Jumat, 03 Februari 2017

Panduan Al-Qur'an - PEMBUKA KEBAHAGIAAN




Kajian dari kitab At-Tahrir wat Tanwir

Tadabur QS. Al-Fatihah
Semua petunjuk menuju kebahagiaan terangkum dalam tujuh ayat yang pendek ini. Al-Fatihah maknanya adalah pembuka atau pembukaan. Selayaknya sebagai pembukaan, di dalamnya terangkum seluruh isi Al-Qur’an, untuk itulah dinamakan dengan Ummul Qur’an (induk/intisari Al-Qur’an). Yang merangkum seluruh tema Al-Qur’an berupa pujian kepada Allah, perintah dan larangan serta janji dan ancaman, atau dalam istilah lain berupa aqidah, hukum dan kisah-kisah. Ia juga mencakup dua ruang lingkup pembahasan yaitu hikmah-hikmah teoritis dan hukum-hukum praktis.
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Yang Merajai hari pembalasan.” Ini mencakup pujian-pujian kepada Allah ataupun merangkum tema aqidah, yang bersifat hikmah teoritis. “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus”. Ini merangkum seluruh ibadah dan ketaatan, baik bersifat langsung (mahdoh) maupun melalui interaksi dengan sesama makhluk. Ia juga merangkum seluruh perintah dan larangan, dan hukum-hukum praktis. “Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri ni’mat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai, bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” Ini mencakup janji dan ancaman. Janji kepada orang yang taat kepada-Nya dengan diberi keni’matan, dan ancaman bagi yang durhaka berupa siksaan. Di dalamnya juga tersirat kisah, baik itu berkenaan dengan orang-orang shaleh maupun orang-orang yang durhaka. Kisah-kisah yang memuat pujian dan ancaman ini menggabungkan kedua hal; antara hikmah-hikmah teoritis yang bersifat kaidah keilmuan dan hukum-hukum praktis yang diamalkan.
Oleh karena Al-Fatihah ini merangkum seluruh isi Al-Qur’an dan menjadi intinya, maka ia mesti dibaca berulang-ulang agar selalu menjadi pengingat bagi kita. Untuk itulah ia dinamakan dengan “as-sab’ul matsani” (tujuh ayat yang diulang-ulang). Minimalnya 17 kali dalam rakaat shalat wajib lima waktu, belum ditambah dengan shalat sunnahnya.
Memulai segala sesuatu dengan nama Allah adalah pembuka bagi kucuran rahmat dan keberkahan dari-Nya. Maka, dari keseluruhan asmaul husna, nama-nama dan sifat-sifat terpuji bagi-Nya, Ia memperkenalkan Dirinya dengan nama dan sifat “Ar-Rahman, Ar-Rahim”, yang kedua-duanya berakar kata dari rahmat, kasih sayang yang tiada bertepi. Cuma bedanya, sifat Ar-Rahman adalah kasih sayang yang besar dan umum yang diberikan kepada seluruh makhluknya di dunia, sampai kepada orang-orang kafir sekalipun. Inilah yang menjadi jawaban mengapa orang-orang kafir yang durhaka tetap mendapat keni’matan di dunia ini, jawabannya karena memang Allah adalah Ar-Rahman. Sedangkan Ar-Rahim adalah kasih sayang yang terus menerus dan ia bersifat khusus diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, di dunia dan akhirat. Maka beruntunglah bagi orang yang mendapat rahmat khusus dari Allah Yang Maha Ar-Rahim, karena dari keseluruhan rahmat-Nya itu, satu persen saja diturunkan ke dunia, sedangkan sembilan puluh sembilannya diberikan di akhirat.
Tiada kebahagiaan tanpa menghadapkan hati kita dengan lurus untuk memuji Allah. Karena sesungguhnya sumber kebahagiaan bukan pada diri kita, bukan pada materi yang kita genggam, akan tetapi semata-mata sumber kebahagiaan itu dari Allah yang memberikannya. Allah menyimpannya pada hati yang puas, sedangkan yang tampak dari fisik dan materi hanya sebagai sarananya saja, bukan sesuatu yang memastikan datangnya kebahagiaan. Karena berapa banyak orang yang terpenuhi secara fisik dan materi, tetapi kebahagiaan justru tak kunjung datang. Maka, memuji Allah adalah syarat kebahagiaan yang hakiki.
Al-Hamdu adalah pujian terhadap sesuatu yang bagus dalam bentuk pengagungan disertai dengan kecintaan (Shofwatut Tafasir, M. Ali Ash-Shobuni). Oleh karenanya, ia hanya layak ditujukkan kepada Allah, karena Dia adalah Rabb seluruh alam, Rabb seluruh makhluknya. Yang berarti bahwa Allah-lah Pencipta, Pengatur, Pemelihara dan Penguasa. Sebab lainnya karena Dia adalah Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Dan secara khusus karena Dia adalah Penguasa di hari pembalasan. Ini mengingatkan kita akan kehidupan yang sesungguhnya. Suatu hari yang teramat panjang, sebagai permulaan bagi kahidupan akhirat yang abadi. Di sanalah akan terjadi pembalasan bagi seluruh perbuatan manusia selama di dunia dengan seadil-adil dan seterang-terangnya. Jika mengingat kesana, apalah artinya kebahagiaan yang kita kumpulkan di dunia ini?
Pujian kepada Allah bentuk rilnya adalah dengan beribadah kepada-Nya. Maka tak ada cara lain jika kita ingin mendapatkan kebahagiaan hakiki, selain mengikrarkan diri untuk semata-mata beribadah kepada-Nya, dan hanya memohon pertolongan kepada-Nya. Karena keseluruhan hidup kita dari Allah, maka pantas jika keseluruhan hidup kita semata-mata untuk ibadah kepada Allah tanpa memilah-milah dan membeda-bedakannya. Pernyataan dalam ayat ini mendahulukan kewajiban daripada hak, yaitu kewajiban kita beribadah kepada Allah, baru kemudian hak kita memohon pertolongan kepada-Nya.
Beribadah itu tentu tidak sekehendak kita tetapi ada aturan dan tatacaranya yang telah ditetapkan oleh Allah melalui wahyu yang Ia turunkan. Untuk itulah Allah mengajarkan kita doa, “Tunjukilah kami jalan yang lurus”. Ini adalah memohon hidayah dari Allah, baik itu hidayah irsyad/dilalah, berupa ilmu yang bisa didapatkan melalui perantaraan pembelajaran, begitu juga hidayah taufiq, berupa kemampuan untuk mengamalkan, namun ia hanya datang dari Allah semata. Oleh karena itu, hidayah adalah ilmu dan amal dan beruntunglah orang yang dapat menggabungkan keduanya.    
Untuk memahami kebenaran, tidak cukup kita memahami konsepnya saja, tetapi kita diajarkan untuk melihat dan mempelajari orang-orang yang berada di atas kebenaran itu dan orang-orang yang melenceng darinya. Maka doanya kita lanjutkan dengan, “Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka. Bukan jalan mereka yang dimurkai, bukan pula orang-orang yang sesat.” Ini mengisyaratkan perintah untuk belajar sejarah, agar kita mengambil ibrah. Agar kebenaran itu terlihat jelas dalam prakteknya. Allah mendahulukan jalan yang lurus, kemudian orang-orangnya, ini menjadi satu kaidah “i’rifil haq ta’rifu ahlahu” (kenalilah kebenaran, maka engkau akan mengenali orang-orangnya). Kebenaran itu dapat dipahami dengan mempelajari ilmu yang tertuang dalam wahyu Allah dan juga ilmu-ilmu yang dipahami darinya. Dengan garis itulah kita dapat mengenali mana orang yang berada di atasnya, dan mana orang yang melenceng. Kebenaran bukan ditentukan oleh orang-orang tertentu dan kelompok-kelompok tertentu, tetapi oleh garis kebenaran yang telah jelas yang dapat dijalankan oleh siapapun dan dari kelompok manapun.
Orang-orang yang diberi ni’mat itu ditafsirkan dalam QS. An-Nisa ayat 69 yaitu para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. Sedangkan mereka yang dimurkai oleh Nabi dicontohkan seperti Yahudi, dan orang-orang yang sesat seperti Nashrani. Rincian perbedaan mereka adalah, Yahudi itu tahu ilmunya, bahkan mengenal Rasulullah saw seperti mengenal anak-anak mereka sendiri, tetapi enggan untuk mengamalkannya. Sedangkan Nashrani, mereka rajin beramal tetapi tanpa ilmu. Oleh karena itu, berbahagialah orang yang dapat menggabungkan antara ilmu dan amal.       


Tidak ada komentar:

Posting Komentar