Minggu, 26 Juli 2020

Jenjang Pembelajaran




Kesalahan penuntut ilmu syar'i adalah tidak mau melewati jenjang pembelajaran. Inginnya langsung loncat menguasai berbagai hal. Padahal jenjang pembelajaran ini sangat diperhatikan para ulama. Ketika menafsirkan kata Rabbani dalam ayat,

كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ

"... Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (QS. Ali Imran : 79).

Mereka berkata :

الرباني الذي يربي الناس بصغار العلم قبل كباره

Seorang 'alim yang robbani adalah yang mendidik manusia dengan ilmu-ilmu yang kecil sebelum ilmu-ilmu yang besar

Ingin segera menyelam ke dalam permasalahan-permasalahan yang mendalam dan rinci, padahal belum melewati pembelajaran kitab dasar secara berjenjang. Ingin segera terjun kepada kitab muthawwalat, padahal belum khotam kitab-kitab mukhtashor. Akhirnya melahirkan kesalahpahaman dan kekacauan pemahaman. Merasa sudah bisa dan so bisa, atau cuma gaya-gayaan.

Para ulama telah menulis kitab-kitab sesuai jenjangnya agar dipelajari sesuai jenjangnya pula. Misalnya Ibnu Hisyam dalam ilmu Nahwu, untuk pemula beliau menyusun Qathrun Nada, lalu tahap berikutnya Syudzurudz Dzahab, lalu Qawa'id I'rob, lalu Audhahul Masalik, selevel dengan Alfiyah Ibnu Malik, di dalamnya beliau me-natsr-kan alfiyah dengan tambahan-tambahan. Namun sebaiknya sebelum masuk ke Qathrun Nada, pelajari level yang lebih awal yaitu Aajurrumiyyah karya Ibnu Aajurrum. Dan di level tinggi Ibnu Hisyam menulis Mughni Labib.

Dalam fiqih Hanbali misalnya Ibnu Qudamah juga telah membuat jenjang. Untuk pemula kitab Umdatul Fiqhi, lalu Al-Muqni, lalu Al-Kafi, lalu Al-Mughni. 

Dan kitab-kitab yang lainnya, seorang pengajar dan pembelajar, mesti mampu menempatkannya sesuai jenjangnya.

Jika tidak mengikuti tahapan ini, maka akan merasa pusing sendiri dan tidak menghasilkan apa-apa. Seorang thalib pemula dalam ilmu Nahwu misalnya dia mau langsung belajar kitab Sibawaih atau syarah-syarah alfiyah. Dalam ilmu fiqih, mau langsung terjun ke fiqih muqorin seperti al-majmu syarh al-muhadzab An-Nawawi, atau al-mughni Ibnu Qudamah. Mau langsung bahas fiqih siyasi/politik/kenegaraan padahal bab thaharah dan ibadah belum khotam. Ushul fiqih mau langsung ke Ar-Risalah imam Syafi'i. Ilmu aqidah mau langsung ke At-Tadmuriyyah Ibnu Taimiyyah atau Al-Mawaqif Al-Iji. Dan sebagainya.

Belajarlah dulu secara bertahap. Belajar itu butuh proses, bahkan proses yang panjang. Bersabarlah untuk menyerap ilmu perlahan-lahan. Dan belajarlah matan-matan ilmu dasar itu langsung dari penjelasan guru atau syekh yang memang mutqin terhadapnya, jangan hanya belajar sendiri dengan sebatas membaca kitab-kitabnya, atau buku terjemahannya, atau belajar kepada guru yang tidak mutqin. Agar tidak ada kesalahpahaman terhadap istilah-istilah dan konsep-kensep ilmu dan tidak melahirkan kekacauan pemahaman. Kalau matan-matan dasar dan ilmu-ilmu alatnya sudah dikuasai barulah terjun pada pembelajaran dan penelaahan kitab-kitab besar.

(Muhammad Atim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar