Senin, 23 November 2020

Jenjang Pendidikan dalam Manhaj Islam

 


 

 Oleh : Muhammad Atim

Sudah lama pendidikan kita ini mengacu kepada barat. Padahal Islam memiliki manhaj tersendiri yang berbeda dengan yang lainnya. Suatu manhaj yang telah diterapkan oleh Rasulullah saw dalam mendidik generasi terbaiknya. Tak sedikit muslim yang terpukau dengan teori-teori barat, padahal Al-Qur'an dan Hadits sangat penuh dengan muatan nilai-nilai pendidikan yang mesti diterapkan. Para ulama telah konsen dalam bidang pendidikan, merumuskan konsep dan bersungguh-sungguh dalam pelaksanaannya. Sehingga lahirlah generasi yang berkualitas, para ulama dan orang-orang shaleh sepanjang zaman. Karena pendidikan dan keilmuan adalah pondasi utama sepanjang peradaban Islam.

Kesalahan paling menonjol dari sistem barat, ataupun sistem lainnya selain sistem Islam, adalah mengabaikan pendidikan agama. Mengabaikan penanaman iman, akhlaq dan kedisiplinan dalam ibadah. Mengabaikan panduan dan kurikulum utama dalam pendidikan yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Padahal itu adalah inti dari pendidikan Islam.

Dalam manhaj pendidikan Islam, Al-Qur'an itu adalah kurikulum paling utama dari jenjang paling awal hingga paling akhir. Yang dipelajari oleh muslim itu tidak ada yang keluar dari panduan Al-Qur'an. Karena Al-Qur'an adalah sumber segala ilmu. Hal ini diasaskan diantaranya oleh hadits Nabi saw :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ... وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

"Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : ...
Tidaklah sekelompok orang berkumpul di salah satu rumah Allah untuk membaca Al Qur'an dan saling mempelajarinya di antara mereka, melainkan akan turun ketenangan kepada mereka, mereka diliputi oleh rahmat dan dikelilingi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya. Dan siapa yang amalnya lambat, tidak akan dapat dipercepat oleh nasabnya". (HR. Muslim, no. 2699).

Syekh Muhammad Thahir bin 'Asyur (1296-1393 H / 1879-1973 M) rahimahullah salah seorang ulama besar, pemikir dan pembaharu Islam zaman kontemporer di abad 20, salah satu karyanya dalam bidang pendidikan, "Alaisa Ash-Shubhu biqariib" sangat penting untuk dikaji oleh pegiat pendidikan dan keilmuan Islam. Diantaranya beliau menyebutkan :

كان التعليم درجتين : إحداهما التعليم الإبتدائي ويسمى بالتأديب ويسمى معلمه المؤدب والمكتب وموضعه يسمى الكُتَّاب، وتلامذته أبناء الكتاب أو أبناء المكتب وهو التعليم الذي يتلقى فيه الصبي حروف الهجاء والكتابة تدريجا ويلقن سور القرآن القصيرة.

"Pengajaran (Islam) itu memiliki dua tingkatan. Pertama adalah pengajaran dasar (ibtidai) dan dinamakan dengan Ta'dib, pengajarnya disebut Muaddib dan Mukattib dan tempatnya disebut Kuttab. Murid-muridnya adalah anak-anak Kuttab atau anak-anak Maktab. Dia adalah pengajaran yang seorang anak di dalamnya bertalaqi huruf-huruf hijaiyyah dan tulisan secara bertahap dan ditalqinkan/didiktekan surat-surat Al-Qur'an yang pendek."

Selanjutnya beliau merinci tentang pendidikan jenjang Kuttab tersebut. Di kesempatan lain saya akan membahasnya insya Allah. Lalu beliau menyebutkan jenjang berikutnya :

أما الدرجة الثانية وهي التعليم الذي فوق الإبتدائي فهو تلقي دروس العلوم بالفهم وشرح المتون التي حفظت في التعليم الإبتدائي، ثم يرتقون في دراسة كتاب العلوم بشروح وحواشي، وينتقلون من انتهاء كتاب إلى أوسع منه في علمه ببسط شرح وزيادة مسائل، وهذا التعليم لا منتهى له وهو يجمع ما يعادل التعليم الثانوي والتعليم العالي.

"Adapun pengajaran yang di atas ibtidai adalah dengan talaqqi pembelajaran ilmu-ilmu dengan pemahaman, syarah matan-matan yang telah dihapal di dalam pengajaran ibtidai, kemudian mereka meningkat dalam mempelajari kitab-kitab ilmu dengan syarah-syarah dan hasyiah-hasiyah (syarah dari syarah), dan berpindah setelah menyelesaikan suatu kitab kepada yang lebih luas darinya dalam ilmunya dengan memperpanjang penjelasan dan penambahan masail (permasalahan keilmuannya). Pengajaran di level ini tidak ada akhirnya, ini menggabungkan pengajaran yang setingkat dengan tsanawi (SMA) dan pengajaran 'ali (perguruan tinggi)."

Jenjang setelah ibtidai (Kuttab) ini juga disebut sebagai jenjang Madrasah, sebagaimana disebutkan oleh Mushtafa As-Sibai dalam bukunya "Min Rowa'i Hadharatina"

Kita perlu belajar dengan serius bagaimana jenjang pendidikan dasar itu dijalankan agar melahirkan generasi berkualitas seperti halnya para ulama dan salafush shaleh itu dilahirkan darinya.

Imam Asy-Syafi'i rahimahullah misalnya mengisahkan tentang pendidikan dirinya :

كنت يتيما في حجر أمي، فدفعتني في الكُتّاب، فلما ختمت القرآن دخلت المسجد فكنت أجالس العلماء

"Keadaanku yatim dalam pengasuhan ibuku. Lalu ia memasukkanku ke Kuttab. Ketika aku telah khatam (menghapal) Al-Qur'an, aku masuk ke masjid dan duduk bersama para ulama". (Ibnu Abdil Bar, Jami Bayanil Ilmi wa Fadhlihi).

Begitu pula imam Bukhari rahimahullah mengisahkan tentang pendidikan dirinya, khususnya hingga beliau menjadi pakar dalam ilmu hadits.

وبالسند الماضي إلى محمد بن أبي حاتم ، قال : قلت لأبي عبد الله : كيف كان بدء أمرك ؟ قال : ألهمت حفظ الحديث وأنا في الكتاب . فقلت : كم كان سنك؟ فقال : عشر سنين ، أو أقل . ثم خرجت من الكتاب بعد العشر ، فجعلت أختلف إلى الداخلي وغيره. فقال يوما فيما كان يقرأ للناس : سفيان ، عن أبي الزبير ، عن إبراهيم ، فقلت له : إن أبا الزبير لم يرو عن إبراهيم . فانتهرني ، فقلت له : ارجع إلى الأصل . فدخل فنظر فيه، ثم خرج ، فقال لي : كيف هو يا غلام ؟ قلت : هو الزبير بن عدي، عن إبراهيم، فأخذ القلم مني، وأحكم كتابه، وقال : صدقت. فقيل للبخاري : ابن كم كنت حين رددت عليه ؟ قال ابن إحدى عشرة سنة . فلما طعنت في ست عشرة سنة، كنت قد حفظت كتب ابن المبارك ووكيع ، وعرفت كلام هؤلاء، ثم خرجت مع أمي وأخي أحمد إلى مكة، فلما حججت رجع أخي بها، وتخلفت في طلب الحديث .

"Dengan sanad yang lalu kepada Muhammad bin Abi Hatim, ia berkata : Aku bertanya kepada Abu Abdullah (imam Bukhari), "Bagaimana awal mula urusanmu?" Ia menjawab : "Aku diilhami untuk menghapal hadits ketika aku di Kuttab." Lalu aku bertanya, "Berapa usiamu saat itu?" Ia menjawab : " 10 tahun atau kurang. Kemudian aku keluar dari Kuttab setelah usia 10 tahun, lalu aku sering mendatangi Ad-Dakhili dan yang lainnya. Suatu hari ia berkata, di antara yang ia bacakan kepada orang-orang, "Sufyan, dari Abu Zubair, dari Ibrahim". Lalu akj berkata kepadanya, "Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim." Lalu ia menghardikku. Aku katakan kepadanya, "Lihat kembali ke sumber aslinya". Kemudian ia masuk dan melihatnya, lalu keluar. Lalu ia berkata kepadaku, "Bagaimanakah ia nak?" Aku menjawab, "Ia adalah Zubair bin Adi dari Ibrahim." Lalu ia mengambil pena dariku dan mengoreksi kitabnya, lalu ia berkata, "kamu benar". Ditanyakan kepada Al-Bukhari, "Anak usia berapa tahunkah engkau ketika menyanggahnya?" Ia menjawab, "Anak usia 11 tahun." Ketika aku dewasa berusia 16 tahun, aku telah menghapal kitab-kitab Ibnu Mubarok dan Waqi', aku mengetahui perkataan-perkataan mereka. Kemudian aku keluar bersama ibuku dan saudaraku Ahmad ke Mekkah. Setelah aku melaksanakan haji, saudaraku pulang bersama ibuku, sedangkan aku tetap di sana untuk mencari hadits." (Adz-Dzahabi, Siyar A'lam An-Nubala).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar