Sabtu, 23 Juli 2022

Sentuhan Pendidikan dalam Surat Al-Fatihah

 


 Oleh : Muhammad Atim

 

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ ۝١ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ ۝٢ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ ۝٣ مَـٰلِكِ یَوۡمِ ٱلدِّینِ ۝٤ إِیَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِیَّاكَ نَسۡتَعِینُ ۝٥ ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِیمَ ۝٦ صِرَٰطَ ٱلَّذِینَ أَنۡعَمۡتَ عَلَیۡهِمۡ غَیۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَیۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّاۤلِّینَ ۝٧

“(1) Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. (2) Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. (3) Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. (4) Yang Menguasai hari pembalasan. (5) Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (6) Tunjukilah kami jalan yang lurus.

(7) Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat atas mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.”

 

Pendahuluan

Ada hikmah yang besar mengapa surat Al-Fatihah selalu kita baca dalam shalat, bahkan shalat kita tidak sah tanpa membacanya. Dilihat dari namanya, yang paling populer adalah tiga nama, yaitu Al-Fatihah (pembukaan), Ummul Qur’an (induk Al-Qur’an) dan As-Sab’ul Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang). Ia sebagai pembukaan dan induk Al-Qur’an ternyata merangkum seluruh isi Al-Qur’an. Tidaklah surat-surat yang disebutkan setelahnya melainkan penjabaran darinya. Kalau seluruh isi Al-Qur’an dirangkum maka isinya tiga hal, yaitu aqidah, hukum dan kisah. Ketiganya ada dalam Al-Fatihah, aqidah (ayat 1-4), hukum (ayat 5-6) dan kisah (ayat 7). Bahkan setiap kata yang terdapat dalam Al-Fatihah mencerminkan seluruh isi Al-Qur’an. Karena Al-Fatihah ini merangkum seluruh isi Al-Qur’an, dan merupakan intisari ajaran Islam, maka wajar harus selalu kita ulang setiap hari, minimalnya 17 kali dalam shalat wajib 5 waktu. Agar ia meresap ke dalam diri kita.

Kalaulah kita selalu menghayati makna-makna dari surat Al-Fatihah ini, niscaya hidup kita akan selalu terbimbing. Namun sayangnya, tidak sedikit dari kaum muslimin, meskipun rajin membaca Al-Fatihah, tetapi terluput dari penghayatan terhadapnya. Bisa karena tidak paham isi kandungannya, dan juga malas untuk mempelajarinya. Padahal Allah menurunkan Al-Qur’an ini untuk dihayati, ditadaburi, agar ia menjadi petunjuk. Dan Allah telah memudahkannya untuk dipelajari. “Tidakkah mereka mentadaburi Al-Qur’an, ataukah hati mereka telah terkunci?” (QS. Muhammad : 24). “Sungguh Kami telah memudahkan Al-Qur’an untuk diingat/dipelajari, maka apakah ada yang mau mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar : 17,22,32,40).

Al-Qur’an ini seluruh isinya merupakan pendidikan bagi manusia. Seluruh ayatnya, bahkan kata dan hurufnya mampu memberikan sentuhan pendidikan terhadap diri manusia. Orang-orang hebat dari mulai Rasulullah dan para sahabatnya, dan orang-orang shaleh setelahnya, karena mereka telah terdidik oleh Al-Qur’an. Itulah rahasia kehebatan mereka. Maka sekarang kita tahu, mengapa generasi saat ini begitu rusak padahal telah melalui proses “pendidikan”, karena tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai kurikulum dan panduan dalam pendidikannya. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat dengan kitab ini (Al-Qur’an) kelompok-kelompok manusia, dan merendahkan kelompok-kelompok lainnya karena meninggalkannya.” (HR. Muslim no.1897, Ahmad no.232). Rasulullah mendidik umatnya dengan membacakan ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka dan mengajarkan Al-Qur’an dan Sunnah” (QS. Al-Baqarah : 151, Al-Jumu’ah : 2). Dari ketiga unsur manusia (fisik, akal dan jiwa) yang paling penting untuk diberi pendidikan dan pensucian adalah jiwanya, karena keselamatan manusia ada pada kesucian jiwanya. “Sungguh beruntung orang yang mensucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams : 8-9). “Pada hari tidak berguna harta dan keturunan, kecuali yang datang kepada Allah membawa hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara : 88-89). Maka mari kita jadikan Al-Qur’an sebagai kurikulum dan panduan untuk mendidik diri kita dan juga keluarga kita, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka”. (QS. At-Tahrim : 11). Berbicara tentang pendidikan, bukan hanya soal mendidik anak-anak kita, tetapi dimulai dengan mendidik diri, lalu keluarga yang di dalamnya ada anak-anak kita, lalu masyarakat secara umum.

 

 

Tadabur ayat 1

Basmalah (bismillahirrahmanirrahim) mengajarkan kita agar memulai segala sesuatu dengan nama Allah. Karena segala hal di dunia ini kalau tanpa disertai dzikir (menyebut dan ingat) kepada Allah akan sia-sia, kesengsaraan di akhirat kelak adalah karena melupakan Allah. Di dalam ucapan basmalah mengandung doa, komitmen dan keyakinan. Doa agar perbuatan yang kita lakukan mendapat rahmat dan keberkahan dari Allah, komitmen untuk melakukannya semata sebagai ibadah kepada Allah dan melaksanakannya sesuai syariat-Nya, dan keyakinan bahwa segala sesuatu tidak akan terjadi kecuali atas izin dan kehendak Allah. Juga mengajarkan kita bahwa pendidikan yang pertama kali yang harus kita lakukan adalah mengenal Allah. Jangan sampai kita sudah mengenalkan banyak hal kepada anak-anak kita, tapi belum mengenalkan Allah. Dengan kata lain, prioritas utama materi pendidikan adalah aqidah, dan inti dari aqidah adalah iman kepada Allah.

Dari sekian banyak nama dan sifat-Nya, Allah mengenalkan Dirinya pertama kali dengan sifat Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang), yang keduanya berasal dari akar kata yang sama yaitu rahmat (kasih sayang). Hal itu agar kita mau mendekat kepada-Nya, mengingat segala kebaikan-Nya. Kalau bukan karena kasih sayang-Nya, kita tidak akan mendapatkan segala ni’mat di dunia ini, juga tidak akan mendapatkan keni’matan surga di akhirat kelak. Dan menunjukkan bahwa peluang untuk mendapatkan rahmat-Nya lebih besar daripada mendapatkan kemurkaan-Nya. Asalkan kita mau berusaha untuk mendekatkan diri kepada-Nya, Allah akan memberikan jalan kemudahan. Semua ajaran/syariat dalam Islam tegak di atas prinsip rahmat ini. Allah mengutus Rasulullah juga sebagai rahmat bagi seluruh alam. Sifat kasih sayang Allah inilah yang harus kita tanamkan kepada anak-anak kita, agar ia mau dekat dengan Allah, mengadukan permasalahannya kepada Allah, selalu berdoa dan memohon pertolongan kepada-Nya.

Tadabur ayat 2

Hamdalah (alhamdulillahirabbil ‘alamin) adalah ucapan untuk memuji dan bersyukur kepada Allah. Ini adalah poin penting dalam pendidikan, karena ucapan ini sangat memberi pengaruh untuk bersikap positif dalam diri kita. Kita memuji Allah dalam setiap keadaan, baik suka maupun duka, karena setiap yang terjadi atas kehendak Allah, dan takdir-Nya adalah yang terbaik. Semuanya mengandung hikmah. Kita ucapkan sebagai rasa syukur setiap selesai melakukan sesuatu, dan atas segala ni’mat. Karena sebaliknya, sikap suka mengeluh akan berpengaruh pada sikap negatif dalam diri kita. 

Allah layak untuk dipuji karena Dia adalah Rabb/Tuhan semesta alam. Rabb dalam arti pencipta, pengatur, dan penguasa. Alam adalah segala sesuatu selain Allah, termasuk manusia, langit, bumi dan segala isinya. Seluruh alam ini adalah makhluk-Nya, ada dalam kekuasaan-Nya. Kalau keyakinan ini selalu kita tanamkan, maka tidak akan ada kekhawatiran dalam hidup kita, karena semuanya tidak akan keluar dari pengaturan Allah. Maka, interaksi kita dengan alam ini harus menyampaikan kita kepada perasaan iman dan mengingat Rabbnya. Alam itu sendiri berasal dari kata ‘alamah (tanda), artinya Allah menjadikannya sebagai tanda akan keberadaan, keesaan dan kekuasaan-Nya. Maka ini menjadi metode dalam menanamkan iman kepada Allah, yaitu dengan mentafakuri alam semesta. Maka segala ilmu yang kita pelajari tentang alam semesta ini, seharusnya dikaitkan dengan iman kepada Allah.

Tadabur ayat 3

Kemudian disebutkan kembali sifat Ar-Rahmanir Rahim, agar kita mengingat bahwa pengaturan Allah di alam ini dilakukan atas dasar kasih sayang, tidak dengan kebengisan dan kezaliman. Semakin kita tahu tentang hakikat di alam ini, maka akan semakin menyadari kasih sayang Allah yang begitu besar untuk seluruh makhluk-Nya.

Tadabur ayat 4

Lalu disebutkan “Yang Menguasai hari pembalasan”. Ini adalah agar kita menanamkan iman kepada hari akhir. Selain Allah berkuasa di dunia, Allah juga berkuasa di hari pembalasan kelak. Bahkan di ayat ini disebutkan secara khusus sifat Malik (penguasa), dan dikaitkan secara khusus kepada hari pembalasan, ini menunjukkan bahwa Allah akan menampakkan sejelas-jelasnnya kekuasaan-Nya di hari kiamat, semua manusia dan semua makhluknya akan mengakui kekuasaan-Nya. Berbeda dengan ketika di dunia, bisa saja sebagian besar manusia tidak menyadari kekuasaan Allah, tidak beriman dan tidak takut kepada Allah, bahkan tidak sedikit para penguasa yang berbuat zhalim dan sewenang-wenang, karena memang dunia ini sebagai ujian.

Ini mengajarkan kepada kita agar menjadikan orientasi pendidikan dan orientasi hidup kita adalah untuk mengejar kebahagiaan di akhirat, bukan dunia. Dunia hanya dijadikan perantara saja untuk kebahagiaan akhirat. Prinsipnya “kejarlah akhirat, dan jangan lupakan bagian di dunia” (QS. Al-Qashash : 77), bukan sebaliknya. Artinya, kita fokuskan seluruh hidup kita untuk meraih kebahagiaan di akhirat dengan beriman dan beramal shaleh, adapun dunia sekedar memenuhi kebutuhan saja. Maka rusaknya pendidikan kita, adalah ketika orientasinya serba duniawi.

Juga agar kita menanamkan keyakinan, bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan akan ada balasannya di akhirat kelak, dan tidak akan bisa mengelak dari kekuasaan Allah untuk mempertanggungjawabkannya. Berbeda dengan di dunia, bisa saja orang terhindar dari hukuman di dunia.

Dalam ayat-ayat sebelumnya mengandung dua metode pendidikan yang mesti dilakukan secara seimbang, yaitu targib (memberi rangsangan dan motivasi) agar tumbuh sikap roja (penuh harap), dan tarhib (memberi peringatan akan hukuman) agar tumbuh sikap khouf (rasa takut). Yaitu Allah memperkenalkan diri-Nya dengan sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim sebagai sebuah rangsangan agar tumbuh rasa penuh harap kita kepada kasih sayang Allah. Lebih jauhnya di dalam Al-Qur’an dijelaskan secara detail tentang surga, sebagai keni’matan yang sesungguhnya, agar kita terangsang untuk mendapatkannya. Lalu Allah memperkenalkan diri-Nya dengan sifat “Yang menguasai hari pembalasan” adalah sebagai sebuah peringatan akan adanya siksaan bagi orang yang durhaka kepada-Nya, hal ini agar tumbuh rasa takut kepada Allah, takut akan siksa-Nya yang besar. Lebih jauhnya di dalam Al-Qur;an dijelaskan secara detail tentang neraka, agar kita bersungguh-sungguh untuk terhindar darinya. Rasa penuh harap dan rasa takut ini mesti selalu ada dalam diri orang beriman, agar ia stabil dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah.

Tadabur ayat 5

Keyakinan-keyakinan yang tertanam kuat itu, selanjutnya melahirkan komitmen, yaitu kita menyatakan “Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” Karena ini komitmen pernyataan, maka bentuk kalimatnya secara langsung “Hanya kepada Engkaulah”. Komitmen ini selalu kita baca dan selalu kita ingat, bahwa hidup kita semata-mata untuk beribadah kepada Allah, dan hanya kepada Allah, artinya tauhid, tidak menyekutukan-Nya.

Pendidikan selanjutnya setelah mendidik aqidah, adalah mendidik ibadah. Dimulai dari ibadah yang paling utama yaitu shalat. Lalu ibadah-ibadah lainnya baik berkaitan dengan ibadah ritual/mahdhah maupun ghair mahdhah seperti muamalah dengan sesama manusia. Karena hukum syariat Islam itu lengkap dan sempurna menyangkut seluruh aspek kehidupan, berisi rambu-rambu dalam setiap aktifitas manusia. Dalam pendidikan ibadah, diajarkan standar sah ibadah yaitu hukum fiqihnya, dan diajarkan pula penyempurna kualitas ibadahnya yaitu akhlaq atau adab. Kalau ibadah ingin lebih berkualitas tentu harus diiringi dengan akhlak atau adabnya, misalnya shalat diiringi kekhusyuan dan merasa selalu diawasi oleh Allah, begitu pula akhlak kepada sesama manusia, dan kepada alam sekitar.

Dalam ayat ini kita juga diajarkan prinsip mendahulukan kewajiban sebelum hak. Beribadah itu adalah kewajiban kita, sedangkan memohon pertolongan adalah hak kita yang kita mohonkan kepada Allah. Memang Allah senang jika hamba-Nya senantiasa berdoa kepada-Nya, tetapi sebagai adab kepada Allah, dan juga syarat dikabulkannya doa kita, adalah kita menunaikan kewajiban kita terlebih dahulu. Allah berfirman: “Aku akan mengabulkan doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka penuhilah seruan-Ku dan berimanlah kepada-Ku, agar mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah : 186). Prinsip ini juga bisa kita terapkan dalam hubungan sesama manusia, yaitu jangan sampai kita banyak menuntut hak, tetapi tidak melakukan kewajiban dengan maksimal.

Menggunakan kata “kami” dalam ayat ini menunjukkan pentingnya kebersamaan dalam beribadah dan melakukan segala kebaikan, harus ditumbuhkan sikap saling membantu antara satu sama lain.

Tadabur ayat 6

Untuk menjalankan komitmen dalam beribadah, tidak cukup mengandalkan kemampuan diri saja, tetapi mesti diiringi banyak berdoa kepada Allah. Maka di sini kita diajarkan selalu berdoa : “Tunjukilah kami jalan yang lurus’. Di sini kita senantiasa memohon hidayah kepada Allah, meskipun kita telah berada dalam hidayah Islam, artinya memohon ketetapan agar hidayah itu selalu kita pegang hingga akhir hayat dan juga memohon tambahan hidayah. Baik itu berupa hidayah dilalah, yaitu berupa ilmu yang bermanfaat, dan juga hidayah taufik, yaitu berupa bimbingan untuk mengamalkannya. Karena keselamatan itu terletak pada menggabungkan antara ilmu dan amal. Berdoa memohon petunjuk jalan yang lurus ini mesti selalu kita panjatkan, karena dalam hidup ini kita menemui banyak masalah yang perlu kita ketahui solusi penyelesaiannya. Agar kita diarahkan kepada solusi yang dapat menyelamatkan kita. Jalan keselamatan itu tiada lain adalah jalan Islam, satu-satunya agama yang diridhai Allah, yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah, dan segala ilmu yang dilahirkan dari keduanya. Maka inilah yang harus selalu kita pelajari untuk petunjuk hidup kita. Ia disebut jalan yang lurus, karena jalannya itu lurus menuju keridhoan Allah. Sedangkan jalan-jalan kesesatan adalah jalan yang bengkok yang bermacam-macam, tetapi ujungnya akan berakhir dalam siksa Allah, yaitu neraka.

Tadabur ayat 7

Mempelajari jalan yang lurus tidak cukup dengan konsepnya saja, tetapi juga perlu mengetahui orang-orang yang berada di atasnya, dan mengetahui pula orang-orang yang menyimpang dari jalan yang lurus. Maka doanya kita teruskan, Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat atas mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.” Ini menunjukkan pentingnya mempelajari kisah. Dalam Al-Qur’an disebutkanlah kisah-kisah orang yang berada di jalan yang lurus itu, yaitu mereka yang telah diberi ni’mat oleh Allah, yang tafsirnya ada dalam QS. An-Nisa ayat 69, yaitu para nabi, shiddiqin (orang-orang yang kuat kepercayaannya kepada para Nabi), syuhada (orang-orang yang mati di jalan Allah) dan orang-orang shaleh (secara umum). Disebutkan pula kisah-kisah orang-orang yang melenceng dari jalan yang lurus. Di sini disebutkan dua golongan yaitu mereka yang dimurkai, Rasulullah menyebutkan sebagai contohnya adalah orang-orang Yahudi, dan orang-orang yang sesat, Rasulullah menyebutkan contohnya adalah orang-orang Kristen. Meskipun keduanya sama-sama dimurkai dan sesat. Tetapi ada ciri khas yang membedakannya, yaitu bahwa orang Yahudi tahu ilmunya tetapi tidak mau mengamalkannya, sedangkan Kristen mau beramal tapi tanpa ilmu. Selain kedua kelompok tersebut, Allah juga menyebutkan kisah-kisah yang sesat lainnya seperti Fir’aun, Qarun dan berbagai kaum para Nabi. Agar menjadi pelajaran bagi kita.

Pelajaran kisah ini menunjukkan pentingnya keteladanan dalam pendidikan. Sehingga menjadi sebab pula rusaknya pendidikan adalah karena tidak adanya keteladanan. Selain orang tua dan para pendidik mesti menjadi teladan, juga perlu ditanamkan kisah-kisah ini. Maka harus ditanamkan kisah Nabi Muhammad karena dia adalah teladan yang sempurna dan yang paling utama. Agar ia dijadikan teladan dalam setiap kehidupan. Begitu pula kisah-kisah para nabi lainnya, lalu kisah para sahabat Rasul, kisah para tabi’in dan para ulama dan orang-orang shaleh setelahnya. Jangan sampai anak-anak kita, bahkan kita sendiri, hampir tidak kenal dengan mereka. Padahal mereka adalah sumber keteladanan yang sangat kaya. Perlu pula dicari dan dikenalkan kepada orang-orang yang alim (ahli ilmu agama) dan orang-orang shaleh yang ada saat ini, juga dijaga pergaulannya agar ia hanya bergaul dan berteman dengan orang-orang shaleh saja, dan berada di lingkungan orang-orang yang shaleh. Ini semua dalam rangka menumbuhkan akhlak mulia dalam diri.

Selain itu, dikenalkan pula orang-orang yang telah tersesat, sebagaimana banyak dikisahkan dalam Al-Qur’an dan juga dalam hadits, serta disampaikan balasan yang mereka peroleh. Hal itu agar menjadi pelajaran untuk dihindari, bukan untuk ditiru. Juga jika mengetahui orang-orang yang berbuat keburukan pada saat ini, dijadikan sebagai pelajaran untuk dihindari. Meskipun kepada mereka yang masih hidup, ditanamkan juga sikap kasihan dan mau berusaha mengajaknya untuk sadar dan bertaubat, dengan cara yang lembut sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah , dan juga mendoakannya agar mendapat hidayah.

Dalam ayat ini pula kita diajarkan adab kepada Allah dalam berdoa, yaitu menyandarkan kebaikan kepada-Nya, dan tidak menyandarkan keburukan kepada-Nya. Yaitu ketika menyebutkan keni’matan dengan kalimat “Engkau telah beri ni’mat”, ini disandarkan kepada Allah. Sedangkan ketika menyebutkan kemurkaan dan kesesatan, tidak disandarkan kepada Allah, dengan kalimat “Mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat”. Sesuai dengan salah satu doa iftitah yang menyebutkan “Kebaikan itu seluruhnya ada pada kedua tangan-Mu, dan keburukan tidak dinisbatkan kepada-Mu”. Hal itu karena keburukan yang didapatkan oleh manusia, dan keburukan sesungguhnya adalah kedurhakaan di dunia dan siksaan di neraka, tidaklah ditetapkan begitu saja secara zalim, tetapi ditetapkan secara adil sebagai balasan bagi manusia itu sendiri yang melakukannya, karena mereka telah diberikan kebebasan untuk memilih jalan hidup mereka. Allah adalah pemberi balasan yang seadil-adilnya.

Demikianlah sentuhan pendidikan yang dapat saya kemukakan dari surat Al-Fatihah teramat mulia dan luas kandungannya ini, semoga bermanfaat.

Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar