QS. Yusuf, 1-3
Oleh : Muhammad Atim
الر، تِلْكَ
آيَاتُ الْكِتَابِ الْمُبِيْنِ (١) إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا
لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ (٢) نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ
الْغَافِلِيْنَ (٣)
“(1). Alif Lam Ro. Itulah ayat-ayat kitab yang jelas.
(2). Sesungguhnya Kami telah menurunkannya sebagai
Al-Qur’an yang berbahasa Arab agar kalian memahaminya. (3). Kami kisahkan kepadamu sebaik-baik kisah oleh
sebab Kami mewahyukan kepadamu Al-Qur’an ini, dan meskipun keadaanmu dahulu
lengah terhadapnya.”
Alloh SWT mengawali surat ini dengan
menyebutkan huruf-huruf Muqotho’at “Alif Lam Ro”, makna sebenarnya hanya
Alloh yang tahu karena ia termasuk ayat-ayat mutasyabih yang kita tidak
diperkenankan mencari-cari ta’wilnya, kita hanya diperintahkan mengimaninya,
“Kami beriman kepadanya, semuanya dari sisi Tuhan kami”. Tetapi kita bisa
memahaminya dari sisi hikmahnya yaitu bahwa ia sebagai bukti kemu’jizatan
Al-Qur’an, dimana Al-Qur’an tersusun dari huruf-huruf tersebut yang huruf-huruf
itupun digunakan oleh manusia untuk menyusun bahasa Arab, tetapi tak ada
seorang pun ahli bahasa Arab itu yang mampu membuat semisal dengan Al-Qur’an, untuk
itulah selalu setelahnya disebutkan penjelasan tentang Al-Qur’an. Ia pun
mengandung manfaat menarik perhatian (tanbih) kepada orang-orang untuk
mendengarkannya. Ketika orang-orang kafir berusaha menutup telinga mereka dari
bacaan Al-Qur’an, pada saat pertama kali huruf-huruf tersebut dibacakan justeru
mereka malah mendengarkannya karena rasa penasaran.
“Itulah ayat-ayat kitab yang jelas”. Ayat-ayat Al-Qur’an itu bersifat jelas dan terang
benderang tak ada kerancuan di dalamnya, bahkan ia menjelaskan segala sesuatu (tibyanan
likulli syai’in) dan merinci segala sesuatu (tafshila kulli syai’in).
Tetapi tentu kejelasan itu hanya akan didapatkan oleh Ulul Albab (orang yang
berpikir mendalam) yang selalu mengambil pelajaran dan mentadaburinya.
Alloh SWT menurunkan kitab itu sebagai Al-Qur’an
baik nama maupun sifatnya yang selalu dibaca oleh orang-orang beriman, yang
berbahasa Arab. Ini menunjukkan bahwa yang disebut Al-Qur’an adalah yang dengan
bahasa Arab, adapun terjemahannya tidak dinamakan Al-Qur’an. Dan yang
mengandung kemu’jizatan adalah yang dengan bahasa Arab bukan yang telah
dialihkan ke bahasa lain. Ini juga menunjukkan kemuliaan bahasa Arab dibanding
bahasa lainnya, karena Alloh telah memilihnya sebagai bahasa Al-Qur’an. Karena
memang bahasa Arab adalah “bahasa yang paling fasih, paling jelas, paling luas
dan paling mampu mengungkapkan makna yang dibutuhkan oleh jiwa.”[1] Maka
dengan kedudukan bahasa Arab yang telah diangkat oleh Alloh itulah setiap
muslim tidak bisa dilepaskan darinya, ia mesti mempelajarinya, tidak boleh menyepelekannya
atau menganggapnya sebagai pesaing bagi bahasa budayanya.
Kisah adalah metode yang menjadi sorotan
penting bagi Al-Qur’an dalam menyampaikan petunjuknya, untuk itu satu pertiga
isinya adalah kisah. Kisah menjadi penjelas dan perinci bagi petunjuk yang
terkandung di dalamnya. Karena wahyu Alloh yang menjadi sumber kisah ini, maka
kisah yang disampaikan adalah kisah yang terbaik (ahsanul qoshosh). Makna
kisah terbaik berlaku baik pada isi kisahnya maupun pada gaya penuturannya (uslub).
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir tentang Asbabun
Nuzul ayat-ayat di atas dari Mush’ab bin Sa’ad, dari Sa’ad, ia berkata: “Telah
turun kepada Nabi saw Al-Qur’an”. Ia berkata: “Maka beliau membacakannya kepada
mereka beberapa waktu”. Lalu mereka berkata: “Wahai Rosululloh, andaisaja
kiranya engkau berkisah kepada kami.” Maka Alloh menurunkan QS. Yusuf: 1-3.
Kemudian beliau membacakannya kepada mereka beberapa waktu. Lalu mereka
berkata: “Wahai Rosululloh, andaisaja kiranya engkau menyampaikan pembicaraan
kepada kami.” Maka Alloh menurunkan QS. Az-Zumar: 23. (HR. Hakim).[2]
Al-Qur’an merupakan kasih sayang Alloh untuk
orang-orang beriman. Ketika para sahabat memohon kisah, Alloh memberikan kisah
yang terbaik. Ketika mereka memohon pembicaraan, Alloh memberikan pembicaraan
yang terbaik (ahsanul hadits), sehingga lengkaplah Al-Qur’an menjadi
panduan hidup orang beriman. Ia adalah sumber menggali petunjuk, menuai
inspirasi, menempa motivasi, peneguh hati dan taman wisata jiwa. Dengan
demikian mereka tidak memerlukan sumber lainnya. Kita mesti berusaha mencontoh mereka
yang keseluruhan hidupnya bermesraan dengan Al-Qur’an. Saat mereka memohon
jalan yang lurus, Al-Qur’an memberikan petunjuknya, saat mereka miskin cita-cita,
ia memberikan inspirasi, saat mereka lemah semangat, ia memberi motivasi, saat
ujian banyak dihadapi, ia meneguhkan hati, dan saat penuh dengan kegelisahan
dan kesedihan ia memberi wisata bagi jiwa. Untuk itulah Rosululloh saw tegas
dalam menepis pesaing-pesaingnya. Saat “Umar bin Khottob datang kepada Nabi saw
dengan membawa kitab yang ia dapatkan dari sebagian ahli kitab, lalu ia
membacakannya kepada Nabi saw, maka beliau marah. Beliau bersabda, “Apakah kamu
ragu terhadap ayat-ayat Al-Qur’an wahai Ibnul Khottob? Demi Dzat yang jiwaku
ada di tangan-Nya, sungguh aku telah datang kepada kalian membawanya yang putih
jernih, janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu lalu mereka
memberitahukan kepada kalian dengan kebenaran tetapi kalian mendustakannya,
atau kebatilan tetapi kalian membenarkannya. Demi Dzat yang jiwaku di
tangan-Nya, kalaulah Musa masih hidup, maka tidak ada yang dia lakukan kecuali
mengikutiku.” (HR. Ahmad).[3]
Lalu saat ini, berapa banyak pesaing-pesaing
Al-Qur’an dari buku-buku yang berisi konsep, nilai, inspirasi, tokoh, bahkan
keyakinan yang tanpa sadar bertentangan dengan Al-Qur’an?
Sejak awal da’wah Islam bahkan orang-orang
beriman berusaha dilalaikan dengan pesaing-pesaing Al-Qur’an. An-Nadhr bin
Al-Harits menjadi punggawanya dalam hal ini. Untuk menghalang-halangi orang
beriman dari
Al-Qur’an ia menyewa biduan wanita untuk menari dan melantunkan
nyanyian-nyanyian penarik jiwa. Setiap kali ada orang yang hendak masuk Islam
ia mendatanginya dan mengajaknya ke biduan itu, dan berkata kepada biduan,
“Berilah ia makan, berilah minum, dan puaskanlah dia. Ini lebih baik daripada
ajakan Muhammad kepadamu”. Untuk itulah turun ayat “Dan diantara manusia ada
orang yang membeli perkataan sia-sia (lahwal hadits) untuk menyesatkan dari
jalan Alloh.” (QS. Luqman: 6). Bahkan ia pergi ke Hirah untuk mempelajari
kisah-kisah raja-raja Persia, kisah-kisah Rustum dan Asfandiyar. Setiap kali
Rosululloh saw berada di suatu majlis untuk mengingatkan kepada Alloh dan agar
takut terhadap siksanya, ia menguntit di belakang lalu mengatakan: “Demi Alloh!
Muhammad tidak lebih baik dari perkataanku.” Kemudian dia bercerita tentang
raja-raja Persia, Rustum dan Asfandiyar, kemudian berkata: “Apanya yang
menjadikan Muhamamd lebih baik dari perkataanku?”[4]
Lalu
saat ini, berapa banyak para penerus An-Nadhr bin Al-Harits tersebut, dari para
pembuat acara-acara hiburan, game, dan konser-konser, para
pengarang dan produsen cerita-cerita perusak pola pikir dan
akhlaq yang mereka sebarkan dalam film, sinetron, kartun, novel, dan lain
sebagainya?
Alloh SWT memberi penegasan bahwa kisah
Al-Qur’an adalah kisah yang terbaik, agar kita orang yang beriman kepada-Nya
mau menjadikannya satu-satunya sumber panduan kita, bahkan sebagai pelipur lara
saat kesedihan melanda. Panduan Al-Qur’an ini juga tentu diikuti dengan kisah
hidup Rosululloh saw dan hadits-haditnya yang merupakan pelaksanaan
kongkritnya, kemudian juga keteladanan orang-orang sholeh yang telah berusaha
mengikuti jejaknya.
Penjelasan ini Alloh SWT letakkan sebagai
muqodimah dalam surat Yusuf, ini merupakan keistimewaan bagi kisah Nabi Yusuf
sendiri yang Alloh ceritakan secara kronologis dari awal sampai akhir. Sebagai
respon bagi tantangan orang-orang musyrik dan Yahudi akan bukti kebenaran
Al-Qur’an yang mampu menceritakan kisah yang tidak mereka ketahui. Sebagai
jawaban bagi kegelisahan Rosululloh saw dan orang-orang beriman dalam
menghadapi ujian. Kisah yang dahulunya lengah dari pikiran beliau. Kisah yang
selalu memberi solusi bagi permasalahan setiap zaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar