Sabtu, 21 Januari 2017

Kajian Fiqih Ikhtiyarot dari kitab Zadul Ma'ad : BAB TAYAMUM




BAB TAYAMUM

Keadaan Rasulullah saw bertayamum dengan satu kali tepukkan untuk wajah dan dua telapak tangan. Tidak shahih dari beliau dengan dua kali tepukan, tidak juga sampai dua sikut. Imam Ahmad berkata : "Siapa yang mengatakan bahwa tayamum sampai dua sikut, sesungguhnya hal itu adalah sesuatu yang ditambahkan dari dirinya sendiri". Begitu pula beliau bertayamum dengan bumi yang beliau shalat padanya, baik itu tanah, tanah bergaram ataupun pasir. Shahih dari beliau bahwa beliau berkata : "Dimana saja shalat menghampiri seseorang dari umatku, maka di sanalah masjidnya dan bersucinya." Ini adalah nash yang jelas bahwa siapa yang shalat mendapatinya sedang berada di pasir, maka pasir itu suci baginya. Ketika beliau bersama para sahabatnya bepergian dalam perang Tabuk, mereka memotong pasir-pasir di jalan mereka, dan air mereka sangat sedikit. Tidak diriwayatkanbahwa ada orang yang membawa tanah, tidak pula beliau memerintahkannya, dan melakukannya, tidak pula salah seorang dari sahabatnya melakukannya. Disertai dengan sebuah kepastian bahwa di padang pasir itu pasir lebih banyak dibanding tanah, begitu pula tanah Hijaz dan yang lainnya. Siapa yang mentadaburi ini, diketahuilah secara pasti bahwa beliau bertayamum dengan pasir. Wallohu A'lam, dan ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama. 

Adapun yang disebutkan tentang sifat tayamum dari meletakkan bagian dalam jari-jari tangan kiri di atas tangan kanan kemudian mengulurkannya sampai ke sikut, kemudian memutarkan telapak tangannya di atas lengan, dan menegakkan ibu jari tangan kiri hingga sampai ke ibu jari tangan kanan, lalu ia menutupkan ke atasnya, hal itu adalah yang telah diketahui secara qoth'i bahwa Nabi saw tidak melakukannya, tidak pula mengajarkan kepada seorang pun dari sahabatnya, tidak memerintahkannya, tidak pula beliau menganggapnya baik, inilah petunjuk beliau dan kepada beliaulah hukum itu dikembalikan. Begitu pula tidak shahih dari beliau bahwa beliau bertayamum untuk setiap shalat, beliau tidak memerintahkannya, tetapi menjadikan tayamum secara mutlak dan menjadikannya pengganti wudhu, hal ini mengharuskan keadaan hukumnya sama dengan hukum wudhu, kecuali jika ada dalil yang menuntut perbedaan dengannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar