Kamis, 14 Oktober 2021

Mengenal Ilmu Takhrij Hadits

 


Apa itu ilmu Takhrij Hadits?

Takhrij berasal dari kata khorroja yukhorriju takhrijan, secara bahasa artinya mengeluarkan. Secara istilah, Takhrij Hadits maksudnya adalah ilmu yang menjelaskan siapa perowi yang mengeluarkan/meriwayatkan suatu hadits atau atsar, dimana letak keberadaan hadits tersebut di antara kitab-kitab hadits, dan bagaimana status hukumnya, apakah shahih, hasan ataukah dhaif.

Objek kajian ilmu takhrij hadits adalah hadits-hadits marfu (yang dinisbatkan kepada Nabi saw) dan juga atsar sahabat dan tabi'in, dari segi menyebutkan letak keberadaannya dan status hukumnya.

Apa manfaat ilmu Takhrij Hadits?

Manfaatnya adalah mengetahui letak keberadaan/sumber suatu hadits, status hukumnya, juga dengan mengumpulkan jalur-jalur periwayatan suatu hadits, dapat dikumpulkan redaksi matan yang berbeda yang saling melengkapi sehingga dapat berpengaruh terhadap kesimpulan hukum syariat yang diambil darinya.

Dengan manfaat ini, maka ilmu takhrij hadits memiliki kedudukan dan keutamaan yang sangat mulia dalam menjaga orisinalitas hadits. Orang tidak dapat sembarangan menisbatkan suatu hadits, karena berdusta atas nama rasul sudah disediakan tempatnya di neraka, sebelum dilakukan proses penelitian dalam praktik ilmu takhrij hadits ini. Bahkan ilmu ini menjadi syarat mutlak bagi seorang mujtahid. Sebelum ia berijtihad dalam menyimpulkan hukum, ia mesti memastikan terlebih dahulu status hadits yang menjadi hujjahnya dengan ilmu ini. Maka hukum mempelajarinya bagi seorang mujtahid adalah fardhu 'ain, sedangkan bagi umat secara umum adalah fardhu kifayah.

Ilmu Takhrij Hadits ini datang belakangan, karena ia menerapkan ilmu-ilmu hadits lain dalam penelitian sebuah hadits. Mengecek matan dan sanad hadits di kitab-kitab hadits, menerapkan istilah dan teori-teori ilmu mushtalah hadits, meneliti para perowinya dalam ilmu rijal hadits, mengetahui status para perowinya dalam ilmu al-jarh wat ta'dil, meneliti kecacatannya dalam ilmu ilal hadits, hingga sampai kepada kesimpulan status hukumnya. Itulah ilmu-ilmu yang menjadi istimdad (sumber penyusunannya), dan hubungannya dengan ilmu-ilmu hadits yang lain adalah al-umum wal khusus wajhi (umum-khusus dari segi tertentu) karena terikat langsung dengan ilmu-ilmu tersebut.

Siapakah peletaknya?

Pada masa awal pengkodifikasian hadits (zaman tabi'ut tabi'in), belum ada kebutuhan untuk menyibukkan diri dengan ilmu takhrij hadits apalagi mengkodifikasinya. Hal itu karena saat itu masih dalam tahap pengumpulan hadits dan penelitian para perowinya. Dalam penyusunan kitab-kitab hadits itu, kemudian ada diantara ulama yang mengkhususkan penulisan hadits-hadits shahih saja seperti shahih Bukhari dan Muslim, dan ada juga yang mengumpulkan secara umum lalu memberikan penilaian statusnya.

Ilmu Takhrij Hadits mulai diberi perhatian dan dikodifikasi hanyalah ketika telah banyak kitab-kitab hadits yang disusun. Kesulitan untuk meriwayatkan hadits dengan sanadnya karena saking banyaknya, maka ilmu takhrij hadits muncul untuk memberikan kemudahan dalam mengetahui letak keberadaannya, menguasai jalur-jalur sanad dan status hukumnya. Juga karena telah banyak para ulama yang telah membicarakan teori-teori penelitian hadits, kondisi para perowi, baik dalam men-jarh (menilai negatif) maupun men-ta'dilnya (menilai positif), juga menelusuri ilal (kecacatan-kecacatan) hadits. Maka ilmu takhrij hadits datang untuk meneliti suatu hadits secara komprehensif menerapkan ilmu-ilmu tersebut.

Para ulama awal yang cukup memberikan perhatian besar pada takhrij hadits diantaranya adalah Ad-Daruquthni (306-385 H), Al-Hakim (321-405 H), Al-Baihaqi (384-458 H) dan Al-Baghawi (436-516 H). Namun mereka belum secara khusus menuliskan kitab yang hanya berisi takhrij hadits. Barulah kemudian  datang punggawa dalam ilmu Takhrij Hadits yaitu Jamaluddin Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf Az-Zaila'i (w.762 H) yang pertama kali secara khusus menulis kitab takhrij hadits yaitu kitab Nashbur Rayah fi Takhrij Ahaditsil Hidayah.

Nampak bahwa prioritas awal ilmu takhrij hadits ini adalah meneliti hadits-hadits hukum yang menjadi landasan bagi hukum-hukum fiqih. Az-Zaila'i yang secara fiqih bermadzhab Hanafi mentakhrij hadits-hadits yang terdapat di dalam kitab Al-Hidayah yang ditulis oleh Al-Marghinani sebagai syarah dari kitab fiqih yang sangat menjadi rujukan dalam madzhab Hanafi yaitu Bidayatul Mubtadi yang ditulis oleh Al-Marginani juga.

Para ulama lain yang menulis kitab takhrij hadits setelah itu yang terkenal diantaranya adalah Al-Hafizh Zainuddin Al-'Iraqi (725-806 H) Syekh ilmu hadits yang menulis kitab takhrij hadits-hadits  kitab Ihya Ulumiddin karya Abu Hamid Al-Ghazali yang diberi nama Al-Mughni an Hamlil Asfar.

Lalu muridnya, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-'Asqalani (773-852 H) sebagai amirul mukminin dalam ilmu hadits, sangat banyak karyanya dalam ilmu-ilmu hadits termasuk dalam ilmu takhrij hadits menulis kitab At-Talkhisul Habir, beliau mentakhrij kitab fiqih madzhab syafi'i yaitu Asy-Syarhul Kabir Ar-Rafi'i yang merupakan syarah dari kitab Al-Wajiz karya Abu Hamid Al-Gazali. Banyak karya-karya Ibnu Hajar yang lain dalam ilmu takhrij yaitu misalnya Ad-Diroyah fi takhrij ahaditsil hidayah, sebagai ringkasan dari kitab Nashbur Rayah, Al-Kafi Asy-Syafi fi takhriji ahaditsil kasyaf, dll.

Lalu muridnya, Syamsuddin As-Sakhowi (831-902 H) juga menulis dalam ilmu takhrij hadits kitab Al-Maqashid Al-Hasanah yang mentakhrij hadits-hadits populer.

Selain itu, Badruddin Az-Zarkasyi (745-794 H) juga menulis dalam bidang takhrij hadits yaitu kitab Al-Mu'tabar fi takhrij ahadits Al-Minhaj wal Mukhtashar. Beliau mentakhrij hadits-hadits yang terdapat dalam dua kitab ushul fiqih yang terkenal yaitu Al-Minhaj karya Al-Baidhawi bermadzhab Syafi'i dan Mukhtashar Ibnu Hajib bermadzhab Maliki.

Setelah itu imam Jalaluddin As-Suyuti (849-911 H), ulama yang sangat banyak karyanya termasuk juga dalam bidang ilmu takhrij hadits yaitu beliau banyak meringkas takhrij-takhrij Az-Zarkasyi, Al-'Iraqi dan Ibnu Hajar dalam fiqih beliau, juga menulis takhrij kitab-kitab aqidah seperti takhrij hadits-hadits kitab syarah Mawaqif karya Al-Jurjani dan syarah Al-'Aqaid An-Nasafiyyah karya At-Taftazani, mentakhrij dua kitab ushul fiqih yang telah disebutkan di atas, mentakhrih hadits-hadits dalam tafsir, hingga hadits-hadits yang disebutkan dalam ilmu Nahwu.

Dalam madzhab Hanbali, ada diantara ulama yang konsen dalam bidang takhrij hadits, diantaranya murid Ibnu Taimiyyah yaitu Ibnu Abdil Hadi (704-744 H) menulis kitab Tanqihut Tahqiq, kitab At-Tahqiqnya sendiri ditulis oleh Ibnul Jauzi yang memuat tentang hadits-hadits yang dijadikan sebagai hujjah fiqih madzhab Hanbali.

 Setelah itu, muridnya, Ibnu Rajab Al-Hanbali (736-795 H) sangat ahli dalam bidang ilmu hadits, termasuk dalam takhrih hadits yang tersebar dalam berbagai kitabnya.

Itulah di antara para ulama yang konsen di bidang ilmu takhrij hadits. Masih banyak ulama lain yang tidak disebutkan.

Di zaman kita ini, di antara ulama yang sangat konsen dalam bidang ilmu takhrij hadits ini adalah syekh Nashiruddin Al-Albani (1333-1420 H/1914-1999 M). Meski beliau lebih banyak mempelajari dari kitab-kitab di antaranya kitab Mughnil Asfar Al-'Iraqi dan takhrij  Muhammad Murthada Az-Zabidi juga terhadap hadits-hadits kitab Ihya Ulumiddin, kerja keras beliau dalam meneliti dan mentakhrij hadits perlu diapresiasi. Apalagi akses terhadap kitab-kitab masih berupa manuskrip. Cukup banyak karya-karya beliau dalam takhrij hadits, diantaranya yang paling bagus adalah Irwaul Ghalil, yang merupakan takhrij terhadap hadits-hadits dalam kitab Manarus Sabil syarah Ad-Dalil kitab fiqih madzhab Hanbali. Juga banyak kitab-kitab beliau yang lain.

Selain itu, masih sezaman dengan beliau, ada ahli ilmu-ilmu hadits yang lain, yaitu syekh Ahmad bin Muhammad bin Ash-Shiddiq Al-Ghumari (1320-1380 H/ 1901-1960 M). Cukup banyak karya beliau dalam ilmu-ilmu hadits termasuk dalam bidang takhrij hadits. Di antaranya adalah Al-Hidayah fi takhrij ahadits bidayatil mujtahid. Beliau inilah yang pertama kali menyusun kitab ushul takhrij hadits dalam kitabnya Hushulut Tafrij bi Ushulit Takhrij.

Juga saudaranya, yaitu syekh Abdullah bin Ash-Shiddiq Al-Ghumari (1328-1413 H/1910-1993 M), di antara karyanya adalah takhrij hadits-hadits kitab Minhaj Al-Baidhawi dan takhrij hadits-hadits kitab Al-Luma karya Abu Ishaq Asy-Syirozi, juga termasuk kitab Ushul Fiqih.

Terlepas dari pertentangan yang cukup keras antara Al-Ghumari dan Al-Albani. Ataupun banyak ketidaksetujuan kita dengan ulama kontemporer ini. Kita tetap harus bersikap inshaf. Mengakui kepakaran mereka khususnya dalam bidang ilmu takhrij hadits ini. Meskipun bisa saja kita tidak setuju dengan hasil penelitian takhrij mereka. Tetapi, melakukan takhrij itu bukanlah perkara mudah, butuh ketekunan dan ketelitian yang luar biasa.

Dalam bidang keilmuan itu, mestilah berlomba-lomba untuk meraih kebaikan dan kemuliaannya. Juga saling bahu membahu untuk mencapai kebenaran. Kita bukanlah manusia sempurna yang ma'shum, pasti banyak kesalahan. Maka janganlah menganggap diri atau kelompok masing-masing telah sempurna dan dengan mudah merendahkan kelompok lain. Tidak layak bagi orang beriman itu saling mencaci. Dialektika keilmuan itu hal biasa. Maka bantahlah perbedaan pandangan itu dengan hujjah-hujjah ilmiah. Karena meneliti status hukum hadits melalui ilmu takhrij ini juga termasuk wilayah ijtihad, yang bisa jadi antara satu ulama dengan ulama lain berbeda pendapat, meskipun kita tidak boleh menafikan ada hadits-hadits yang memang telah disepakati keshahihan atau kedhaifannya.

Wallahu A'lam

Muhammad Atim

1 komentar:

  1. Emperor Casino: Slots, Video Poker, Poker and More!
    Enjoy casino games like slots, blackjack and 바카라 poker and the latest casino news and slot machines here! Enjoy free 카지노 to play and win big with real 제왕카지노 money.

    BalasHapus