinya
mempraktekan ilmu Tajwid ini ketika membaca Al-Qur’an adalah fardu ‘ain.
Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (QS.
Al-Muzammil : 4).
Peletak.
Kemunculan ilmu ini berawal
dari firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, “Dan Kami bacakan Al-Qur’an secara
tartil.” (QS. Al-Furqan : 32), “Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (QS.
Al-Muzammil : 4). Rasulullah saw kemudian mempraktekkan bacaan Al-Qur’an secara
tartil tersebut, yang kemudian diikuti oleh para sahabat dan disampaikan kepada
tabi’in hingga sampai kepada para imam ahli Qiroah. Rasulullah saw mendorong
para sahabat untuk membaguskan bacaan Al-Qur’an, diriwayatkan dari Abu Hurairah
ra, Rasulullah saw bersabda :
مَا أَذِنَ
اللهُ لِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِنَبِيٍّ حَسَنِ الصَّوْتِ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ
يَجْهَرُ بِهِ
“Allah tidak mengizinkan
sesuatu seperti Dia mengizinkan Nabi dengan membaguskan suara untuk
mengiramakan Al-Qur’an, ia menjaharkannya.” (Muttafaq ‘Alaih).
مَنْ لَمْ
يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ فَلَيْسَ مِنَّا
“Siapa yang tidak
mengiramakan Al-Qur’an bukan termasuk bagian dari kami.” (HR. Abu Dawud dari Abu Lubabah Basyir bin
Abdul Mundzir ra).
Pada suatu malam Rasulullah
saw melewati Abu Musa Al-Asy’ari yang sedang membaca Al-Qur’an, beliau
menyimaknya. Pada pagi harinya beliau bersabda kepada Abu Musa Al-‘Asy’ari ra, “Kalaulah
engkau melihatku, aku menyimak bacaanmu tadi malam. Sungguh, engkau telah
diberi seruling dari seruling-seruling keluarga Dawud” Abu Musa menjawab, “Kalaulah
aku mengetahui keberadaanmu, niscaya aku akan membaguskannya seindah mungkin.” (HR.
Bukhari, Muslim, dll). Seruling adalah suatu kata kiasan yang maksudnya adalah
suara yang indah.
Banyak para ahli ilmu Tajwid
menyebut bahwa orang yang pertama kali meletakkan ilmu ini, dalam arti yang
pertama kali meletakkan dan menyusun istilah-istilahnya adalah Abu Umar
Hafsh bin Umar Ad-Duri (w.246 H), salah satu dari perowi Qiroah, perowi
dari Abu Amr Al-Bashri dan juga dari Al-Kisai. Ia belajar qiroah kepada
Al-Kisai di Kufah hingga mutqin, kemudian di Bashrah belajar qiroah kepada
Al-Yazidi, yang darinya ia meriwayatkan dari Abu Amr bin Al-‘Ala Al-Bashri.
Sedangkan orang yang pertama
kali menyusun ilmu Tajwid ini secara terpisah dari ilmu lainnya adalah Musa
bin Ubaidillah bin Yahya Al-Khaqani (w.325 H) dalam qashidahnya yang diberi
nama Raiyyatul Khaqani yang berisi 51 bait. Inilah karya pertama
dalam ilmu Tajwid. Qashidah ini telah dicetak yang ditahqiq oleh Abdul
Aziz Qari dan juga Ghanim Al-Hamd.
Sementara orang yang pertama
kali menyusunnya dalam bentuk natsr (prosa) adalah Makki bin Abi Thalib
Al-Qais Al-Andalusi (w.437 H) dalam kitabnya Ar-Ri’ayah fi ‘Ilmi
At-Tajwid, berikutnya beliau menulis kitab At-Tamhid fi ‘Ilmi At-Tajwid.
Beliau juga penulis kitab Musykil I’rab Al-Qur’an.
Penduduk Andalus dikenal
dengan kelebihan dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an, Makki bin Abi Thalib Al-Qais
Al-Andalusi sebagai pembaharu bagi ilmu Tajwid ini, kemudian setelahnya datang
seseorang yang sangat menguasai ilmu-ilmu Al-Qur’an yaitu Abu Amr Ad-Dani (w.444
H), kemudian dilanjutkan oleh muridnya, Abu Dawud Sulaiman bin Abi Al-Qasim Najah
(w.496 H). Selain mereka juga ada ulama-ulama lain yang ahli dalam
Al-Qur’an seperti Ibnu ‘Athiyah (w.546 H), Abu Bakar bin Al-‘Arabi (w.543 H),
Ibnu Al-Faras al-Maliki (w.597 H), Al-Qurthubi (w.671 H), Ibnu Juzay (w.741 H),
Abu Hayyan (w.745 H), dll.
Namun rujukan utama untuk
dijadikan panduan dalam pembelajaran adalah nazham muqaddimah yang ditulis oleh
Ibnu Al-Jazari (w.833 H) atau disebut Muqaddimah Al-Jazariyah. Nazham
ini dikenal sebagai karya yang paling bagus dalam ilmu Tajwid. Penulisnya
adalah ahli dalam bidang ilmu Tajwid dan Qiroah, karya-karyanya sangat banyak
berkenaan dengan ilmu tersebut. Dalam mempelajari matan ini, tentu harus
dibimbing langsung oleh guru dalam prakteknya, karena ilmu membaca Al-Qur’an
ini adalah ilmu yang mesti diterima dengan talaqi secara langsung. Bisa juga
disertakan dalam pembelajarannya sebagai tambahan yaitu matan Tuhfatul
Athfal karya Sulaiman Al-Jamzuri. Untuk memahami matan Al-Jazari ini,
selain dengan bimbingan guru, bisa juga melalui kitab-kitab syarahnya seperti
di antaranya kitab Ar-Raudhah An-Nadhiyyah yang ditulis oleh Mahmud
Muhammad Abdul Mun’im ‘Abd. Bisa juga dengan bantuan buku-buku yang ditulis oleh
para penulis sekarang untuk mempermudah pemahaman.
Setelah matan Al-Jazari, tahapan
berikutnya kitab Al-Burhan fi Tajwid Al-Qur’an karya Syekh Muhammad Ash-Shadiq
Qamhawi, beliau adalah Mufattisy ‘Am di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Dan
setelah itu untuk lebih memperluas dan memperdalam, direkomendasikan kitab yang
cukup bagus yaitu Ahkam Qiroatil Qur’anil Karim yang ditulis oleh Syekh
Mahmud Khalil Al-Hushari (w.1401 H). Dan setelah itu, jika masih berkenan untuk
memperdalamnya bisa dibaca kitab-kitab dari para ulama yang disebutkan di atas,
ataupun yang lainnya termasuk karya-karya baru yang ditulis di zaman modern ini.
Download kitab-kitab panduan pembelajarannya :
1. Matan Muqoddimah Al-Jazariyah
2. Matan Tuhfatul Athfal
3. Syarah Matan Al-Jazari
4. Al-Burhan Fii Tajwid Al-Qur'an
5. Ahkam Qiroah Al-Qur'an Al-Karim Lil Hushari
Download kitab-kitab panduan pembelajarannya :
1. Matan Muqoddimah Al-Jazariyah
2. Matan Tuhfatul Athfal
3. Syarah Matan Al-Jazari
4. Al-Burhan Fii Tajwid Al-Qur'an
5. Ahkam Qiroah Al-Qur'an Al-Karim Lil Hushari
syukron kastsir, manfaat in syaa Allah
BalasHapus