عَنْ
سَمُرَةَ بْنِ جَنْدُبٍ قَالَ : (كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلَاةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ) رَوَاهُ
الْبُخَارِي
“Dari Samuroh bin Jandub,
ia berkata: “Keadaan Rosululloh saw apabila telah selesai melaksanakan suatu
sholat, ia menghadap kepada kami dengan wajahnya.” (HR. Bukhori).
Bagaimana kesimpulan hukum dari hadits tersebut?
Hadtis tersebut berupa perbuatan Rasul saw. Perbuatan
Rasul itu bisa memberi tiga faidah hukum, sebagaimana tahqiq (pengukuhkan) yang
dilakukan oleh para ulama ushul,
Pertama, jika menjelaskan kemujmalan (yang global) dalam
al-Qur’an maka hukumnya mengikuti yang mujmal tersebut. Jika wajib maka ikut
kepada wajib, kecuali ada qorinah yang memalingkan kepada sunnah. Misalnya
perintah sholat lima waktu itu adalah wajib, maka contoh yang dilakukan oleh
Rasulullah saw dalam pelaksanaan shalat lima waktu pun mengikuti, tapi pada
kenyataannya, ada juga yang dilakukan dalam shalat hukumnya sunnah karena ada
dalil lain yang menjadi qarinah yang membuatnya menjadi sunnah.
Kedua, jika tidak menjelaskan yang mujmal, perbuatan Nabi
saw jika merupakan qurbah (bentuk ketaatan) atau dalam istilah lain ibadah
mahdoh, maka ia termasuk sunnah (mandub). Namun jika bukan termasuk qurbah, ia
hanya menunjukkan hukum mubah.
Nah, untuk berpalingnya imam dalam dzikir setelah shalat,
jika dipahami sebagai penjelasan kemujmalan perintah shalat lima waktu, kurang
tepat, karena ia bukan termasuk shalat. Lebih tepatnya, karena ia merupakan
bentuk qurbah, yaitu karena berkaitan dengan tatacara dzikir setelah shalat
khususnya bagi imam, maka ia dikategorikan sebagai sunnah (mandub). Atau bisa
juga dipahami ia sebagai penjelas dari kemujmalan perintah dzikir yang hukumnya
sunnah. Dan tidak tepat jika dikatakan mubah karena ia merupakan bentuk qurbah.
Bahkan, Ibnu Hajar Al-‘Asqolani ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan
bahwa zahir hadits itu Rasulullah saw senantiasa merutinkannya (lihat Fathul
Bari 2/334), sehingga dengan demikian, bisa masuk dalam kategori sunnah
muakkadah. Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar