Sabtu, 04 November 2017

ILMU TAJWID



Serial Muqaddimah Ilmu Syar’i - 5

Penulis akan membahas sepuluh muqaddimah ilmu Tajwid dengan urutan: nama, definisi, maudhu (objek ilmu), pembahasannya, istimdad (asal pengambilan ilmunya), penisbatan kepada ilmu lain, buah/hasil, keutamaan, hukum dan peletak. Ketika membahas peletak, tidak hanya dibahas tentang siapa peletak awalnya tetapi juga sejarah kemunculannya, perkembangannya dan kitab-kitabnya yang menjadi rujukan utama.
Nama. Nama ilmu ini adalah ilmu Tajwid. Disebut juga dengan ilmu Al-Ada.
Definisi. Menurut bahasa berasal dari kata jawwada-yujawwidu-tajwidan yang berarti membaguskan dan menjadikan sesuatu pada kualitas terbaik (at-tahsin, al-ihkam wal itqan). Sampai pada puncak kebagusan dan kesempurnaan, baik itu berupa perkataan maupun perbuatan.
Sedangkan menurut istilah, ada dua macam definisi. Pertama, definisi secara ilmiah yaitu,
مَعْرِفَةُ الْقَوَاعِدِ وَالضَّوَابِطِ الَّتِي وَضَعَهَا عُلَمَاءُ التَّجْوِيْدِ وَأَئِمَّةُ الْقُرَّاءِ مِنْ مَخَارِجِ الْحُرُوْفِ وَصِفَاتِهَا، وَأَحْكَامِ النُّوْنِ السَّاكِنَةِ وَالتَّنْوِيْنِ وَالْمِيْمِ السَّاكِنَةِ، وَالْمَدِّ وَأَقْسَامِهِ وَأَحْكَامِهِ، وَالْوَقْفِ وَالْإِبْتِدَاءِ، وَذِكْرِ تَاءِ الْمَفْتُوْحَةِ وْالْمَرْبُوْطَةِ وَغَيْرِهَا.
“Mengetahui kaidah-kaidah dan dowabit-dowabit yang diletakkan oleh para ulama tajwid dan para imam qiroat berupa makhraj huruf dan sifat-sifatnya, hukum nun mati, tanwin dan mim mati, mad beserta macam-macam dan hukum-hukumnya, waqaf dan ibtida (memulai bacaan), menyebut ta maftuhah dan marbuthah dan yang lainnya.”
Perbedaan kaidah dan dowabith, kaidah itu adalah ketentuan yeng berlaku untuk semua bab, sedangkan dowabit adalah ketentuan yang berlaku pada suatu bab tertentu saja.
Kedua, definisi secara amaliyah,
إِتْقَانُ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ بِإِخْرَاجِ كُلِّ حَرْفٍ مِنْ مَخْرَجِهِ مَعَ إِعْطَائِهِ حَقَّهُ وَمُسْتَحَقَّهُ
“Membaguskan bacaan Al-Qur’an dengan mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya, disertai memberikan hak dan mustahaknya.”
Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan sifat tersebut, seperti Al-Jahr, isti’la’, hams, dan yang lainnya. Sedangkan mustahak huruf adalah sifat yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa, izhar, iqlab, dll.
Objek ilmu. Objek yang dibahas dalam ilmu ini adalah huruf-huruf dan kata-kata dalam Al-Qur’an dari segi membaguskan pengucapan huruf-hurufnya dan pembacaannya. Sebagian orang menyertakan hadits. Namun yang benar ilmu tajwid ini khusus untuk Al-Qur’an.
Pembahasan. Yang dibahas dalam ilmu ini adalah: pengenalan huruf dan tempat keluarnya, pengenalan sifatnya, penjelasan huruf asli dan far’i, sifatnya yang asli dan far’i, tempat keluarnya yang umum dan yang far’i, yang berkaitan dengan washal dan fashl, waqaf, macam-macam dan hukum-hukumnya, nun mati, tanwin dan mim mati, nun dan mim bertasydid, idgam, ta dan cara mewaqafkannya.
Istimdad. Ilmu ini diambil dari Al-Qur’an dan praktek bacaan Rasulullah saw yang kemudian disampaikan oleh para sahabat hingga sampai kepada para imam ahli Qiroat.
Penisbatan kepada ilmu lain. Ilmu Tajwid ini dinisbatkan kepada ilmu lainnya dalam ilmu syar’i termasuk dalam penisbatan al-umum wal khusus min wajhin (umum-khusus dalam segi tertentu). Artinya, dalam ilmu Tajwid ada segi yang merupakan bagian dari ilmu lain seperti pembahasan lafazh merupakan bagian dari ilmu Bahasa Arab, dan adab-adab terhadap Al-Qur’an merupakan bagian dari ilmu Adab Syar’iyyah. Dan ada segi-segi yang memang khusus yang tidak ada di ilmu lainnya.
Buah. Buah dari ilmu Tajwid ini adalah dapat membaca Al-Qur’an sebagaimana yang diridhai oleh Allah SWT, menjaga kata-kata dalam Al-Qur’an dari perubahan, kesalahan penulisan, penambahan dan pengurangan, serta kesalahan dalam membacanya.  
Keutamaan. Ilmu ini sangat mulia karena berkaitan langsung dengan firman Allah SWT.
Hukum. Hukum dalam ilmu Tajwid ini dibagi dua, ada hukum berkaitan dengan mempelajarinya dan hukum dalam mengamalkannya. Hukum mempelajarinya bagi orang awam adalah mandub/sunnah, sedangkan bagi penuntut ilmu hukum mempelajarinya fardu kifayah. Sedangkan dalam mengamalkannya artinya mempraktekan ilmu Tajwid ini ketika membaca Al-Qur’an adalah fardu ‘ain. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (QS. Al-Muzammil : 4).
Peletak.
Kemunculan ilmu ini berawal dari firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, “Dan Kami bacakan Al-Qur’an secara tartil.” (QS. Al-Furqan : 32), “Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (QS. Al-Muzammil : 4). Rasulullah saw kemudian mempraktekkan bacaan Al-Qur’an secara tartil tersebut, yang kemudian diikuti oleh para sahabat dan disampaikan kepada tabi’in hingga sampai kepada para imam ahli Qiroah. Rasulullah saw mendorong para sahabat untuk membaguskan bacaan Al-Qur’an, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda :
مَا أَذِنَ اللهُ لِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِنَبِيٍّ حَسَنِ الصَّوْتِ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ يَجْهَرُ بِهِ
“Allah tidak mengizinkan sesuatu seperti Dia mengizinkan Nabi dengan membaguskan suara untuk mengiramakan Al-Qur’an, ia menjaharkannya.” (Muttafaq ‘Alaih).
مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ فَلَيْسَ مِنَّا
“Siapa yang tidak mengiramakan Al-Qur’an bukan termasuk bagian dari kami.” (HR. Abu Dawud dari Abu Lubabah Basyir bin Abdul Mundzir ra).
Pada suatu malam Rasulullah saw melewati Abu Musa Al-Asy’ari yang sedang membaca Al-Qur’an, beliau menyimaknya. Pada pagi harinya beliau bersabda kepada Abu Musa Al-‘Asy’ari ra, “Kalaulah engkau melihatku, aku menyimak bacaanmu tadi malam. Sungguh, engkau telah diberi seruling dari seruling-seruling keluarga Dawud” Abu Musa menjawab, “Kalaulah aku mengetahui keberadaanmu, niscaya aku akan membaguskannya seindah mungkin.” (HR. Bukhari, Muslim, dll). Seruling adalah suatu kata kiasan yang maksudnya adalah suara yang indah.
Banyak para ahli ilmu Tajwid menyebut bahwa orang yang pertama kali meletakkan ilmu ini, dalam arti yang pertama kali meletakkan dan menyusun istilah-istilahnya adalah Abu Umar Hafsh bin Umar Ad-Duri (w.246 H), salah satu dari perowi Qiroah, perowi dari Abu Amr Al-Bashri dan juga dari Al-Kisai. Ia belajar qiroah kepada Al-Kisai di Kufah hingga mutqin, kemudian di Bashrah belajar qiroah kepada Al-Yazidi, yang darinya ia meriwayatkan dari Abu Amr bin Al-‘Ala Al-Bashri.
Sedangkan orang yang pertama kali menyusun ilmu Tajwid ini secara terpisah dari ilmu lainnya adalah Musa bin Ubaidillah bin Yahya Al-Khaqani (w.325 H) dalam qashidahnya yang diberi nama Raiyyatul Khaqani yang berisi 51 bait. Inilah karya pertama dalam ilmu Tajwid. Qashidah ini telah dicetak yang ditahqiq oleh Abdul Aziz Qari dan juga Ghanim Al-Hamd.
Sementara orang yang pertama kali menyusunnya dalam bentuk natsr (prosa) adalah Makki bin Abi Thalib Al-Qais Al-Andalusi (w.437 H) dalam kitabnya Ar-Ri’ayah fi ‘Ilmi At-Tajwid, berikutnya beliau menulis kitab At-Tamhid fi ‘Ilmi At-Tajwid. Beliau juga penulis kitab Musykil I’rab Al-Qur’an.
Penduduk Andalus dikenal dengan kelebihan dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an, Makki bin Abi Thalib Al-Qais Al-Andalusi sebagai pembaharu bagi ilmu Tajwid ini, kemudian setelahnya datang seseorang yang sangat menguasai ilmu-ilmu Al-Qur’an yaitu Abu Amr Ad-Dani (w.444 H), kemudian dilanjutkan oleh muridnya, Abu Dawud Sulaiman bin Abi Al-Qasim Najah (w.496 H). Selain mereka juga ada ulama-ulama lain yang ahli dalam Al-Qur’an seperti Ibnu ‘Athiyah (w.546 H), Abu Bakar bin Al-‘Arabi (w.543 H), Ibnu Al-Faras al-Maliki (w.597 H), Al-Qurthubi (w.671 H), Ibnu Juzay (w.741 H), Abu Hayyan (w.745 H),  dll.
Namun rujukan utama untuk dijadikan panduan dalam pembelajaran adalah nazham muqaddimah yang ditulis oleh Ibnu Al-Jazari (w.833 H) atau disebut Muqaddimah Al-Jazariyah. Nazham ini dikenal sebagai karya yang paling bagus dalam ilmu Tajwid. Penulisnya adalah ahli dalam bidang ilmu Tajwid dan Qiroah, karya-karyanya sangat banyak berkenaan dengan ilmu tersebut. Dalam mempelajari matan ini, tentu harus dibimbing langsung oleh guru dalam prakteknya, karena ilmu membaca Al-Qur’an ini adalah ilmu yang mesti diterima dengan talaqi secara langsung. Bisa juga disertakan dalam pembelajarannya sebagai tambahan yaitu matan Tuhfatul Athfal karya Sulaiman Al-Jamzuri. Untuk memahami matan Al-Jazari ini, selain dengan bimbingan guru, bisa juga melalui kitab-kitab syarahnya seperti di antaranya kitab Ar-Raudhah An-Nadhiyyah yang ditulis oleh Mahmud Muhammad Abdul Mun’im ‘Abd. Bisa juga dengan bantuan buku-buku yang ditulis oleh para penulis sekarang untuk mempermudah pemahaman.
Setelah matan Al-Jazari, tahapan berikutnya kitab Al-Burhan fi Tajwid Al-Qur’an karya Syekh Muhammad Ash-Shadiq Qamhawi, beliau adalah Mufattisy ‘Am di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir. Dan setelah itu untuk lebih memperluas dan memperdalam, direkomendasikan kitab yang cukup bagus yaitu Ahkam Qiroatil Qur’anil Karim yang ditulis oleh Syekh Mahmud Khalil Al-Hushari (w.1401 H). Dan setelah itu, jika masih berkenan untuk memperdalamnya bisa dibaca kitab-kitab dari para ulama yang disebutkan di atas, ataupun yang lainnya termasuk karya-karya baru yang ditulis di zaman modern ini.

Download kitab-kitab panduan pembelajarannya :

1. Matan Muqoddimah Al-Jazariyah
2. Matan Tuhfatul Athfal
3. Syarah Matan Al-Jazari 
4. Al-Burhan Fii Tajwid Al-Qur'an

5. Ahkam Qiroah Al-Qur'an Al-Karim Lil Hushari

1 komentar: